Rabu, 09 November 2011

PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR BAHASA INGGRIS DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI DI KECAMATAN GOMBONG

PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR BAHASA INGGRIS
 DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI
DI KECAMATAN GOMBONG 

A-LOGO

S














OLEH:
BAMBANG PURNOMO
NIM 09082031



MATA KULIAH : DESAIN DAN ANALISIS EKSPERIMEN
DOSEN : Prof. Dr. RA Sri Joetmini Mardanus ,M.Pd.
PROGRAM : PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI: PENELITIAN DAN EVALUASI PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SARJANAWIYATA TAMANSISWA (UST)
YOGYAKARTA

 
Yogyakarta, 2011

KATA PENGANTAR


            Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt, Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat menyusun proporsal ini.
             Proporsal ini berupa rencana pelaksanaan penelitian ekperimen.   Proporsal ini disusun  dalam rangka untuk memenuhi tugas mata kuliah Desain dan Analisis Eksperimen program pasca sarjana, program studi Penelitian dan Evaluasi Pendidikan (PEP), Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) Yogyakarta.
            Penyusunan proporsal ini tersusun atas bimbingan Prof. Dr. RA Sri Joetmini Mardanus ,M.Pd. dengan pendukung dari berbagai sumber antara lain: buku-buku yang disarankan, buku-buku lain. dan materi-materi dari hasil unduhan di media internet.
            Penyusun proporsal menyadari bahwa  tersusunnya proporsal ini atas bantuan berbagai pihak dan masih sangat sederhana dan perlu dilengkapi dan disempurnakan, oleh karena itu pada kesempatan ini penyusun menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam penulisan proporsal ini dan semoga semua amal baik mereka menjadikan pahala dihadapan Allah Swt. Untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan guna penyempurnaan.
            Akhirnya penyusun proposal berharap semoga proporsal ini barmanfaat dan dapat memenuhi tugas dalam menempuh mata kuliah Desain dan Analisis Eksperimen.
                                                                        Yogyakarta,   Januari 2011
                                                                        Penyusun,



                                                                        Bambang Purnomo
                                                                        NIM  09082031


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………………        i
KATA PENGANTAR           …………………………………………..      ii
DAFTAR ISI              …………………………………………………..      iii

BAB I             PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang Masalah         ....................................................        1         
  2. Identifikasi Masalah   ................................................................        5
  3. Pambatasan Masalah   ................................................................        7
  4. Rumusan Masalah       ................................................................        8
  5. Tujuan Penelitian        .................................................................       9
  6. Manfaat Penelitian      .................................................................       10
BAB II                       KAJIAN PUSTAKA
  1. Deskripsi Teoritis        …………………………………………        11       
  2. Penelitian yang Relevan          …………………………………        24
  3. Kerangka Berfikir       …………………………………………        26
  4. Pengajuan Hipotesis    …………………………………………        28
BAB III          METODOLOGI PENELITIAN
  1. Jenis Penelitian            ………………………………………….       29
  2. Rancangan Penelitian  …………………………………………        29
  3. Definisi Operasional Variabel Penelitian        …………………        31       
  4. Populasi dan Sampel   ………………………………………..          31
  5. Instrumen Penelitian   ………………………………………..          32
  6. Teknik Pengumpulan Data      ………………………………..          38
  7. Teknik Analisis Data   ……………………………………….           39
DAFTAR PUSTAKA                        …………………………………………        45
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran I      …………………………………………………        46
Lampiran II     …………………………………………………        49    



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
     Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapai tantangan sesuai  dengan tuntutan perubahan kehidupan local, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan. Oleh karena itu proses dan mutu pembelajaran perlu ditingkatkan agar pembelajaran dapat dilaksanakan secara aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan sehingga anak didik dapat menggembangkan potensi diri dan dapat memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
     Kurikulum 2004,  yang merupakan embrio dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang selanjutnya dikembangkan lagi menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mengamanatkan bahwa setiap lulusan harus telah memiliki kompetensi yang diprasaratkan dalam standar kompetens maupun kompetensi dasar yang sudah ditetapkan dalam kurikulum tersebut. Model kompetensi ini dirumuskan sebagai kompetensi berkomunikasi yang mempunyai tujuan akhir pada pencapaian kompetensi wacana (discourse competence).
      Kompetensi wacana memprasaratkan bahwa peserta didik dalam menggunakan bahasa dalam komunikasi harus selalu secara tepat mempertimbangkan konteks budaya dan konteks situasi. Kompetensi wacana tidak mungkin tercapai tanpa adanya kompetensi kebahasaan yang lain yang meliputi kompetensi tindak bahasa dan retorika (yang tercakup dalam actional competence), kompetensi linguistic (linguistic competence), kompetensi sosiokultural (sociocultural competence) dan kompetensi strategis (strategic competence). Selain kelima kompetensi tersebut, kurikulum 2004, KBK, KTSP juga melihat sikap sebagai hasil belajar. Oleh karena itu untuk mencapai hal tersebut perlu proses pembelajaran yang berkwalitas. Misalnya kreatifitas dan inovatif pembelajaran guru perlu ditingkatkan, hasil pembelajaran bahasa Inggris masih perlu ditingkatkan  baik secara kwantitas maupun kwalitasnya, motivasi belajar dan kreatifitas siswa perlu ditingkatkan, degradasi moral dalam masyarakat khususnya  siswa-siswa usia Sekolah Menengah Pertama Negeri kususnya dan usia remaja pada umumnya perlu dicegah dan ditangani dengan arif dan bijaksana, pemilihan dan atau pembuatan bahan ajar yang sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai dan sekaligus dapat mengembangkan budaya nasional dan mengangkat potensi yang dimiliki oleh daerah-daerah di Indonesia.
     Keberhasilan atau kegagalan suatu pendidikan pada dasarnya dapat dilihat dari perubahan sikap dan tingkah laku atau dari prestasi hasil pembelajaran yang dicapai oleh orang yang telah mendapat proses pembelajaran . Tetapi tidak semua kegiatan pendidikan selalu mendapatkan hasil yang optimal, kadang-kala juga menemui kegagalan.
     Mata pelajaran bahasa Inggris mempunyai karakteristik yang berbeda dengan mata pelajaran lain untuk itu agar dapat mengajar dengan baik, guru memerlukan informasi tentang karakteristik mata pelajaran bahasa Inngris. Perbedaan ini terletak pada fungsi bahasa sebagi alat komunikasi. Hal ini mengidikasikan bahwa belajar bahasa Inggris bukan hanya belajar kosakata dan tatabahasa dalam arti pengetahuannya, tetapi harus berupaya menggunakan atau mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam kegiatan komunikasi. Seorang siswa belum dapat dikatakan menguasai bahasa Inggris jika dia belum dapat menggunakan bahasa Inggris   untuk keperluan komunikasi.
     Kenyataan siswa belajar bahasa Inggris selama empat jam pelajaran setiap minggu di Sekolah Menengah Pertama Negeri, tetapi kemampuan berbahasa Inggris masih rendah. Ada tiga masalah yang mengemuka dalam pembelajaran bahasa Inggris di Indonesia pada umumnya dan di Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen pada khususnya . Persoalan pertama adalah masih rendahnya pencapaian hasil belajar bahasa Inggris siswa (real scholastic achievement). Indikator kasarnya dapat dilihat dari hasil ujian nasional tahun pelajaran 2009/2010 masih banyak anak yang tidak lulus.
     Permasalahan kedua adalah ketidakmampuan siswa dalam menggunakan ketrampilan berbahasa (language skill) yang mereka pelajari dalam komunikasi berbahasa Inggris. Hal tersebut berdasarkan pengamatan dan informasi gugu-guru bahasa Inggris di Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen. Keadaan tersebut pada umumnya disebabkan pembelajaran bahasa Inggris hanya mengacu pada soal-soal Ujian Nasional dalam hal ini hanya mencakup terutama ketrampilan membaca pemahaman (Reading comphrehension), sedangkan ketrampilan berbicara (speaking), mendengar (listening) dan menulis (writing) terabaikan.
     Kenyataan lain yang terjadi di lapangan adalah belum optimalnya guru dalam memilih bahar ajar, media pembelajaran dan metode pembelajaran sehingga pembelajaran tidak dapat mencapai kompetensi sesuai apa yang diharapkan, selain itu dengan perubahan kurikulum 2004, KBK, KTSP belum semua guru mengetahui dam memahami isi dari apa yang dimaksud dalam kurikulum tersebut,  maka dari itu profesionalisme guru harus selalu ditingkatkan.
            Ketidak optimalan tersebut diatas dikarenakan pembelajaran selama ini dilakukan sacara konvensional, misalanya; pembelajaran dilakukan dengan metode ceramah tidak bervariasi, ceramah tanpa menggunakan media, ceramah dengan hanya tanya jawab, dan sebagainya. Sehingga pembelajaran belum mengoptimalkan alat perespon yang dimiliki peserta didik secara optimal karena masing-masing memiliki gaya belajar sendiri-sendiri. Ada yang bergaya belajar audio, yaitu peserta didik akan optimal dengan metode caramah, gaya belajar visual, peserta didik akan optimal dalam belajarnya jika disertai tayangan atau media yang bisa direspon lewat alat indera pengihatannya dan ada juga peserta didik yang bergaya belajar kinestetik, dalam hal ini peserta didik akan optimal jika pembelajaran mengaktifkan fisik atao otot mereka untuk melakukan dan merespon stimulus yang diberikan.
            Gaya belajar setiap individu biasanya memiliki gaya belajar tidak hanya satu tetapi mungkin ada yang memiliki gaya belajar  dua atau tiga macam. Bagi peserta didik yang demikian biasanya akan lebih mudah merespon stimulus yang disampaiakan oleh pendidik dibandingkan pembelajar yang hanya memiliki hanya stu gaya belajar, dan mereka yang, memiliki gaya belajar yang lebih dari satu mereka umumnya mudah menyesuaikan terhadap stimulus yang ada.
            Untuk itu untuk mengoptimalkan motivasi belajar siswa perlu adanya pendekatan pembelajaran yang sesuai sehingga dapat meningkatkanhasil belajar yang peserta didik lakukan. Hasil belajar dalam hal ini meliputi dua hal yaitu: hasil proses pembelajaran dan hasil pestasi belajar atau disebut hasil belajar saja.
     Dari pengamatan yang peneliti lakukan bahwa sebagian besar siswa belum optimal dalam memeperoleh hasil pembelajarannya. Hal ini terjadi karena para pendidik belum menggunakan pendekatan pembelajaran yang dapat mengaktifkan proses pembelajaran sehingga semua kompetensi yang harus dimiliki peserta didik dapat dibelajarkan secara optimal. Salah satu pendekatan pembelajaran yang diharapkan dapat menjawab masalah tersebut diatas adalah pendekatan pembelajaran kontesktual (Contextual Teaching and Learning Approach) yang selanjutnya disebut dengan pendekatan kontekstual.

B. Identifikasi Masalah
      Masalah-masalah yang dapat peneliti identifikasi dintaranya adalah sebagai berikut:
1.      Pengaruh  metode pembelajaran yang bervariatif terhadap perolehan hasil belajar siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen
2.      Pengaruh penggunaan pembelajaran kontekstual/Cotextual Teaching and Learning terhadap perolehan hasil belajar siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen
3.      Pengaruh pembelajaran paikem terhadap perolehan hasil belajar siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen
4.      Pengaruh model pembelajaran integrated terhadap perolehan hasil belajar siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen
5.      Pengaruh motivasi belajar siswa  terhadap perolehan hasil belajar siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen
6.      Pengaruh kreatifitas terhadap perolehan hasil belajar siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen
7.      Pengaruh motivasi siswa terhadap perolehan hasil belajar siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen
8.      Pengaruh kedisiplinan siswa terhadap perolehan hasil belajar siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen
9.      Pengaruh tingkat kecerdasan siswa terhadap perolehan hasil belajar siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen
10.  Pengaruh rasa senang siswa terhadap perolehan hasil belajar siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen

C. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dilakukan dengan tujuan menghomogenkan data populasi, Dengan teknik random sampling yang digunakan untuk mendapatkan  30-40 responden tersebut minimal akan terkait dengan empat hal kerena populasi tidak homogen. Pertama melilih sekolah yang akan digunakan sampel, kerena ada 4 kategori sekolah tetapi masing-masing jumlahnya tidak proporsional maka peneliti menggunakan disproporsional stratified random sampling. Dari teknik ini peneliti akan menentukan dua kategori sekolah yang akan digunakan sebagai sekolah sampel. Dalam hal ini diambil 1 sekolah RSSN dan 1 SSN.  Kedua, karena wilayahnya mencakup sekabupaten peneliti perlu melanjutkan teknik random sampling untuk efisiensi dengan menggunakan cluster random sampling (area random sampling) yaitu untuk menentukan wilayah yang memiliki SSN atau RSSN. Dengan teknik tersebut peneliti mendapatkan Kecamatan Gombong sebagai tempat penelitian dan sekolah yang digunakan untuk tempat penelitian dengan teknik random sampling yaitu Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Gombong sebagai sekolah kontrol dan Sekolah Menegah Pertama Negeri 2 Gombong sebagai sekolah ekperimen. Ketiga menentukan kelas sampel, dengan teknik random sampling peneliti mendapatkan siswa kelas 9a Sekolah Menegah Pertama Negeri 2 Gombong sebagai kelas ekperimen (untuk pembelajaran pembelajaran kontekstual ) dan siswa kelas 9b Sekolah  Menengah Pertama Negeri 3 Gombong sebagai  kelas kontrol (untuk pembelajaran konvensional.
      Dari identifikasi masalah yang ada, penelitian dibatasi pada masalah sebagai berikut:
1.      Pengaruh penggunaan pembelajaran kontekstual terhadap hasil belajar bahasa Inggris siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen.
2.      Pengaruh motivasi belajar siswa terhadap hasil belajar bahasa Inggris siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen.
3.      Interaksi penggunaan pembelajaran kontekstual  dan motivasi belajar siswa terhadap hasil belajar bahasa Inggris siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen.

D. Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah penelitian diatas, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:
a.       Apakah ada pengaruh penggunaan pembelajaran kontekstual terhadap hasil belajar bahasa Inggris siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen?
b.      Apakah ada pengaruh motivasi belajar siswa terhadap hasil belajar bahasa Inggris siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen?
c.       Apakah ada interaksi penggunaan pembelajaran kontekstual dan motivasi belajar siswa terhadap hasil belajar bahasa Inggris siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen?
E. Tujuan penelitian

1. Tujuan Umum
     Secara umum peneltitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran kontekstual  dan motivasi belajar siswa  terhadap hasil belajar.

2. Tujuan Khusus
            Selain tujuan umum penelitian ini juga memiliki tujuan khusus, adapun tujuan khusu  dari penelitian ini adalah ebagai berikut:
            Kegiatan ini memiliki tujuan khusus antara lain sebagai berikut:
a.       Untuk mengetahui pengaruh penggunaan pembelajaran kontekstual terhadap hasil belajar bahasa Inggris siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen?
b.      Untuk mengetahui pengaruh motivasi belajar siswa terhadap hasil belajar bahasa Inggris siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen?
c.       Untuk mengetahui interaksi penggunaan pembelajaran kontekstual dan motivasi belajar siswa terhadap hasil belajar bahasa Inggris siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen?
Secara umum penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penggunaan pembelajaran kontekstual dan motivasi belajar siswa terhadap hasil belajar bahasa Inggris siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen
F. Manfaat Peneltitian

     a. Bagi Pendidik
                         Memberikan informasi faktual tentang pengaruh penggunaan pembelajaran kontekstual  dan motivasi belajar siswa terhadap hasil belajar pada umumnya dan khususnya hasil belajar bahasa Inggris siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen.
b. Bagi lembaga/instansi.
                 Hasil penelitian ekperimen tentang pengaruh penggunaan pembelajaran kontekstual dan motivasi belajar siswa terhadap hasil belajar pada umumnya dan khususnya hasil belajar bahasa Inggris siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen sebagai bahan masukan dalam menyiapkan program-program pengembangan peningkatan kualitas pendidikan  pada program tahun berikutnya.

d.      Bagi Peneliti Lain
Semoga hasil penelitian ekperimen tentang pengaruh penggunaan pembelajaran kontekstual  dan motivasi belajar siswa terhadap hasil belajar pada umumnya dan khususnya hasil belajar bahasa Inggris siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen dapat dikembangkan untuk penelitian pada mata pelajaran yang lain.




BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teoritis

            Deskripsi teoritis yang dibahas dalam penelitian ini adalah teori-teori yang berhubungan dengan variabel-variabel yang akan diteliti antara lain adalah sebagai berikut:

1. Contextual Teaching and Learning (Pembelajaran Kontekstual)
        Contextual Teaching and Learning Approach  (pembelajaran kontekstual approach) merupakan pendekatan pembelajaran dimana proses pembelajaran seoptimal mungkin mengkaitkan materi pembelajaran dengan konteks yang ada di dunia nyata sehingga siswa dapat menerapkan ilmu dan pengalaman yang mereka dapatkan dari proses pembelajaran untuk bisa survival dalam hidup yang sebenarnya kelak. Dan bekal yang sudah mereka miliki merupakan modalitas untuk ketrampilan hidup (life skill). Menurut Zahorik pengertiannya adalah sebagai berikut:
        “Knowledge is constructed by humans. Knowledge is not a set of facts, concept,          or laws waiting to be discovered. It is not something that exists independent of a    knower. Humans create or construct knowledge as they attempt to bring                       meaning to their experience. Everything that we know, we have made”
        Zahorik : Contextual Teaching-Learning (2003:3)

        Menurut Elaine B. Johnson ada tujuh strategi penting dalam berupaya melaksanakan pembelajaran dengan mengggunakan pendekatan pembelajaran kotekstual antara lain sebagai berikut: pengajaran berbasis masalah, menggunakan konteks yang beragam, mempertimbangkan kebhinekaan siswa, memberdayakan siswa untuk belajar sendiri, belajar melalui kolaborasi, menggunakan penilaian autentik dan mengejar standard tinggi. (Elaine B. Johnson, 2010:21-23)
        Disamping itu ada tujuh prinsip-prinsip pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut:
1.      Kontruktivisme (Constructivism)
Constructivsm (Konstruktivisme) merupakan landasan filosofis pendekatan pembelajaran kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui koteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konnyong. Pengetahuan bukan seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan member makna melalui pengalaman nyata. (Depdiknas 2002:10-11)
2.      Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis pembelajaran kontekstual. Pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. (Depdiknas 2002: 12)  Lima siklus inkuiri adalah:
a.       Observasi (Observing)
b.      Bertanya (Quetioning)
c.       Mengajukan dugaan (Hipotesis)
d.      Pengumpulan data (Data gathering)
e.       Penyimpulan (Conclussion)
3.      Bertanya (Questioning)
4.      Pemodelan (Modeling)
5.      Belajar Berkelompok (Learning Community)
6.      Penilaian sebenarnya (Authentic Assessment)
7.      Refleksi (Reflection)
        Dengan didasari teori belajar kontruktivistik bahwa belajar adalah proses mengkontruksi sesuatu pada seorang individu yang sedang melkukan pembelajaran, bukan peoses transfer ilmu. Pembelajaran akan lebih bermakna jika daya pikir pembelajar dapat mencapai pada tingkat menkontruksi suatu yang mereka dapatkan.
        Pembelajaran kontekstual adalah sebuah system yang tidak berdiri sendiri. Pembelajaran kontekstual mengandung bagian-bagian yang salin terkait dan berhubungan. Dari bagian-bagian yang ada memiliki hal yang unik dan meberi dampak yang tersendiri. Untuk itu agar proses pembelajaran dapat lebih memberi makna bagian-bagian yang terpisah itu dapat saling terkait dan dapat member kontribusi masing-masing sehingga dapat membantu siswa dalam memahami makna dari pembelajaran termasuk materi-materi yang bersifat akademik.
Ada 8 komponen yang terkait dengan pembelajaran kontekstual antara lain sebagai berikut:
1.      Membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna
2.      Melakukan pekerjaan yang berarti
3.      Melakukan pembelajaran yang diatur sendiri
4.      Bekerjasama
5.      Berfikir kritis dan kreatif
6.      Membantu individu untuk tumbuh dan berkembang
7.      Mencapai standar tinggi
8.      Menggunakan penilaian autentik

Menurut Johnson dalam (Elaine B. Johnson, 2010:19) bahwa hakekat pembelajaran kontekstual adalah makna, bermakna, dan dibermaknakan seperti yang tertera dalam kutipan sebagai berikut:
        ... an educational process that aims to help students see meaning in the academic material they are studying by connecting academic subjects with the context of their daily lives, that is, with contect of their personal, social, and cultural circumtance. To achieve this aim, the system encompasses the following eight component: making meaningful connections, doing significant work, selt-regulated learning, collaborating, critical an creative thinking, nurturing the individual, reaching high standard, using authentic assessment.(Johnson,2002:25)

2. Pembelajaran Konvensional
        Pembelajaran konvesional yang dimaksud adalah pembelajaran yang dilakukan dengan metode ceramah dengan tanya jawab tanpa menggunakan media pembelajaran. Sehingga pembelajaran belum mengoptimalkan semua kelompok pembelajar dengan gaya audio, visual maupun kinestetik sehingga pembelajaran sangat didominasi oleh peran guru.
3. Hasil Belajar
        Dalam kurikulum tingkat satuan pelajaran dinyatakan bahwa hasil belajar terdiri dari 2 yaitu: hasil belajar berdasarkan penilaian hasil dan penilaian berdasarkan proses. Sehingga penilaian hasil dapat dilakukan dengan tes tertulis sedangkan, penilain proses dapat dilakukan dengan cara pengamatan, dokumentasi foto maupun movie, kuesioner, angket dan cara lain yang dapat memberikan gambaran tentang perose yang terjadi baik dari segi aktivitas siswa, managemen kelas, metode/model/teknik pembelajaran itu berlangsung.
        Menurut caranya dibagi menjadi 2 cara yaitu: dengan cara tes dan non-tes.
Dengan tes itu dilakukan untuk memperoleh hasil pembelajaran. Hal ini dapat dilakukan pada setiap KD atau beberapa KD, dalam hal ini dikenal dengan ulangan harian, ulangan blok, tes formatif dan tes sumatif, ulangan tengah semester, ulangan semester dan ulangan kenaikan kelas, evaluasi tahap akhir dan atau ujian sekolah maupun ujian nasional.
        Dari data yang diperoleh dapat berupa data nilai kuantitatif maupun kualitatif.
Data nilai kuantitatif semua penilaian yang dilakukan dengan satuan angka misalnya: nilai 0 – 10 atau nilai 0 – 100. Sedangkan data nilai kualitatif dapat berupa penilaian non-angka/data verbal misalnya: amat baik, baik, cukup, kurang, dan kurang sekali atau misalnya sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.
        Untuk mengetahui hasil belajar dapat dilakukan dengan tes tertulis. Tes tertulis dikelompokan dalam tes yang sifatnya subyektif dan tes yang sifatnya obyektif. Tes subyektif biasanya tes yang berbentuk esai (uraian). Tes bentuk esai adalah sejenis tes untuk mengetahui perolehan hasil belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata. Ciri-cirinya pertanyannya didahului dengan kata-kata seperti; uraikan, jelaskan, mengapa, bagaimana, bandingkan, simpulkan, dan sebagainya. Tes obyektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan secara obyektif karena hasil tes dapat dilakukan oleh pihak lain yang tidak harus oleh pengajarnya atau yang membidangi materi yang diteskan. Macamnya adalah seperti; tes benar-salah (true-false), Tes pilihan ganda (Multiple choise test), Menjodohkan (matching test) dan Tes isian tertutup (Completion test). Macam-macam tes diatas biasanya untuk mengukur hasil belajar pada ranah kognitif, sedangkan ranah afektif tidak semudah ranah kognitifuntuk melakukan pengukuran. Pengukuran ranah afektif dalam hal ini misalnya sikap tidak dapat diukur sewaktu-waktu ( dalam arti pengukuran secara formal) karena perubahan tingkah laku tidak dapat berubah sewktu-waktu. Pengubahan sikap seseorang memerlukan waktu yang relatif lama termasuk pengembangan minat, penghargaan, serta nilai-nilai. Untuk itu perangkat pengukuran yang digunakan dapat mengunakan catatan-catatan pengamaten, kuesioner atau cara lain yang memungkin dapat dilakukan dan paling cocok dengan kondisi dari yang dinilai atau diukur.
        Ranah yang lain adalah ranah psikomotor. Pengukuran ranah ini untuk mengetahui terhadap hasil-hasil belajaryang berupa penampilan atau ketrampilan. Untuk mengukur hal ini dapat digunakan rubrik penilaian atau pengukuran dengan instrumen menurut skala Likert dengan skor dari kecil ke angka yang lebih besar jika memerlukan data kuantitatif atau data kualitatif dari paling rendah ke paling tinggi, atau dari sangat jelek ke sangat baik dan atau sebaliknnya.
        Hasil belajar adalah sesuatu pencapaian dari suatu kegiatan belajar. Pencapaian hasil belajar dapat diketahui dengan dua cara yaitu; dengan cara pengukuran (kegiatan menentukan kuantitas suatu obyek) dan dengan cara penilaian (kegiatan menentukan kualitas suatu obyek). Karena keduannya ada perbedaan yang prisipiil, kedua kegiatan dapat dikatakan ’dua’ atau dwi, Tetapi kedua kegiatan itu saling berhubungan maka kegiatan itu kadang disebut dengan sebutan’dwitunggal’.Dari pembahasan pengertian pengukuran dan penialain sifat suatu obyek seperti telah disebutkan diatas, bagaimanapun kegiatan tersebut harus dapat benar-benar mewakili sifat suatu obyek. Dengan kata lain skor atau nilai prestasi belajar dapat mewakili prestasi belajar yang sesunggguhnya.
        Kegiatan mengukur sifat suatu obyek adalah suatu kegiatan menentukan kuantitas sifat suatu obyek melalui aturan-aturan tertentu sehingga kuantitas yang diperoleh benar-benar mewakili sifat suatu obyek yang dimaksud. Kuantitas yang diperoleh dari suatu pengukuran sifat suatu obyek adalah skor, misalnya: 60, 57, 68, 89,75 59,76,75,75,90 dan sebagainya. Kuatitas pengukuran sifat suatu obyek dibedakan menjadi dua yaitu; kuantitas kontinu dan kuantitas niminal. Yang dimaksud skor kontinu adalah suatu kuantitas yang unit-unitnya mengalami perubahan secara berangsur-angsur, misalnya dari 60 menjadi 60,5 atau menjadi 59,5 dan seterusnya.
Adapun yang dimaksud dengan kuantitas nominal atau deskrit adalah suatu kuantitas yang unit-unitnya tidak dapat berubah-ubah dari 15 menjadi 15,5 siswa atau 14,5 siswa dan seterusnya. Oleh karena itu dalam dunia pendidikan dalam pengukuran  hasil belajar hanya mengenal kuantitas kontinu. Kuantitas kontinu diatur dalam dua skala yaitu; skala interval dan skala ordinal. Skala interval suatu skala yang tidak mengenal titik nol mutlak dan intervalnya sama, sedangkan skala ordinal adalah skala yang tidak mengenal titik nol mutlak dan intervalnya tidak sama. Suatu skala tidak mengenal titik nol mutlak maksudnya adanya suatu kuantitas dari sifat suatu obyek dalam skala tersebut tidak terukur oleh suatu alat pengukur, maka diberi angka nol. Tetapi bukan berarti tidak ada kuantitas sama sekali.
        Kegiatan menilai sifat suatu obyek adalah suatu kegiatan menentukan kuanlitas sifat suatu obyek. Kagiatan tersebut tidak lepas dari skor-skor sifat suatu obyek. Agar skor-skor itu bermakna maka perlu dibandingkan dengan suatu acuan-acuan yang relevan, yang sesuai dengan sifat suatu obyek, misalnya prestasi belajar siswa dalam penguasaan mata pelajaran tertentu. Kegiatan membandingkan harus dilakukan secara obyektif sehingga hasil perbandingan yang berupa makna atau kualitas benar-benar mewakili kualitas hasil belajar yang sesungguhnya. Misalnya; kualifikasinya amat baik, baik, cukup, kurang atau meragukan, amat kurang, atau gagal. 
        Kualitas atau nilai sifat suatu obyek akan ada apabila kuantitas dari sifat suatu obyek tersebut. Demikian pula, kuantitas suatu obyek tidak akan berarti jika kuantitas itu tidak diubah menjadi kualitas.
4. Motivasi belajar
Belajar Para ahli psikologi mendefinisikan motivasi sebagai suatu proses internal (dari dalam diri seseorang ) yang mengaktifkan, membimbing, dan mempertahankan perilaku dalam rentang waktu tertentu (Baron, 1992:Schunk,1990 dalam Nur, 2003:2). Motivasi belajar siswa merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan belajarnya. Kadar motivasi ini banyak ditentukan oleh kadar kebermaknaan bahan pelajaran dan kegiatan pembelajaranyang dimiliki oleh siswa yang bersangkutan (Djamarah S.B, dkk, 1995:70). Motivasi belajar ada dua macam yaitu motivasi yang datang dari dalam diri anak, disebut motivasi intrinsik, dan motivasi yang diakibatkan dari luar, disebut motivasi ekstrinsik (Djamarah S.B, 1997:223). Nasution (1995:73) mengatakan motivasi adalah segala daya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Sedangkan Sardiman (1992:77) mengatakan bahwa motivasi adalah menggerakkan siswa untuk melakukan sesuatu atau ingin melakukan sesuatu.
Graham & Golan, (1991) menyatakan bahwa motivasi penting dalam menentukan seberapa banyak siswa akan belajar dari suatu kegiatan pembelajaran atau seberapa banyak menyerap informasi yang disajikan kepada mereka. Siswa yang termotivasi untuk belajar sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam mempelajari materi itu, sehingga siswa itu akan menyerap dan mengendapkan materi itu dengan lebih baik
Peneliti dapat menyimpulkan bahwa motivasi belajar adalah proses internal yang merupakan salah satu factor utama yang menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Pentingnya peranan motivasi dalam proses pembelajaran perlu dipahami oleh pendidik agar dapat melakukan berbagai bentuk tindakan atau bantuan kepada siswa. Motivasi dirumuskan sebagai dorongan, baik diakibatkan faktor dari dalam maupun luar siswa, untuk mencapai tujuan tertentu guna memenuhi atau memuaskan suatu kebutuhan. Dalam konteks pembelajaran maka kebutuhan tersebut berhubungan dengan kebutuhan untuk pelajaran. Peran motivasi dalam proses pembelajaran, motivasi belajar siswa dapat dianalogikan sebagai bahan bakar untuk menggerakkan mesin, motivasi belajar yang memadai akan mendorong siswa berperilaku aktif untuk berprestasi dalam kelas, tetapi motivasi yang terlalu kuat justru dapat berpengaruh negatif terhadap keefektifan usaha belajar siswa.
5. Hasil Belajar Bahasa Inggris
                 Bahasa memiliki peranan sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional siswa dan merupakan kunci penentu menuju keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Mengingat fungsi bahasa yang bukan hanya sebagai suatu bidang kajian, sebuah kurikulum bahasa untuk sekolah menengah sewajarnya mempersiapkan siswa untuk mencapai kompetensi yang membuat siswa mampu merefleksi pengalamannya sendiri dan pengalaman orang lain, mengungkapkan gagasan dan perasaan, dan memahami beragam nuansa makna. Bahasa diharapkan membantu siswa mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, membuat keputusan yang bertanggung jawab pada tingkat pribadi dan sosial, menemukan serta menggunakan kemampuan-kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya.
     Untuk mencapai kompetensi berbahasa tersebut di atas, kurikulum ini berangkat dari seperangkat rasional teoritis dan praktis yang mendasari semua keputusan perumusan standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator dalam kurikulum ini.
     Terdapat beberapa landasan teoritis yang berimplikasi praktis dan mendukung penyusunan kurikulum ini. Teori tersebut diadopsi sebagai kerangka berpikir sistematis dalam mengambil keputusan dalam berbagai perumusan. Landasan kerangka berpikir tersebut meliputi model kompetensi bahasa, model bahasa, tingkat literasi yang diharapkan dicapai oleh lulusan, dan perbedaan hakikat bahasa lisan dan tulis.


a. Kompetensi
     Kurikulum 2004, yang dikembangkan menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan selanjutnya menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)  menyebutkan bahwa kompetensi merupakan pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berfikir dan bertindak secara konsinten dan terus menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten dalam arti memiliki pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu. Sehingga pada mata pelajaran bahasa Inggris kompetensi dasar yang dikuasi adalah kompetensi mendengar (listening), kompetensi berbicara (speaking), kompetensi membaca (reading) dan kompetensi menulis (writing). Keempat kompetensi dasar tersebut menjadi satu kompetensi berbahasa Inggris.

b. Model Kompetensi
     Sejauh ini terdapat sejumlah model kompetensi yang berhubungan dengan bidang bahasa yang melihat kompetensi berbahasa dari berbagai perspektif. Dalam kurikulum ini model kompetensi berbahasa yang digunakan adalah model yang dimotivasi oleh pertimbangan-pertimbangan pedagogi bahasa yang telah berkembang atau berevolusi sejak model Canale dan Swain kurang lebih sejak tiga puluh tahun yang lalu.
     Salah satu model terkini yang ada di dalam literatur pendidikan bahasa adalah yang dikemukakan oleh Celce-Murcia, Dornyei dan Thurrell (1995) yang kompatibel dengan pandangan teoritis bahwa bahasa adalah komunikasi, bukan sekedar seperangkat aturan. Implikasinya adalah bahwa model kompetensi berbahasa yang dirumuskan adalah model yang menyiapkan siswa untuk berkomunikasi dengan bahasa untuk berpartisipasi dalam masyarakat pengguna bahasa. Model ini dirumuskan sebagai Communicative Competence atau Kompetensi Komunikatif (KK) yang direpresentasikan dalam Celce-Murcia et al. (1995:10) sebagai berikut :








           Sociocultural
          Competence



     Discourse Competence












 




                                                                                                                                     Linguistic                               Actional
                                                                                                                                  Competence                         Competence


       Strategic
     Competence

            Gambar 1: Model Kompetensi Komunikatif (dari Celce-Murcia et al.)
     Kompetensi utama yang dituju adalah kompetensi wacana (Discourse Competence) yang didukung oleh kompetensi linguistik (Linguistic Competence), Kompetensi sosiokultural (Sociocultural Competence) dan Kompetensi Tindak Tutur (Actional Competence). Kompetensi writing ada di dalam Actional Competence.
c. Teks
     Pada dasarnya, kegiatan komunikasi verbal adalah proses penciptaan teks, baik lisan maupun tertulis, yang terjadi karena orang menafsirkan dan menanggapi teks dalam sebuah wacana. Maka teks adalah produk dari konteks situasi dan konteks budaya. Misalnya, ketika seseorang berbahasa Inggris, ia tidak hanya harus menggunakan kosa kata bahasa Inggris melainkan juga menggunakan tata bahasanya agar ia dipahami oleh penutur aslinya. Sering ada anggapan bahwa berbahasa secara komunikatif tidak perlu terlalu memperhatikan tata bahasa. Akan tetapi, sering kurang disadari bahwa kalalaian bertata bahasa menimbulkan banyak miskomunikasi yang barangkali tidak berdampak serius dalam percakapan santai, tetapi bisa berdampak sangat serius bahkan berakibat fatal dalam konteks formal atau akademis. Oleh karena itu, target kegiatan writing dalam konteks situasi dan kondisi yang beragam akan membantu siswa dalam menghasilkan teks bentuk tulis.
d. Jenis Teks (Genre)
     Yang dimaksud dengan Genre yaitu jenis-jenis teks. Kita mengenal istilah ini dari Kurikulum 2004 yang dikembangkan menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan selanjutnya menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Ada 12 jenis teks yang dijelaskan dalam kurikulum tersebut antara lain: Recount, Report, Discussion, Explanation, Analytical Exposition, Hortatory Exposition, New Item, Anecdote, Narrative, Procedure, Descriptive dan Review. Namun untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP)  kelas VII, VIII dan IX kompetensi yang harus dicapai hanya 6 jenis teks yaitu Descriptive, Recount, Narrative, Anecdote, Procedure dan Report.

B. Penelitian yang Relevan

            Adapun penelitian yang relevan terhadap penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut dibawah ini:
  1. Penelitian oleh Ahmad Sopyan yang berjudul Pengaruh Tehnik Pembelajaran Kreatif dan Kemampuan Penalaran terhadap Hasil Belajar Siswa SMP yang menyimpulkan bahwa: (1) Teknik pembelajaran yang diterapkan dalam proses belajar mengajar IPA di SLTP N 9 Tasikmalaya pada penelitian ini, mempengaruhi hasil belajar yang berupa penguasaan keterampilan proses. Penerapan teknik pembelajaran kreatif-divergen memberikan hasil belajar IPA lebih tinggi, dibandingkan dengan penerapan teknik pembelajaran aktif-konvergen.  (2) Terdapat interaksi antara teknik pembelajaran dan kemampuan penalaran  siswa yang memberikan pengaruh yang berbeda terhadap hasil belajar IPA berupa keterampilan proses. (3) Hasil analisis data menunjukkan bahwa, bagi siswa berpenalaran operasi formal, teknik pembelajaran kreatif-divergen menghasilkan perolehan belajar IPA yang sama dengan teknik pembelajaran aktif-konvergen. (4) Bagi siswa Bagi siswa berpenalaran operasi konkrit, teknik pembelajaran kreatif-divergen menghasilkan perolehan belajar yang lebih baik daripada teknik pembelajaran aktif.
  1. Penelitian tesis oleh Martiyono program pasca sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta tahun 2009 yang berjudul Pengaruh Model Pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) terhadap Kepribadian Siswa SMP Kelas VII di Kabupaten Kebumen Ditijau dari Kecerdasan Emosional dan Spiritual menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual terhadap hasil belajar mata pelajaran PKn aspek kepribadian siswa SMP Kelas VII di Kabupaten Kebumen.
  2. Penelitian tesis Sri Sumaryati di Program Pascasarjana UNS tahun 2008 dengan judul Pengaruh Model Quantum Learning terhadap Prestasi Belajar Mata Kuliah Dasar-Dasar Akuntansi dengan Memperhatikan Motivasi Berprestasi dan Kecerdasan Emosional, yang menyimpulkan bahwa interaksi model pembelajaran, motivasi berprestasi dan kecerdasan emosi dapat mempengaruhi secara signifikan prestasi belajar mata kuliah Dasar-Dasar Akutansi.
C. Kerangka Berfikir
            Adapun kerangka berfikir yang ada adalah seperti terlihat pada diagram 1 pada Bab II  dibawah ini:


Up Arrow Callout: MOTIVASI
BELAJAR
 












Gambar 1: Diagram kerangka berfikir dengan tiga variabel
1. Pengaruh Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual terhadap Hasil Belajar Bahasa Inggris Siswa
            Penggunaan Pendekatan Pembelajaran kontekstual/ Contextual Teaching and Learning Approach (Pembelajaran Kontekstual Approach) yang selanjutnya disebut pembelajaran kontekstual saja adalah merupakan variable bebas (X2), variabel stimulus, prediktor, antecedent (independent variable) atau variabel yang mempengaruhi sehingga variabel ini yang menyebabkan adanya perubahan. Pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar bahasa Inggris siswa karena dalam pembelajaran memiliki prinsip-prinsip yang meliputi metode contructivism, inquiry, questioning, modeling, learning community, authentic assessment dan reflecting. Constructivsm (Konstruktivisme) dalam pendekatan pembelajaran kontekstual dapat membangun pengetahuan manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui koteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konnyong. Pengetahuan bukan seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Dengan demikian peningkatan terhadap hasil belajar dapat ditingkatkan. Karena metode inquiry dalam pembelajaran kontekstual yang menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran maka pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Dengan demikian metode inquiry dengan pendekatan kontekstual tersebut dapat meningkatkan hasil belajar bahasa Inggris.
            Pembelajaran konvensional adalah merupakan variabel kontrol yang akan dibandingkan dengan  pembelajaran kontekstual  sebagai variabel bebas. Dalam hal ini pembelajaran konvensional hanya mengunakan metode ceramah, tanya jawab dan penugasan. Dalam interaksi pembelajarannya sangat terpusat pada guru (teacher’s centered oriented), sehingga belum bisa mengoptimalkan pembelajara, belum bisa mengkatifkan siswa dan belum dapat pula mengotimalkan hasil pembelaharan khususnya hasil belajar bahasa Inggris
2. Pengaruh motivasi belajar terhadap Hasil Belajar Bahasa Inggris Siswa
Peran motivasi dalam proses pembelajaran dapat dianalogikan sebagai bahan bakar untuk menggerakkan mesin, motivasi belajar yang memadai akan mendorong siswa berperilaku aktif untuk berprestasi dalam kelas, tetapi motivasi yang terlalu kuat justru dapat berpengaruh negatif terhadap keefektifan siswa dalam proses belajar. Pentingnya peranan motivasi dalam proses pembelajaran perlu dipahami oleh pendidik agar dapat melakukan berbagai bentuk tindakan atau bantuan kepada siswa. Motivasi dirumuskan sebagai dorongan, baik diakibatkan faktor dari dalam maupun luar siswa, untuk mencapai tujuan tertentu guna memenuhi atau memuaskan suatu kebutuhan. Dalam konteks pembelajaran maka kebutuhan tersebut berhubungan dengan upaya peningkatan prestasi belajar siswa.
3. Pengaruh Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual dan Motivasi Belajar terhadap Hasil Belajar Bahasa Inggris Siswa
Penggunaan pembelajaran kontekstual yang didukung oleh tujuh prinsip pembelajaran kontekstual akan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, dengan motivasi belajar yang diciptakan itu,  akan mengoptimalkan proses pembelajaran, dengan pembelajaran yang optimal akan meningkatkan hasil belajar khususnya bahasa Inggris.  Hasil Belajar Bahasa Inggris adalah variabel terikat (Y), variabel output, kriteria, konsekuen (dependent variable) atau variabel yang dipengaruhi. Variabel ini mencakup hasil pembelajaran bahasa Inggris yang mencakup hasil pembelajaran membaca (reading),menulis (writing), berbicara (speaking) dan mendengar (listening).

D. Pengajuan Hipotesis
    Berdasarkan kerangka berfikir diatas dapat ditetapkan hipotesis sebagai berikut:
1.      Ada pengaruh yang signifikan penggunaan pembelajaran kontekstual  dibandingkan metode konvensional terhadap hasil belajar bahasa Inggris siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen?
2.      Ada pengaruh yang signifikan motivasi belajar siswa yang tinggi terhadap hasil belajar bahasa Inggris siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen?
3.      Ada interaksi yang signifikan penggunaan pembelajaran kontekstual dan motivasi belajar siswa terhadap hasil belajar bahasa Inggris siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen?




BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian    
            Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian kuantitatif dalam bentuk penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah ”penelitian yang variabel akan diteliti (variabel terikat) kehadirannya sengaja ditimbulkan dengan memanipulasi menggunakan perlakuan”  (Purwanto, 2008: 180).

B. Rancangan Penelitian
Adapun rancangan penelitiannya dapat digambarkan dalam diagram 1 pada bab III di bawah ini:

Oval: HASIL
BELAJAR
BAHASA
INGGRIS 


           


 




Gambar 1: Diagram desain penelitian

            Dari gambar 1 pada bab III di atas rancangan penelitian melibatkan dua variabel bebas dan satu variabel terikat 
            Rencana penelitian dilaksanakan pada semester 2 tahun pelajaran 2010/2011 selama bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2011. Kegiatan meliputi kegiatan persiapan, pelaksanaan ekperimen, dan pasca eksperimen. Waktu dan kegiatan secara terperinci seperti pada tabel 1 pada bab III di bawah ini:
Tabel 1
NO
KEGIATAN
TAHUN 2011
KET
Jn
Fb
Mr
Ap
Me
Ju
1
Persiapan







a. Observasi awal di lokasi penelitian
Y






b. Penyusunan proporsal penelitian
Y
Y
Y




c. Penyusunan RPP

Y
Y




d. Penyusunan instrumen penelitian

Y
Y




e. Ijin penelitian


Y




f. Uji coba instrumen penelitian


Y




g. Analisis validitas dan reliaabilitas instrumen


Y




2
Pelaksanaan Eksperimen







a. Pre-tes



Y



b. Kegiatan eksperimen pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan berpedoman pada RPP



Y
Y


c. Post-tes




Y


3
Pasca Eksperimen







a. Analisis data penelitian





Y

b. Penulisan laporan penelitian





Y

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian
            Definisi Operasional Variabel Penelitian melibatkan tiga variabel penelitian yaitu:
1. Variabel pertama penelitian ini sebagai variabel terikat adalah hasil belajar bahasa Inggris. Hasil belajar bahasa Inggris merupakan data ordinal dari rekapitulasi hasil pre-tes dan post-tes.
2. Variabel kedua penelitian ini adalah penggunaan pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran bahasa Inggris sebagai variabel bebas. Penggunaan pembelajaran kontekstual yang diimplementasikan pada kelas 9 SMP merupakan model pembelajaran yang dimanipulasi. Rancangan pembelajaran tersusun dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
3. Variabel ketiga penelitian ini adalah motivasi belajar yang mempengaruhi hasil belajar bahasa Inggris hal ini dapat dilihat dari interaksi dari pembelajaran kontekstual yang dimplementasikan dalam pembelajaran bahasa Inggris. Pedoman motivasi belajar siswa tinggi dan rendah dapat dilihat dari pedoman skoring dari angket motivasi belajar yang berupa data ordinal.

D. Populasi dan Sampel       
1. Populasi
Populasi adalah subyek dalam penelitian atau individu yang mempunyai sifat yang sama (Suharsimi Arikunto,2004:99). Sedangkan menurut Sugiyono (2010: 117)  populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas daan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IX Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kecamatan Gombong dengan ketegori Sekolah Standar Nasional (SSN). Sekolah tersebut adalah Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Gombong, Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Gombong dan Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Gombong.

2. Sampel
Menurut Sugiyono (2010: 118) bahwa sampel adalah bagian dari jumlah dan karekteristik yang dimiliki oleh populasi. Sampel penelitian ini diperoleh dengan teknik cluster random sampling dengan beberapa tahapan. Jumlah sekolah dalam populasi sebanyak tiga sekolah standard nasional  yang homogen terdiri dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Gombong, Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Gombong dan Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Gombong.
      Dengan teknik cluster random sampling pada tahap pertama diperoleh dua sekolah yaitu Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Gombong dan Sekolah Menegah Pertama Negeri 3 Gombong. Kedua, secara random diperoleh kelas sampel, yaitu siswa kelas 9a Sekolah Menegah Pertama Negeri 2 Gombong dan siswa kelas 9a Sekolah  Menengah Pertama Negeri 3 Gombong. Selanjutnya, secara random ditetapkan siswa kelas 9a Sekolah Menegah Pertama Negeri 2 Gombong sebagai kelas ekperimen dan siswa kelas 9a Sekolah  Menengah Pertama Negeri 3 Gombong sebagai  kelas kontrol.


E. Instrumen Penelitian
                Berdasarkan variabel-variabel yang diteliti , maka peneliti menyusun dua instrumen berupa angket dan soal tes. Penyusunan instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data  dikembangkan berdasarkan kajian teori mengenai motivasi belajar, model pembelajaran penggunaan pembelajaran kontekstual tersusun dalam rencana pembelajaran dan hasil belajar bahasa Ingris siswa dengan soal tes. Instrumen soal tes terdapat pada lampiran I sedangkan, instrumen angket motivasi terdapat pada lampiran II.
1. Instrumen Tes Hasil Belajar Bahasa Inggris
Uji coba instrumen tes hasil belajar bahasa Inggris di lakukan oleh peneliti setelah instrument jadi dan selanjutnya instrumen akan di kembangkan dalam penelitian eksperimen ini dengan dua macam cara, yaitu : ( 1 ) instrumen penelitian yang mana berupa tes kemampuan berbicara, dan (2) instrument penelitian yang berupa tes penguasaan tata bahasa.
Tes kemampuan berbicara dalam penelitian eksperimen ini adalah berbentuk tes praktik, dimana guru harus menugasi siswa untuk berbicara di muka kelas dengan topik atapun tema tertentu yang sudah ditetapkan oleh guru. Sebagaimana telah diuraikan diatas, bahwa aspek yang dinilai  yang merupakan indikator dari ketrampilan berbicara siswa meliputi (1) kesesuaian ide/gagasan dengan isi yang disampaikan (Appropriateness), (2). Kelancaran (Fluency), (3). Gaya pengucapan (Diction), (4). Ketepatan berekspresi (Expression), (5). Ketepatan struktur kalimat yang dipakai (Grammar), dan (6). Ketepatan pilihan kata (Vocabulary).
Sedangkan untuk mengetahui penguasaan tata bahasa dari siswa tes penguasaan tata bahasa merupakan instrument untuk dapat menjaring data siswa tentang penguasaan tata bahasa (grammar). Adapun aspek-aspek yang akan diukur meliputi kemampuan pemahaman dan dan penggunaan dari kata benda (noun), kata ganti (pronoun), kata kerja (verb), kata depan (preposition), kata penghubung (conjunction), kala kini (simple present tense) dan kala lampau (simple past tense). Kisi-kisi dan soal dapat dilihat pada lampiran I.

Adapun uji coba instrumen peneliti melaksanakannya pada siswa-siswi SMP Negeri 4 Gombong kelas 9a. jumlah total siswa yang dipergunakan untuk uji coba instrumen sebanyak 40 siswa.

2. Uji Coba Alat Tes
Samsi Haryanto (2003:41) mengatakan bahwa masalah validitas adalah mempersoalkan adanya ketepatan dari suatu alat ukur yang kemudian dipakai untuk mengukur suatu aspek yang ingin diukur.
Adapun instrument yang dipergunakan dalam penelitian eksperimen ini adalah butir-butir soal tes dari kompetensi mata pelajaran bahasa Inggris. Maka uji validitas yang digunakan adalah validitas isi dan validitas butir soal.
a. Validitas Isi
Validitas isi dilakukan untuk mengukur jangkauan materi yang akan diteskan agar dapar mengukur apa yang seharusnya diukur. Dalam hal ini penyusunan soal berdasarkan kisi-kisi soal yang sesuai.
b. Analisis Butir Soal
Analisis butir soal untuk mengetahui tingkat kesukaran dan daya beda alat tes yang akan digunakan. Hal ini dapat dilakukan dengan program iteman atau program anates
c. Validitas Butir Soal
Sedangkan untuk menguji validitas butir soal, maka skor-skor yang ada pada setiap butir yang dimaksud akan dikorelasikan dengan skor total. Skor butir soal dipandang sebagai nilai X dan skor total dipandang sebagai Y. Adapun uji yang digunakan ole peneliti adalah Korelasi Product Moment dari Pearson yang dikutip oleh Suharsimi Arikunto (1998:72) dengan rumus, yaitu:
rxy =
       Keterangan :
       rxy:Korelasi Product Moment
       N:Banyanknya Siswa
       x: Skor Butir Soal
       y: Skor Total
       ∑xy: Jumlah (x) (y)
Jika rxy hitung lebih besar dari rxy tabel maka item dinyatakan valid dan juga sebaliknya. Hasil analisis validitas butir soal tes penguasaan tata bahasa menunjukkan bahwa dari 30 butir soal terdapat 28 butir soal dalam klasifikasi valid,  karena nilai r  hitung > r total dimana r tabel = 0,312. Terdapat 2 butir soal dalam klasifikasi tidak valid , karena nilai r  hitung < r total . Dari 28 butir soal tes penguasaan tata bahasa yang dinyatakan valid, setelah dikonsultasikan dengan validitas isi (dikonsultasikan dengan kisi-kisi soal) maka hanya 25 butir soal yang dijadikan instrument penelitian penguasaan tata bahasa siswa

Dari hasil uji instrument praktik berbicara ( berbagi/sharing ) hasil analisis validitas butir soal menunjukkan bahwa dari 6 butir soal praktik, sebanyak 6 butir soal dalam klasifikasi valid, karena nilai r hitung > r tabel dimana r tabel = 0,312 (perhitungan selengkapnya pada lampiran 15).
      
       d. Uji Reliabilitas Tes
Dalam penelitian ini akan digunakan rumus Spearman-Brown
(Rumus Belah Dua)
      rxy =
     rII  =
      Keterangan:
      rxy      = Reliabilitas Belahan
      rII       = Reliabilitas Instrumen
      (Suharsimi Arikunto, 2006:109)
       Dari hasil analisis reliabilitas instrument, didapatkan nilai reliabilitas (rII)=0,926. Setelah dikomultasikan dengan tabel interprestasi reliabilitas instrument maka instrument penguasaan tata bahasa (grammar) siswa masih klasifikasi reliabilitasnya tinggi.
       Sedangkan hasil analisis reliabilitas instrument pratik berbicara (berbagi/sharing) menggunakan rumus alpha, didapatkan nilai reliabilitas (rII)=0,9991. Setelah dikonsultasikan dengan tabel interprestasi reliabilitas instrument maka instrument pratik berbicara (berbagi/sharing) masuk klasifikasi reliabilitasnya tinggi.

3. Instrumen Motivasi Belajar
       Dalam penyusunan instrumen motivasi belajar siswa terdiri dari 46 butir pertanyaan dengan model skala likert. Pernyataan dalam angkat tersebut terdiri dari butir – butir pernyataan positif dan negatif.
Tabel kisi – kisi Instrumen Motivasi Belajar Siswa
Variabel
Indikator
Item +
Item -
Jumlah
1.   Ketekunan dalam belajar


2.   Ulet dalam menghadapi kesulitan

3.   Minat dan ketajaman perhatian dalam belajar

4.   Berprestasi dalam belajar


5.   Mandiri dalam belajar
·      Kehadiran dalam sekolah
·      Mengikuti PBM di kelas
·      Belajar di rumah

·      Sikap terhadap kesulitan
·      Usaha mengatasi kesulitan


·      Kebiasaan dalam mengikuti pelajaran
·      Semangat dalam mengikuti PBM

·      Keinginan untuk berprestasi
·      Kualifikasi hasil

·      Penyelesaian tugas/PR
·      Menggunakan kesempatan di luar jam pelajaran
1, 3, 5
6, 8
10, 12, 14

16, 18, 20
22


24, 26

28, 30



32, 33
35, 37

39, 41
43, 45
2, 4
7,9
11, 13, 15

17, 19, 21
23


25, 27

29, 31



34
36, 38

40, 42
44, 46
5
4
6

6
2


4

4



3
4

4
4
JUMLAH
46

Instrumen adalah alat pengumpul data dimana sebelum digunakan untuk mengumpulkan data, instrumen peru diuji cobakan terlebih dahulu agar kesalahan dapat dihindarkan. Tujuan uji coba instrumen adalah untuk mengidentifikasikan soal – soal yang lemah atau cacat atau jawaban pengecoh yang kurang berfungsi (Sumadi Suryabrata,2004:35).
Uji coba dilakukan dilakukan secara langsung pada siswa dan sekolah yang homogen dengan keadaan siswa yang akan diteliti.

4. Uji Coba Instrumen Motivasi Belajar Siswa.
a.       Pengujian Validitas
Tujuan diadakannya uji validitas adalah untuk mengetahui dan mengungkap data secara tepat dan sesuai dengan apa yang seharusnya diukur. Pengujian validitas butir untuk menyeleksi butir-butir dalam instrumen sehingga diketahui bagian-bagian yang harus direvisi, dihilangkan atau dipertahankan. Dalam hal ini rumus yang digunakan untuk mengukur validitas butir adalah korelasi Product Moment dari Pearson.
 rxy =    
Keterangan :
N         = Jumlah subyek
rxy        = Koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y
X       = Jumlah skor butir x
Y       = Jumlah skor butir y
XY     = Jumlah hasil kali butir x dan y
X2      = Jumlah kuadrat butir x
Y2      = Jumlah kuadrat butir y
(∑X)2   = Hasil kuadrat dari jumlah skor butir x
(∑Y)2    = Hasil kuadrat dari jumlah skor butir y
                                                   
b.      Pengujian Reliabilitas
Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur tingkat keajegan dari instrumen atau untuk mengetahui konstanta dari instrumen yang ada. Untuk menguji reliabilitas digunakan rumus koefisian Alpha Cronbach yang dikembangkan oleh Frederick G Brown (Sutrisno Hadi, 2003: 77).
Rii =  
Keterangan :
Rii             = Reliabilitas yang dicari
K               = Jumlah Item
∑ab2          = Jumlah semua varians item
at2                  = Varians total



F. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini metode yang digunakan untuk mengumpulkan data yaitu tes dan non tes. Tes  digunakan untuk mengumpulkan data hasil belajar bahasa Inggris siswa sedangkan non tes digunakan untuk mengumpulkan data mengenai motivasi belajar siswa. Untuk mengetahui keterlaksanaan model pembelajaran yang dipilih digunakan lembar observasi. belajar sedangkan dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data prestasi belajar siswa.




G. Teknik Analisis Data

            Dalam penelitian kuantitatif, teknik analisis data yang digunakan yaitu diarahkan untuk menjawab rumusan masalah atau untuk menguji hipotesis yang dirumuskan dalam proposal. Adapun analisisnya antara lain sebagai berikut:
  1. Uji kesetaraan , Uji t antara kelas eksperimen dan kelas control dengan hasil pembelajaran sebelum adanya perlakuan.

  1. Uji persyaratan
a.       Uji Normalitas dengan rumus Lifefors
Penelitian menggunakan uji normalitas untuk menguji apakah data yang diperoleh dari penelitian eksperimen merupakan data dalam distribusi normal atau tidak. Dalam penelitian disini uji normalitas yang digunakan adalah Uji Lifefors pada taraf signifikansi () 0,05. Tentang hal yang di uji adalah hipotensi nol (Ho) yang mana menyatakan bahwa sampel berasal dari populasi yang memiliki distribusi normal. Sedangkan diperoleh Lo < Lt  maka Ho diterima, dan seandainya Lo > Lt  maka Ho ditolak.

b.      Uji Homogenitas Varians dengan Rumus = SD besar
     SD kecil
Penelitian menggunakan Uji Homogenitas untuk bisa menguji kesamaan varians antara dua kelompok  yang dibandingkan. Kemudian untuk bisa menguji apakah kelompok tersebut homogeny ataupun tidak, maka peneliti melakukannya dengan teknik Analisis Varian Homogenitas Uji F. Rumus yang dipergunakan dalam Uji F yaitu:
         Fht =     atau        Fht =
           (Sudjana, 1982: 242)
Adapun kriteria pengujian yang dipergunakan adalah pada taraf signifikansi 5% yang memiliki arti bahwa data bisa dikatakan homogeny jika Fhitung < Ftabel.
Kemudian setelah penelitian melakukan pengujian prasyaratan hipotesis, maka dapat dilanjutkan dengan menganalisa data untuk bisa mengetahui pengaruh penggunaan metode pembelajaran Think Pair and Share dan Metode Konvensional (Ceramah bervariasi) terhadap prestasi belajar bahasa Inggris ditinjau dari aktivitas pembelajaran menggunakan teknik analisis varians (Anava).
  1. Uji hipotesis
Adapun rancangan analisis anava dua jalur seperti pada tabel berikut di bawah ini:
Metode Pembelajaran
Motivasi Belajar
Tinggi (B1)
Rendah (B2)
Pemb. Kontekstual (A1)
A1 B1
A1 B2
Pemb. Konvensional (A2)
A2 B1
A2 B2

Keterangan:
  1. A1 B1 : Kelompok siswa dengan motivasi belajar tinggi diberi perlakuan pembelajaran kontekstual.
  2. A2 B1 : Kelompok siswa dengan motivasi belajar  tinggi diberi perlakuan pembelajaran konvensional
  3. A1 B2 : Kelompok siswa dengan motivasi belajar  rendah diberi perlakuan pembelajaran kontekstual
  4. A2 B2 : Kelompok siswa dengan motivasi belajar  rendah diberi perlakuan pembelajaran konvensional

Adapun untuk menguji hipotesis digunakan anava 2 jalur
Uji analisis hipotesis digunakan oleh peneliti untuk dapat mengolah data dari hasil penelitian yang berupa angka, sehingga bisa menghasilkan yang kemudian dapat memberikan jawaban atas rumusan masalah yang diajukan dengan cara yang logis dan juga sistematis.
   

       a. Uji Anava 2 Jalur
Penelitian menggunakan teknik analisis varians (ANAVA) dua jalur pada taraf signifikansi   = 0,05 pada pengujian hipotesis. Adapun Hipiseis Statistik yang diajukan oleh peneliti dalam penelitian eksperimen ini adalah sebagai berikut:
1). Hiposis 1                Ho          : µA1     = µA2
                                                                H1          : µA1     ≠ µA2
b. Hiposis 2                 H0          : µB1     = µB2
                                                                H1          : µB1     ≠ µB2
c. Hiposis 3                 H0          : A × B                = 0
                                                                H1          : A × B                ≠ 0
              Keterangan:
              µA1    = Penggunaan Metode Pembelajaran Think Pair and Share
              µA2    = Penggunaan Metode Konvensional (Ceramah bervariasi)
              µB1     = Aktivitas Pembelajaran Tinggi
              µB2     = Aktivitas Pembelajaran Rendah
              A       = Metode Pembelajaran
              B       = Aktivitas Pembelajaran

            Analisis Varian (ANAVA) 2 jalur dipergunakan untuk dapat menyelidiki dua pengaruh utama yaitu perbedaan pembelajaran dengan metode pembelajaran Think Pair and Share terhadap prestasi belajar bahasa Inggris dan kemampuan berbicara (berbagi/sharing) bahasa.
            Pengaruh interaksi adalah pengaruh pembelajaran dengan menggunakan Metode Pembelajaran Think Pair and Share dan aktivitas pembelajaran terhadap prestasi belajar bahasa Inggris.
             
              b. Uji Lanjut
            Uji lanjut dilakukan  dengan Uji Scheffe untuk bisa mengetahui kelompok mana yang lebih unggul secara signifikan. Uji Scheffe digunakan oleh peneliti untuk bisa menguji perbedaan dua buah rata-rata secara berpasangan (1 VS2, 1 VS3, dan 2 VS 3) dan juga perbedaan antara kombinasi rata-rata yang kompleks (seperti (1+2)/2VS3) (Furqon,2008:213). Rumus uji Scheffe yang peneliti gunakan adalah sebagai berikut:
             t =
            Keterangan:
            C          = Nilai Kontras (perbandingan antara rata-rata yang dibandingkan)
            MSw   = Rata-rata kuadrat dalam kelompok pada tabel Anava
            n          = Jumlah Sampel
Nilai t yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan nilai kritis bagi uji Scheffe (ts) yang kemudian ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
            ts =
            (Furqon, 2008: 214)
             Keterangan:
              K       = Jumlah Kelompok dalam ANAVA
  = Nilai pada Distribusi F
Dari hasil perbandingan yang ada nilai t dan ts maka, terima Ho jika t > ts dan terima Ho jika t < ts.
Untuk membuktikan hipotesis penelitian yang diajukan, maka setelah data dikumpulkan dilakukan pengolahan data sehingga pada akhirnya dapat menghasilkan kesimpulan apakah hipotesis penelitian tersebut terbukti atau tidak. Untuk mencapai tujuan tersebut maka peneliti menggunakan teknik analisis kovarian AB dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Mencari  jumlah kuadrat total (Jkt)
2.      Mencari jumlah kuadrat antar perlakuan A (JkA)
JkA = JKR
3.      MencarijJumlah kuadrat antar B (JkB)
JkB =  JKR
4.      Mencari jumlah kuadrat antar AB (JkAB)
JkAB           = - JKR
5.      Mencari jumlah kuadrat antar subyek (JKs)
JkS =  JKR
6.      Mencari jumlah kuadrat antar residu (Jkres)
Jkres            = JkT – JkA – Jk­B – JkAB  - JkS
               
7.      Menghitung derajat kebebasan (db)
Derajat kebebasan residu (dbres)
dbres           = dbt – dbA – dbB – dbAB – dbS
8.      Menghitung rata-rata kuadrat
                        RJkres   =  
9.      Menghitung Rasio F
FS  =  
Berikut diberikan rangkuman Anava dua jalur seperti pada tabel 1 pada bab III di bawah ini:
Sumber
Jk
db
Rk
Fe
Ft
Interpretasi
Antar A





Signifikan
Antar B





Signifikan
Interaksi (AxB)





Signifikan
Dalam (d)





Signifikan
Total









DAFTAR PUSTAKA

Agus Suprijono. 2010. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem. Yogyakarta. Penerbit: Pustaka Pelajar

Ary,Donald, dkk. 2010. Introduction to Resarch in Education. Surabaya. Usaha Nasional (Karya terjemahan Arif Furchan).

David W.Johnson, dkk. 2010. Collaborative Learning Strategi Pembelajaran untuk Sukses Bersama. Bandung. Penerbit: Nusa Media.

Depdiknas, 2002. Pendekatan Kontekstual (Cotextual Teaching and Learning)/ (Pembelajaran Kontekstual)

Elaine B. Johson,2010. Pembelajaran Kontekstual   Contextual Teaching and Learning. Bandung. Penerbit: Kaifa.

Masidjo,1995, Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Siswa di Sekolah. Yogyakarta.Penerbit: Kanisius.

Melvin L. Silbermen, 2010. Active Learning. Bandung. Penerbit: Nusamedia dan Penerbit: Nuansa.

Mico Pardosi. 2004. Belajar Sendiri Internet. Surabaya. Penerbit: Indah.

Nasution,S. 2008. Metode Reearch. Jakarta. PT Bumi Aksara

Robert L. Slavin.2010. Cooperative Learning  Teori, Riset dan Praktik. Bandung. Penerbit: Nusa Media

Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung. Penerbit Alfabeta.

Sugiyono, 2007. Statistik untuk Penelitian. Bandung. Penerbit Alfabeta.

Suharsismi Arikunto,2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta. PT Bumi Aksara.





Lampiran I
a). Tes Penguasaan Tata Bahasa
Pengumpulan data tentang penguasaan tata bahasa digunakan teknik test, yang menggunakan materi pelajaran adaptif  yang mendukung dan relevan dengan penelitian eksperimen tentang Bahasa Inggris.
Tes menggunakan test objektif dengan empat alternatif  jawaban, dengan jumlah soal sebanyak 30 item. Setelah peneliti melakukan uji instrument pada sampel 40 siswa, ada beberapa soal yang tidak valid, yaitu soal dengan no. 20 dan 25. Setelah konsultasikan dengan validitas isi, maka dalam hal ini penelitian selanjutnya digunakanlah instrument penguasaan tata bahasa dengan jumlah soal 25 item. Adapun kisi-kisi test tata bahasa ditampilkan pada tabel di bawah ini:
Tabel 1:  Kisi-kisi soal Penguasaan Tata Bahasa Inggris
N0
Aspek yang dinilai untuk kemampuan Tata Bahasa (Grammar)
Nomor Item
Jumlah butir soal

Kemampuan Pemahaman dan Penggunaan


1.
Noun (Kata Benda)
1,2
2
2.
Pronoun (Kata Ganti)
3,4,5
3
3.
Verb (Kata Kerja)
6,7,8
3
4.
Preposition (Kata Depan)
9,10,11
3
5.
Conjunction (Kata Penghubung)
12,13,14
3
6.
Simple Present tense (Kala kini)
15,16,17,18,19,20
6
7.
Simple Past tense (Kala lampau)
21,22,23,24,25
5
Jumlah
25

b). Test Kemampuan Berbicara Bahasa Inggris
Dalam Pembelajaran Kontekstual siswa dituntut untuk mempunyai kemampuan berpikir sekaligus berbagi ide/gagasan dalam bahasa Inggris. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah metode test performansi (tindakan). Tes performansi ini meliputi test berbicara sesuai dengan unsur kalimat, pola kalimat dan jenis kalimat sesuai dengan tenses,  Simple Present tense dan Simple Past tense. Aspek yang akan dinilai oleh peneliti, yang merupakan indikator dari ketrampilan berbagi ide/gagasan dengan kemampuan berbicara meliputi (1). Kesesuaian ide dengan isi yang disampaikan (Appropriateness), (2). Kelancaran (Fluency), (3). Gaya pengucapan (Diction), (4). Ketepatan berekspresi (Expression), (5). Ketepatan struktur kalimat yang dipakai (Grammar), dan (6). Ketepatan pilihan kata (Vocabulary). Secara lengkap kisi-kisi test ketrampilan berbicara ini dapat dilihat pada lampiran 3, sedangkan tes atau instrument ketrampilan berbicara adalah sebagai berikut.
Soal Tes Pratik Kemampuan berbicara (Speaking Ability )
Instruction
1. Describe your pet in front of  the class. If you don’t have one, describe an animal you would like to have.
2. The Generic Structure are:
     a. Identification : identifies your pet/an animal to be described
     b. Description : describes parts, qualities, characteristics
3. About 3-5 minutes
4. Aspects for evaluation are:
     a. Appropriateness
     b. Fluency
     c. Diction
     d. Expression
     e. Grammar
     f. Vocabulary

Penilaian
Penilaian dalam pembelajaran ketrampilan berbicara diarahkan dua hal:
1. Penilaian produk (hasil) diarahkan pada pengukuran ketrampilan siswa dalam mendeskripsikan binatang kesayangan mereka.
2. Penilaian proses diarahkan pada keaktifan siswa mengikuti pembelajaran.
Rubrik Penilaian Mendeskripsikan Binatang Kesayangan
No.
Aspek yang Dinilai
Tingkat Skala
1
Kesesuaian ide dengan isi yang disampaikan (tidak sesuai sama sekali --- sangat sesuai)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2
Kelancaran (terbata-bata --- lancar sekali)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
3
Gaya pengucapan (kaku --- wajar)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
4
Ketepatan berekspresi (tidak tepat --- tepat sekali)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
5
Ketepatan struktur kalimat yang dipakai (tidak tepat --- tepat sekali)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
6
Ketepatan pilihan kata (kosakata) yang digunakan (tidak tepat --- tepat sekali)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jumlah Skor

Catatan : Skor maksimal 60
c) Tes Kemampuan Membaca Bahasa Inggris
            1) Kisi kisi terlampir
            2) Soal dan kunci terlampir
Petunjuk penilaian:
a.       Jika menjawab benar diberikan skor 1
b.      Skor maksimal 50
c.       N = (Jumlah skor benar yang diperoleh )   x 100
                  Jumlah skor maksimal

Lampiran II

  KISI – KISI ANGKET
VARIABEL
INDIKATOR
ITEM +
ITEM -
JUMLAH
6.   Ketekunan dalam belajar


7.   Ulet dalam menghadapi kesulitan

8.   Minat dan ketajaman perhatian dalam belajar

9.   Berprestasi dalam belajar


10.              Mandiri dalam belajar
·      Kehadiran di sekolah
·      Mengikuti PBM di kelas
·      Belajar di rumah

·      Sikap terhadap kesulitan
·      Usaha mengatasi kesulitan


·      Kebiasaan dalam mengikuti pelajaran
·      Semangat dalam mengikuti PBM

·      Keinginan untuk berprestasi
·      Kualifikasi hasil

·      Penyelesaian tugas/PR
·      Menggunakan kesempatan di luar jam pelajaran
1, 3, 5
6, 8
10, 12, 14

16, 18, 20
22


24, 26

28, 30



32, 33
35, 37

39, 41
43, 45
2, 4
7,9
11, 13, 15

17, 19, 21
23


25, 27

29, 31



34
36, 38

40, 42
44, 46
5
4
6

6
2


4

4



3
4

4
4
JUMLAH
46

Pedoman penskoran
Pengkategorian didasarkan pada daerah kurva normal dibagi menjadi lima
kategori seperti dikemukakan oleh Glass & Hopkins (1984: 67) yaitu:
(M + 1,5 SD) ke atas                           : Sangat Tinggi
(M + 0,5 SD) s.d. < (M + 1,5 SD)      : Tinggi
(M – 0,5 SD) s.d. < (M + 0,5 SD)      : Cukup
(M – 1,5 SD) s.d. < (M - 0,5 SD)       : Rendah
Kurang dari (M – 1,5 SD)                   : Sangat Rendah
Skor rerata ideal                   = skor maksimal + skor minimal
                                                                             2
Standard Deviasi (SD)          = skor maksimal + skor minimal
                                                                        6

·         Skor maksimal              =         46 x 5  = 230
·         Skor minimal               =         46 x 1  = 46               

Jadi: Median   = (230 + 46)     =  138
                        2
SD       = (230 - 46)     =  31
                        6

NO
SKOR
KRITERIA
1
184,5  keatas
 Sangat tinggi
2
153,5  s.d. < 184,5
Tinggi
3
122,5  s.d. < 153,5
Cukup
4
91,5  s.d. < 122,5
Rendah
5
Kurang dari 91,5
Sangat Rendah

















ANGKET MOTIVASI BELAJAR SISWA
PETUNJUK PENGISIAN :
Pilihlah dan berilah tanda (√) pada kolom di sebelah kanan pernyataan sesuai dengan sikap anda :
SS        : Jika anda sangat setuju dengan pernyataan tersebut
S           : Jika anda setuju dengan pernyataan tersebut
R          : Jika anda ragu-ragu dengan pernyataan tersebut
TS        : Jika anda tidak setuju dengan pernyataan tersebut
STS     : Jika anda sangat tidak setuju dengan pernyataan tersebut
NO

PERNYATAAN
SS
S
R
TS
 STS
1
Saya hadir di sekolah sebelum bel masuk berbunyi





 2
Jika malas, saya tidak masuk sekolah





3
Saya merasa rugi jika tidak masuk sekolah





4
Jika guru sudah lebih dulu berada di sekolah, maka saya cenderung memilih tidak masuk





5
Saya berusaha untuk selalu hadir di sekolah





6
Saya mengikuti pelajaran di sekolah sampai jam pelajaran selesai





 7
Saya tidak mengikuti pelajaran , jika itu pelajaran yang tidak saya sukai





8
Saya tetap mengikuti pelajaran siapapun guru yang mengajarnya





9
Saya keluar kelas pada saat pelajaran berlangsung





10
Saya belajar di rumah dengan jadwal belajar yang teratur





11
Saya baru belajar di rumah jika ada tugas atau ulangan saja





 12
Untuk lebih memahami pelajaran, saya sempatkan belajar di rumah





13
Jika sudah tiba di rumah, saya malas untuk belajar.





14
Saya merasa perlu untuk belajar kembali di rumah.





15
Saya suka mengulur-ulur waktu belajar di rumah.





16
Saya merasa tertantang untuk mampu mengerjakan tugas yang sulit.





 17
Saya akan mengabaikan pelajaran, jika pelajaran itu sulit untuk dimengerti.





18
Saya tidak cepat putus asa ketika mengalami kesulitan dalam belajar.





19
Saya cenderung malas untuk belajar, jika menghadapi kesulitan dalam belajar.





20
Saya belajar sampai larut malam untuk menyelesaikan tugas sekolah dengan baik.





21
Saya membiarkan saja kesulitan yang saya temukan dalam belajar.





 22
Saya mengajak teman untuk berdiskusi jika menemukan kesulitan dalam belajar.





23
Jika saya sudah mencoba dan tidak dapat menghadapi kesulitan, maka saya tidak mau berusaha lagi.





24
Saya memperhatikan pelajaran yang diberikan guru dengan baik.





25
Saya ngobrol dengan teman sebangku, ketika guru sedang mengajar.





26
Saya menyimak penjelasan guru dari awal sampai akhir pelajaran.





 27
Saya mengerjakan pekerjaan lain pada saat guru mengajar.





28
Saya bersemangat memperhatikan guru mengajar.





29
Saya merasa lelah mengikuti pelajaran di kelas





30
Saya selalu mencoba mengkonsentrasikan perhatian terhadap pelajaran.





31
Saya kurang bersemangat mengikuti pelajaran, jika materi yang disampaikan guru tidak saya pahami





 32
Mencapai prestasi yang tinggi dalam belajar adalah keinginan saya.





33
Saya ingin berprestasi yang lebih baik dari sebelumnya.





34
Melihat kemampuan, saya tidak berkeinginan untuk berprestasi dalam belajar.





35
Saya puas, jika hasil prestasi lebih baik dari sebelumnya.





36
Saya menerima seberapapun hasil prestasi dalam belajar.





37
Saya telah puas terhadap prestasi, jika nilainya tidak ada yang merah.





38
Saya tidak ,mempunyai target dalam mencapai prestasi belajar.





39
Saya mengerjakan tugas dengan usaha sendiri.





40
Saya berusaha mengerjakan tugas dengan cara menyontek pekerjaan teman.





41
Saya dapat mengerjakan tugas/PR tanpa bantuan orang lain.





42
Saya mengerjakan tugas dengan asal-asalan yang penting selesai.





43
Saya mengisi jam pelajaran kosong dengan mengerjakan tugas yang belum selesai.





44
Saya merasa tidak perlu untuk belajar di luar jam pelajaran.





45
Jika ada pelajaran kosong, maka saya mempelajari kembali pelajaran yang sebelumnya.





46
Saya merasa senang ngobrol di kantin, jika ada jam pelajaran kosong.








   

1 komentar:

  1. Sangat menarik Bapak, namun banyak yang tidak terbaca rumusnya....

    BalasHapus