Rabu, 09 November 2011

KEPROFESIONALAN GURU DITINJAU DARI BESARNYA PEROLEHAN HASIL BELAJAR


KEPROFESIONALAN GURU
DITINJAU DARI BESARNYA PEROLEHAN HASIL BELAJAR
Oleh: Bambang Purnomo

Abstract
        Teacher is a profession The profession must be need a person who has a profesional competency.  Profesional  teacher  must be able to plan a lesson plan, to do the lesson plan, to evaluate the test, to analize the test result and to follow up the analizing. Just a few of our teachers has known the gain of the result of their learning procces,  so they don’t know  that they have been a profesional or haven’t.
        One of way to know the profesional teacher is through the discrepancy beetween the result of the learning proccess that it has been done (N1) and the zero condition (N0) before the learning activity. The total of   the result of the learning proccess that it has been done (N1) mines    the zero condition (N0) before the learning activity can be used to know,  how profesional they are.                                                                                         
        To know the degrees of the profesionalism of the teachers in their  learning proccess can be categoried at bellow table:
NO
Result of The Learning (HP=N1-N0)
Criteria
1
HP the same or less than 0
not profesional
2
HP = 0,01 – 0,99
low
3
HP = 1,00 – 1, 99
enough
4
HP = 2,00 – 2,99
high
5
HP = 3,00 – 4,00
Very high

From the tabel there are five categories of the profesionalsm. They are not profesional, low, enough, high, and very high.

Key words: keprofesionalan, guru, perolehan, hasil pembelajaran
               
I  PENDAHULUAN
Guru merupakan suatu profesi yang memerlukan para pelaku yang profesional. Profesional dalam hal ini guru dituntut untuk mampu merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, menganalisa, dan menindak lanjuti apa yang sudah diperoleh dari proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.
                Mengetahui perolehan hasil pembelajaran (HP)  sangat diperlukan dalam meningkatkan profesionalisme guru. Usaha yang mendatangkan hasil umumnya bisa menimbulkan motivasi dalam bekerja. Dan tak akan ada motivasi yang tanpa harapan. Usaha yang penuh harapan akan meningkatkan kinerja yang berdampak positif terhadap peningkatan mutu dan hasil.
                Semakin guru tahu berapa besar perolehan proses pembelajarannya akan menimbulkan motivasi khusus bagi peningkatan profesionalisme guru tersebut.
                Belum banyak guru yang mengetahui berapa besar tingkat profesionalisme mereka. Dan bahkan untuk mengetahui dari sisi mana guru sudah dianggap profesional atau belum profesional. Memang sekarang sudah ada sertifikasi guru profesional tetapi sangatlah perlu untuk tetap dikembangkan profesionalisme guru-guru tersebut secara terus menerus sehingga dampat sertifikasi guru benar-benar dapat menunjukkan adanya perubahan ke hal yang lebih baik yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah pada khususnya dan kualitas pendidikan nasional cecara umum.


II  PROFESIONALISME GURU
                Dari beberapa diskusi dengan guru-guru teman sejawat baik yang bermasa kerja kurang dari 5 tahun, 5 tahun, atau lebih dari 5 tahun bahkan ada yang lebih dari 10 tahun, 20 tahun bahkan 30 tahun. Dari guru tidak tetap (GTT), guru kontrak dan guru-guru yang sudah tetap ( pegawai negeri) ternyata bisa diambil kesimpulan bahwa sebagian besar guru-guru itu tidak mengetahui berapa besar nila awal (nilai pre-test activity/ N0) dan perolehan setelah mendapat pembelajaran (nilai post-test activity N1, N2, N3, dan seterusnya. Dengan kata lain berapa besar perolehan hasil pembelajaran yang sudah guru capai selama proses pembelajaran selama sampai dengan tengah semester 1 , sampai dengan satu semester, sampai dengan tengah semester 2, sampai dengan semester 2, sampai dengan 1 tahun , sampai dengan 2 tahun atau  sampai dengan 3 tahun.
                Sebelum melangkah hal-hal yang lebih lanjut mari kita bandingkan dengan ilustrasi sebagai berikut :
Sebuah pabrik yang melayani kebutuhan masyarakat. Pengelola pabrik itu pasti akan merencanakan berapa banyak hasil yang akan diproduksi, ke mana produksi itu akan didistribusikan, berapa hasil keuntungan yang akan diperoleh dalam satu tahun, setengah tahun atau satu tahun, bagaimana untuk meningkatkan hasil produksi baik kuantitas maupun kualitas, bagaimana untuk mengembangkan usahanya agar lebih maju dan menambahkan jumlah keuntungan yang berdampak pada kebonafitan perusahaan, sekaligus meningkatkan kesejahteraan semua karyawannya. Semua itu tidak lepas dari pengelolaan yang professional, yang didalamnya terdapat unsur merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, mengalisa dan menindak lanjuti hal-hal demi kemajuan perusahaan.
                Kembali kepada topik pokok permasalahan kita sebagai guru dan atau kepala sekolah, sudahkan kita melaksanakan seperti apa yang suatu pabrik laksanakan walaupun tidak dapat disamakan secara keseluruhan. Kalau belum artinya kita belum melaksanakan profesi guru dengan professional. Sebenarnya kita sudah melaksanakan banyak hal dalam melaksanakan profesi keguruan seperti yang sudah kita lakukan diatas anatara lain : merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, menganalisa dan bahkan menindak lanjuti proses pembelajaran kita, hanya saja selama ini banyak yang belum mengetahui berapa besar perolrhan yang kita peroleh dalam proses pembelajaran itu. Keprofesionalan kita terkurangi karena perolehan kita tidak bisa kita ketahui sehingga prediksi perolehan kita tidak bisa diperkirakan. Untuk itu masih banyak hal yang perlu kita kerjakan untuk melengkapi tingkat profesionalisme kita sebagai guru.
                Guru yang profesional merupakan dambaan bagi dunia pendidikan karena guru merupakan profesi yang memerlukan orang-orang yang ahli dalam bidangnya. Sudahkah guru-guru kita profesional? Tidak mudah seorang guru untuk menjawab pertanyaan diatas. Mengapa? Karena guru-guru kita tidak tahu apakah dirinya sudah profesional apa belum. Hal ini terjadi karena belum ada ukuran yang  menujukkan seorang guru sudah profesional ataum belum profesional. Berapa besar tingkat profesionalitasnya. Dengan dasar apa seorang guru menyatakan profesional. Mungkin saat ini sudah ada guru-guru yang mendapatkan sertifikat profesional dengan adanya program sertifikasi guru dan dosen. Apakah hal itu menjamin bahwa yang sudah lolos itu sudah profesional. Mari kita merenung, merefleksi diri kita masing-masing agar sertifikat guru profesional bisa kita pelihara dan ditingkatkan terus menerus agar berdampak pada peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.
        Penulis berikan  tabel tingkat profesionalisme dilihat dari besarnya perolehan hasil pembelajaran yang dilakukan oleh seorang guru.
NO
HASIL PEMBELAJARAN (HP=N1-N0)
KRITERIA
1
HP sama atau lebih kecil dari 0
Tidak profesional
2
HP = 0,01 – 0,99
Profesionalisme rendah
3
HP = 1,00 – 1, 99
Profesionalisme cukup
4
HP = 2,00 – 2,99
Profesionalisme baik
5
HP = 3,00 – 4,00
Profesionalisme sangat baik

        Dengan tabel tingkat profesionalisme tersebut diatas dapat dikatakan semakin besar perolehan hasil pembelajaran semakin tinggi tingkat profesionalisme.

 III  PEROLEHAN HASIL PEMBELAJARAN
                Danem SD pernah ada, pernah tidak ada dan sekarang ada daftar nilai UASBN, artinya nilau input bagi peserta didik di tingkat SMP bisa kita dapatkan dari nilai SD tetapi tidak semua mapel di SMP dapat mengambil data dari nilai UASBN. Hal ini merupakan hal yang perlu diupayakan agar mata pelajaraan yang belum ada di UASBN data nilai awal siswa dapat diketahui. Untuk mencari bagaimana mendapatkan nilai pre-test activity (N0) bagi peserta didik yang nantinya bisa dijadikan sebagai nilai awal bagi peserta didik sebelum memperoleh pembelajaran. Dan selanjutnya digunakan untuk mengetahui  perolehan hasil pembelajaran selama kurun waktu setengah semester, satu semester atau satu tahun bahkan tiga tahun pembelajaran caranya sebagai berikut :
  1. mengetahui data pre-test activity (N0)
  2. mengetahui data perolahan hasil pembelajaran/ post-test activity (N1)
  3. memilih alat test
  4. menentukan kapan test dilaksanakan
  5. mengalisa hasil test

1. Mengetahui Data Pre-Test Activity (N0)
                Data pre-test activity (N0) dapat diperoleh dari pre-test pada awal sebelum suatu proses pembelajaran dilaksanakan dengan berapa banyak pembelajaran yang diinginkan. Tentang berapa jumlah yang di pre-test kan terganutng komponen apa saja yang akan atau ingin diketahui, kurun waktu, input individual, klasikal atau sekolah. Kalau kita akan mengetahui input individual dan klasikal cukup mengadakan pre-test untuk masing-masing kelas atau kelas paralel, tetapi jika kita ingin memperoleh data input sekolah kita perlu waktu minimal 3 tahun untuk siswa SMP yaitu proses peserta didik awal duduk di kelas 7 sebelum ada proses pembelajaran.

2. Mengetahui Data Post-Test Activity (N1)
                Data post-test activity (N1) diperoleh dari post-test setelah dilakukan pembelajaran. Soal tes yang digunakan sebaiknya  sama atau sejenis dengan soal waktu pre-test untuk orang yang sama, hanya saja waktunya yang berbeda, tergantung pada kurun waktu yang ingin diketahui dan berapa banyak cakupan materi yang akan diberikan selama kurun waktu ini. Misalnya :
a. Materi untuk satu KD atau beberapa KD untuk mengetahui perolehan berupa hasil ulangan harian.
b. Materi selama setengah semester untuk memperoleh hasil pembelajaran dalam waktu setengah semester.
c. Kurun waktu satu semester dan materi satu semester akan diperoleh hasil pembelajaran selama satu semester bagi mata pelajaran dan guru tersebut.
d. Kurun waktu satu tahun dan materi satu tahun akan diperolah hasil pembelajaran selama satu tahun bagi mata pelajaran dan guru tersebut.
e. Kurun waktu tiga tahun dari materi tiga tahun akan diperoleh hasil pembelajaran selama tiga tahun bagi mata pelajaran dari satu orang guru atau beberapa guru yang mengajar di sekolah tersebut.

Untuk memperoleh hasil pembelajaran dalam satu semester atau satu tahun untuk mata pelaran tertentu bisa diperoleh oleh seorang guru secara individu tetapi untuk memperoleh hasil pembelajaran sekolah untuk mata pembelajaran tertentu perlu kerjasama dengan guru lain yang sama mata pelajarannya, misalnya pre-test activity dilakukan oleh guru kelas 7 dengan materi yang mencangkup bahan kelas 7, 8 dan 9 dan akan di-post-test activity-kan pada akhir tahun ke tiga pada saat siswa tersebut sudah duduk di kelas 9 semester 2.

3. Memilih Alat Test
                Pembuatan atau pemilihan  alan tes sebaiknya memperhatikan antara lain: cakupan materi harus diketahui dengan pasti. Materi untuk 1 semester, 1 tahun, atau 3 tahun, penyusunan alat tes perlu menggunakan prosedur yang benar sehingga cakupan materi, waktu dan tujuan pembelajaran bisa terukur dan memenuhi kriteria alat tes yang baik. Alat tes yang baik alat tes yang valid dan reliabel.

a. Reliabilitas
                Pengertian reliabilitas adalah suatu alat ukur untuk mengukur yang seharusnya diukur. Suatu alat dikatakan realibel jika alat tersebut menghasilakan suatu gambaran atau hasil pengukuran yang benar-benar dapat dipercaya. Dengan demikian alat pengukur itu dapat diandalkan untuk membuat hasil pengukuran atau alat tes reliabel, maka pengukuran yang dilakukan berulang-ulang dengan melalui alat yang sama tentang obyek dan subyek yang sama hasilnya akan tetap atau relatif sama jika subyek tersebut belum mendapat proses pembelajaran.
Ada tiga cara untuk menghitung reliabilitas suatu test yaitu: pengulangan pengukuran dengan alat yang sama, pengujian dengan alat ukur atau alat tes yang sama.dan dengan membagi suatu alat ukur menjadi dua bagian yang seimbang.
        1). Reliabilitas Pengukuran Ulang
        Dari hasil langkah ini akan didapat hasil pengukuran yang dapat diandalkan karena mengulangi pengukuran tersebut dengan tes yang sama sehingga hasil korelasi pengukuran yang pertama dan kedua hasilnya akan menunjukkan reliabel. Jenis ini hanya saja proses pengukuran kedua harus benar-benar tetap sama.

        2). Reliabilitas Pengukuran Setara
        Jika tes alat ukur yang setara dimiliki, maka kedua tes tersebut dapat diberikan terhadap subyek yang sama. Pengukuran ini dapat diberikan pada waktu yang berurutan atau pada waktu pengukuran tersebut subyek harus dalam keadaan dan kesiapan yang relatif sama, selanjutnya korelasi antara hasil kedua tes itu akan memberikan keadaan reliabilitas jenis ini.
        3). Reliabilitas Belah Dua
        Prosedur perhitungan yang paling sering digunakan adalah dengan penyelenggaraan sekali tes yang hasilnya untuk memperkirakan reliabilitas tes Caranya adalah dengan membagi tes yang digunakan menjadi dua dan hasil pada masing-masing bagian dikorelasikan satu sama lain.
        Pemecahan tes itu dapat dilaksanakan dengan mengumpulkan nomor ganjil pada bagian pertama dan nomor genap pada bagian yang kedua. Pemecahan soal-soal seperti ini hanya dilaksanakan pada waktu pemeriksaan dan tidak pada waktu penyajian pada peserta test. Melaui cara ini dengan sekali test diperoleh hasil test ini akan menunjukkan reliabilitas test tersebut. (Ditjen Pendidikan Tinggi Departemen P dan K, 1983, Evaluasi Belajar, 34-35).

b. Validitas
        Pengertian validitas adalah suatu alat tes dapat dikatakan valid jika alat tersebut benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur. Misalnya untuk mengukur suhu tubuh manusia dipakai termometer badan, untuk mengukur panjang suatu benda kita menggunakan meteran, untuk mengukur kecepatan kendaraan kita gunakan speedometer dan untuk mengukur kemampuan berbahasa Inggris baik teori maupun praktek digunakan tes bahasa Inggris yang setingkat dengan kemampuan subyek yang hendak diukur. Secara umum dapat dikatakan bahwa suatu tes untuk mata pelajaran tertentu dikatakan valid jika tes tersebut benar-benar sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan untuk dicapai dengan pengujian mata pelajaran tersebut.
        Ada dua hal  timbul sewaktu kita akan mengetahui ke-validitas-an suatu tes, yaitu (1) Apakah yang secara tepat diukur oleh tes tersebut? Dan (2) Bagaimana baiknya tes tersebut mengukur hal itu?. Jika tes tersebut berdasarkan analisis yang tepat mengenai skill yang hendak diukur, dan jika ada bukti yang cukup bahwa skor tes berkorelasi cukup tinggi dengan kemampuan yang sebenarnya dalam bidang skill yang hendak diukur, maka dengan lega dapatlah dinyatakan bahwa tes tersebut valid.  Ada 3 Jenis Validitas yang umum,
1). Validitas isi
        Jika suatu tes dirancang untuk mengukur penguasaan suatu skill khusus atau isi suatu mata pelajaran, maka tes tersebut seharusnya didasarkan pada analisis yang cermat mengenai skill tersebut atau pada ringkasan mata pelajaran yang dimaksud, dari butir-butir tes itu harus mewakili dengan baik masing-masing bagian analisis atau ringkasan tersebut. Misalnya, jika suatu tes dimaksudkan untuk mengukur penguasaan siswa mengenai tes tertulis bahasa Inggris khususnya kemampuan membaca (reading comprehension) bukan membaca keras (reading loudly), maka mula-mula harus diadakan analisis mengenai berbagai macam kemampuan membaca, penyebaran jenis teks, thema dengan kosakata yang berkesesuaian dengan kelompok belajar peserta didik, ranah kognitif dan tingkat kesukaran yang berimbang, serta jumlah soal yang bersesuaian denagn waktu yang tersedia. Bila tes yang disusun telah mencerminkan analisis dalam ketentuan-ketentuan tersebut, maka tes itu telah memiliki validitas isi. Janganlah memilih tes hanya memperhatikan judul yang disajikan oleh pembuat tes, sebab seringlah judul tersebut tidak sesuai dengan isinya.
2). Validitas Konsep atau Kontruksi
        Validitas konsep atau kontruksi bisa dijelaskan dengan suatu contoh : misalnya untuk kelas 9 SMP disusun tes tentang reading  comprehensions. Dalam hal ini pembuat tes harus memahami benar pengertian mengenai Reading Comprehension yang dimaksud. Selanjutnya pembuat tes itu harus mengetahui perilaku-perilaku siswa yang diharapkan dalam hubungannya dengan kemampuan dalam Reading Comprehension.
        Bila tes tersebut dapat mengukur dengan baik perilaku siswa yang menunjukkan bahwa siswa itu mempunyai kemampuan yang mantap dalam Reading Comprehension, maka dapatlah dinyatakan bahwa tes tersebut memiliki validitas konsep atau kontruksi. Perilaku siswa menunjukkan bahwa dia mempunyai kemampuan dalam Reading Comprehension itu, antara lain, adalah memahami dan mengetahui semua fakta yang tersurat dan memahami dan mengetahui segala fakta baik yang tersurat maupun yang tersirat.
3). Validitas Muka
        Disamping memiliki isi dan konsep, tes harus memiliki validas muka. Misalnya jika tes tersebut mempunyai bentuk dan muka atau penampilan yang meyakinkan bagi orang lain  yang berkepentingan dengan penggunaan ter tersebut. Validitas ini merupakan ciri suatu tes yang cukup penting, namun kedua validitas tersebut tidak boleh diabaikan karena ketiganya sering dipentingkan.

c. Kepraktisan tes
        Kepraktisan tes adalah hal penting lain yang harus dimiliki oleh suatu tes yang baik. Apalah artinya suatu tes yang mungkin sekali sangat andal dan sangat sahih, tetapi tes itu diluar jangkauan dari kemampuan siswa. Oleh sebab itu dalam menyiapkan suatu tes baru atau pemilihan dari tes yang tersedia, kita perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1). Penghematan
        Kita ketahui bersama bahwa pengetesan kemampuan berbahasa umumnya memerlukan biaya yang tidak sedikit. Sebagai contoh, ketika suatu tes standar digunakan tentu biayanya tidak murah, sehingga hal itu sangat memberatkan lembaga pendidikan yang bersangkutan juga penentuan orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan tes sangat mempengaruhi biaya tes.
       
2). Kemudahan dalam Pengadministrasian
Ada beberapa faktor untuk mempermudah dalam pengadministrasian suatu tes adalah :
a) Petunjuk-petunjuk yang mudah dan lengkap
b) Alokasi waktu yang tepat
c) Penyusunan dan penulisan tes

3). Kemudahan dalam Penginterprestasian
        Angka yang diperoleh suatu tes dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan. Untuk itu angka itu harus diinterprestasikan sehingga memiliki makna. Tes buatan guru, guru yang membuat tes itu diharapakan telah mampu menyediakan perhitungan-perhitungan statistik yang diperlukan untuk mengolah angka-angka yang didapat dengan tes baku, biasanya penyusun tes telah menyediakan berbagai keterangan dan bahan-bahan yang dapat digunakan untuk menginterprestasikan angka-angka yang diperoleh dari tes tersebut.

4. Menentukan Kapan Pelaksanaan Tes dilaksanakan
                Karena dalam hak ini ingin memperoleh data input dan output maka, pre-test activity dilaksanakan pada awal kapan pembelajaran akan dilaksanakan. Hasil tes tersebut kita jadikan nilai input bagi kita sedangkan output / nilai post-test activity dilaksanakan kapan suatu pembelajaran itu telah selesai dilaksanakan. Hal ini tergantung keperluan keperluan, tergantung berapa banyak dan berapa lama pembelajaran itu terjadi misalnya : pada tengah semester 1 dan 2, akhir semester 1, akhir semester 2 (masing-masing kelas paralel) atau akhir semester 2 kelas 9 untuk keperluan hasil proses pembelajaran selama tiga tahun. Untuk jelasnya disampaikan dalam tabel di bawah ini:
No
Pre-test act
Post-test act
Keterangan
1
Awal semester 1
Tengah
Semster 1
Untuk mengetahui proses pembelajaran selama setengah semester
2
Awal semester 1
Akhir sem. 1
Untuk mengetahui proses pembelajaran semester 1
3
Awal semester 1
Akhir sem. 2
Untuk mengetahui proses pembelajaran semester 2
4
Awal semester 1
Akhir sem.2
Untuk mengetahui proses pembelajaran selama 1 tahun
5
Awal semester  1 kelas 1
Akhir sem. 2 kelas 3
Untuk mengetahui proses pembelajaran selama 3 tahun

                Hasil pre-test activity (N0) digunakan sebagai angka input bagi peserta didik, sedangkan angka post-test activity (TT) digunakan untuk mengetahui perolehan proses pembelajaran yang akan dicapai. Hasil (T1-T1) merupakan volume besarnya proses pembelajaran yang didapat dalam kurun waktu tertentu. Sedangkan perolehan pembelajaran yang sesungguhnya adalah hasil tes sesungguhnya (N1) dikurangi dengan pre-test activity (N0) perolehan proses pembelajaran yang sesungguhnya adalah (N1-N0) = Hasil perolehan proses pembelajaran. Dari proses pembelajaran yang dimaksud menurut keperluan proses pembelajaran yang mana yang akan kita ukur


IV.  CONTOH PEROLEHAN HASIL PEMBELAJARAN

A. Analisa  Perolehan Hasil Pembelajaran

                Analisa tersebut berdasarkan data pencapain hasil pembelajaran yang pernah dilakukan pada siswa yang penulis ajar. Tindakan itu dilakukan karena penulis sebagai guru ingin mengetahui seberapa besar hasil perolehan selama melakukan pembelajaran sekaligus untuk mengetahui tingkat profesionalismenya. Adapun laporan pendidikan berdasarkan pengalaman pembelajaran ini penulis laporkan sebagai berikut.
                Data awal (N0) didapatkan berdasarkan hasil tes pada akhir semester 1 yang dijadikan  hasil pre-test activity (N0) yang merupakan nilai awal pada semester 2. Alat tes yang digunakan adalah soal-soal tes Ujian Nasional/Ebtanas. Berikut tabel pelaksanaan tes seperti tabel pada tabel 1 romawi IV  di bawah ini:

Tabel 1

NO
KODE SOAL
THN

KLS
WAKTU
KET
Tes (N0)
Tes (N1)
1
P1
2001/2002
3 A
11/11/ 2002
23/4/ 2003
Analisa data untuk mengetahui hasil perolehan pembelajaran selama semester 2
2
P2
2000/ 2001
3 B
12/11/ 2002
02/05/ 2003
3
P2
2000/ 2001
3 C
12/11/ 2002
07/05/ 2003
4
P4
2001/ 2002
3 D
11/12/ 2002
05/05/ 2003
5
P5
1999/ 2000
3 E
13/11/ 2002
22/04/ 2003

Tabel 2: Contoh tabel nilai perolehan nilai individual dan analisanya
NILAI PRE-TEST ACTIVITY (N0) DAN POST-TEST ACTIVITY (N1)
MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS / KODE SOAL : P1 (2001-2002)






NO
NAMA SISWA
Nilai Awal (N0)
Nilai Postes (N1)
(N1 - N0)
Ket.
Tgl. 11/11/2002
Tgl. 23/04/2003
1

5,00
7,00
2,00

2

6,80
8,50
1,70

3

5,30
8,10
2,80

4

6,80
7,30
0,50

5

7,10
8,50
1,40

6

6,10
7,60
1,50

7

4,50
8,90
4,40

dst

7,80
6,80
-1,00

JUMLAH
236,10
291,80
55,70

RATA-RATA
5,90
7,30
1,39


B. Analisa Perolehan Individual
                Adapun perolehan hasil pembelajaran didapatkan dari nilai post-test activity (N1) nilai setelah dilakukan pembelajaran dikurangi dengan nilai pre-test activity (N0) nilai sebelum dilakukan pembelajaran.

                Hasil perolehan pembelajaran  = N1 – N0

C. Analisa Secara Klasikal dan Paralel

                                                                     Jumlah perolehan yang dicapai siswa
Hasil Perolehan Pembelajaran =
                                                                                Jumlah siswa
Berikut contoh hasil analisa sepert pada tabel 3 romawi IV dibawah ini:

Tabel 3

REKAPITULASI PEROLEHAN HASIL PEMBELAJARAN
NO
KELAS
NO
N1
N1-N0
KET
1
3A
5,90
7,30
1,40
berhasil
2
3B
5,71
6,08
0,37
berhasil
3
3C
6,18
8,01
1,83
berhasil
4
3D
6,45
7,79
1,34
berhasil
5
3E
6,10
6,58
0,48
berhasil
JUMLAH
30,34
35,76
5,42

RATA2
6,07
7,15
1,08


                Dari data dalam tabel 3 tersebut diperlihatkan bahwa perolehan secara klasikal kelas 3A  sebesar 1,40, kela 3B sebesar 0,37, kelas 3C sebesar 1,83, kelas 3D sebesar 1,34 dan kelas 3E sebesar 0,48. Dari kelima kelas menujukkan bahwa perolehan secara klasikal semua kelas > 0 , dengan kata lain hasilnya positif tidak minus, artinya pembelajaran yang dilaksanakan berhasil.
Dari gambar 1 pada romawi IV ini adalah komparasi Nilai awal (N0) nilai pada akhir semester 1 yang dibandingkan dengan Nilai setelah mendapatkan pembelajaran (N1) nilai pada akhir semester 2 menunjukkan bahwa adanya peningkatan perolehan.
Gambar 1: Grafik komparasi N0 dan N1 secara klasikal
                Adapun peningkatanya adalah sebagai berikut: kelas 3A meningkat dari nilai rata-rata dari 5,90 menjadi 7,30, kelas 3B meningkat dari nilai rata-rata dari 5,71 menjadi 6,08, kelas 3C meningkat dari nilai rata-rata dari 6,18 menjadi 8,01, kelas 3D meningkat dari nilai rata-rata dari 6,45 menjadi 7,79 dan kelas 3E meningkat dari nilai rata-rata dari 6,10 menjadi 6,58.
Gambar 2: Grafik Perolahan Hasil Pembelajaran
                Gambar 2 pada romawi IV ini menunjukan adanya peningkatan hasil perolehan nilai secara kelas paralel yang terdiri dari lima kelas. Dari rata-rata nilai awal (N0) kelas paralel sebesar 6,07 menjadi rata-rata kelas paralenya sebesar 7,15. sehingga ada selisih positif sebesar 1,08. Angka 1,08 itulah merupakan besarnya perolehan hasil pembelajaran selama semester 2. Besarnya perolehan hasil pembelajaran inilah yang menunjukkan tingkat profesionalitas seorang guru dalam melaksanakan pembelajaran. Jika hasilnya positif dapat memacu motivasi untuk meningkatkan agar perolahan hasil pembelajaran dapat lebih dioptimalkan sebaliknya jika perolehan hasil pembelajaran itu kecil bahkan mungkin negatif dapat dijadikan cambuk untuk merefleksi diri mengapa hasilnya seperti tersebut. Apa sebabnya? Bagaimana hal ini bisa terjadi? Apa masalhnya? Bagaimana untuk memecahkan masalah tersebut? Diharapkan apapun hasil analisa dapat digunakan untuk mengukur tingkat profesionalitas dan meningkatkan profesionalisme.

 V  PENUTUP
                Keprofesionalan guru dapat dilihat dari seberapa besar perolehan dari hasil pembelajaran yang telah mereka lakukan. Dari perolehan hasil pembelajaran yang dicapai dapat  digunakan sebagai salah satu cara untuk mengetahui tingkat profesionalime seorang guru. Dan hal ini dapat juga untuk memotivasi bagi guru itu sendiri, baik keberhasilan maupun kegagalan, karena perolehan dari pembelajaran yang mereka peroleh dari pembelajaran yang mereka lakukan bisa diketahui dengan jelas sehingga apapun hasilnya itulah hasil yang diperoleh.
Sebaiknya kita sebagai guru lebih baik menerima kegagalan itu dan tidak mencari kegagalan karena pihak lain. Misalnya unsur siswa, unsur keadaan, ekonomi, unsur lokasi dan lain sebagainya yang kadang dijadikan kambing hitam atas kegagalan kita. Kegagalan tersebut dijadikan motivasi untuk melangkah ke proses pembelajaran yang lebih baik. Pada akhirnya dapat berhasil dan selalu meningkatkan angka keberhasilannya. Semakin besar angka perolehan dalam pembelajaran semakin besar tingkat keberhasilan kita.
Dengan mengetahui perolehan hasil pembelajaran guru dapat mengetahui kualitas profesionalismenya. Semakin besar perolehan hasil pembelajaran semakin tinggi profesionalismenya.
 
DAFTAR PUSTAKA

Ary Ginanjar Agustian, 2005. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual (ESQ). Jakarta: Penerbit Arga.
Bambang Purnomo, 2009. Improving The Teacher’s Profesionalism by Analizing The Gaining of The Learning Result. Kebumen: Perpustakaan Citra SMP N 4 Gombong
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1999. Kurikulum 1994 dan Suplemennya. Jakarta : Depdikbud.
Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa Inggris SMP dan MTs. Jakarta : Puskur Balitbang Depdiknas.
Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Pendekatan Kontekstual. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama.
DePorter,Bobbi,&Hernacki,Mike. 2005. Quantum Learning. Bandung: Mizan
Djawanto PS,S.E. 2000. Pokok-pokok Metode Riset dan Bimbingan Teknis Penulisan Skripsi. Yogyakata : Liberty Yogyakarta.
Peraturan Menteri Pedidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan.
Priyono, Andreas, Drs. , Dipl,Art,M.Sc.Ed. dan Drs. H. Djunaedi. 2001. Petunjuk Praktis Classroom Based Action Reseach. Semarang : Proyek Perluasan dan Peningkatan Mutu SLTP Jateng.
Suharsimi Arikunto, dkk. 2006. Penulisan Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Soekemi, 1999. Kedudukan Evaluasi Dalam Pengajaran Bahasa Inggris dan Sifat-Sifat tes yang digunakan, Jakarta:Universitas Terbuka,
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dikmenum, Depdikbud.
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomnor 025/O/1995 tentang Petunjuk Teknis Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 84/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor: 0443/P/1993 Nomor: 25 Tahun 1993 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
Kesputusan Badan Standar Nasional Pendidikan Nomor: 984/BSNP/XI/2007 tentang Prosedur Operasi Standar (POS) Ujian Nasional Sekolah tahunh pelajaran 2007/2008.
Saifuddin Anwar, 2010. Tes Prestasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar