Hasil Perolehan Proses
Pembelajaran Guru yang Positif
akan Meningkatkan
Profesionalisme
Oleh
Bambang Purnomo
KATA PENGANTAR
Atas berkat rahmat Alloh Yang
Maha Kuasa karya tulis ini bisa tersusun. Hal ini terdorong oleh keinginan
penulis untuk meningkatkan ke-profesional-kan sebagai seorang guru yang
dituntut untuk mampu menyusun karya ilmiah yang merupakan rangkaian tugas demi
kewajiban bagi profesi guru.
Karya tulis ini diberi judul :
“Hasil Perolehan Proses Pembelajaran Guru yang Positif akan Meningkatkan
Profesionalisme”, yang bertujuan untuk memberikan gambaran dan fenomena baru
untuk meningkatkan motivasi bagi pembaca dan termasuk penulis itu sendiri.
Penulisan tak akan tersusun
tanpa bantuan berbagai pihak. Dan hal ini penulis mengucapkan terima kasih atas
semua bantuannya tanpa menyebutkan satu persatu.
Penulis menyadari karya tulis
ini tersusun masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran-saran dan kritik
sangat diharapkan bagi penyempurnaan karya tulis ini.
Terima kasih semoga bermanfaat.
BAB I
PENDAHULUAN
Guru
merupakan suatu profesi yang memerlukan para pelaku yang profesional.
Profesional dalam hal ini guru dituntut untuk mampu merencanakan, melaksanakan,
mengevaluasi, menganalisa, dan menindak lanjuti apa yang sudah diperoleh dari
proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Motivasi
sangat diperlukan dalam meningkatkan profesionalisme guru. Salah satunya adalah
mengetahui berapa besar perolehan dalam proses pembelajaran yang para guru di
sekolah lakukan. Usaha yang mendatangkan
hasil umumnya bisa menimbulkan motivasi dalam bekerja. Dan tak akan ada
motivasi yang tanpa harapan. Usaha yang penuh harapan akan meningkatkan kinerja
yang berdampak positif terhadap peningkatan mutu dan hasil.
Semakin
guru tahu berapa besar perolehan proses pembelajarannya akan menimbulkan
motivasi khusus bagi peningkatan profesionalisme guru tersebut.
Belum
banyak guru yang mengetahui berapa besar tingkat profesionalisme mereka. Dan
bahkan untuk mengetahui dari sisi mana guru sudah dianggap profesional atau
belum profesional. Memang sekarang sudah ada sertifikasi guru profesional
tetapi sangatlah perlu untuk tetap dikembangkan profesionalisme guru-guru
tersebut secara terus menerus sehingga dampat sertifikasi guru benar-benar
dapat menunjukkan adanya perubahan ke hal yang lebih baik yang pada akhirnya
dapat meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah pada khususnya dan kualitas
pendidikan nasional cecara umum.
Dari
analisa kuisioner yang pernah penulis lakukan pada rekan sejawat hasilnya sebagai berikut :
50% menyatakan tidak tahu data awal (N0) dan data
perolehan siswa setelah proses
pembelajaran dilakukan.
15% menyatakan tidak tahu berapa prediksi nilai perolehan
yang akan dicapai selama pembelajaran.
5% menyatakan tidak tahu untuk apa data pre-test
activity (N0) itu diketahui..
20% menyatakan setuju bahwa tugas guru selain
mengajar juga mendidik.
10% menyatakan tidak pernah merasa berhasil.
20% tahu bagaimana cara meningkatkan pendidikan di
sekolah yang antara lain :
1. Dengan giat melaksanakan proses kegiatan
belajar dan mengajar.
2. Melibatkan banyak faktor pendukung untuk
meningkatkan mutu dan hasil.
3. Melaksanakan visi dan misi sekolah serta
meningkatkan profesionalisme (leader, guru dan karyawan di lingkungan sekolah).
4. Meningkatkan motivasi dalam proses pembelajaran.
5. Mengetahui berapa besar perolehan yang
didapat dalam proses pembelajaran.
BAB II
PROFESIONALISME GURU
PROFESIONALISME GURU
Dari beberapa
diskusi dengan guru-guru teman sejawat baik yang bermasa kerja kurang dari 5
tahun, 5 tahun, atau lebih dari 5 tahun bahkan ada yang lebih dari 10 tahun, 20
tahun bahkan 30 tahun. Dari guru tidak tetap (GTT), guru kontrak dan guru-guru
yang sudah tetap ( pegawai negeri) ternyata bisa diambil kesimpulan bahwa
sebagian besar guru-guru itu tidak mengetahui berapa besar nila awal (nilai
pre-test activity/ N0) dan perolehan setelah mendapat pembelajaran (nilai
post-test activity N1, N2, N3, dan seterusnya. Dengan kata lain berapa besar
perolehan hasil pembelajaran yang sudah guru capai selama proses pembelajaran
selama sampai dengan tengah semester 1 , sampai dengan satu semester, sampai
dengan tengah semester 2, sampai dengan semester 2, sampai dengan 1 tahun ,
sampai dengan 2 tahun atau sampai dengan
3 tahun.
Sebelum melangkah
hal-hal yang lebih lanjut mari kita bandingkan dengan ilustrasi sebagai berikut
:
Sebuah pabrik yang melayani kebutuhan masyarakat. Pengelola pabrik
itu pasti akan merencanakan berapa banyak hasil yang akan diproduksi, ke mana
produksi itu akan didistribusikan, berapa hasil keuntungan yang akan diperoleh
dalam satu tahun, setengah tahun atau satu tahun, bagaimana untuk meningkatkan
hasil produksi baik kuantitas maupun kualitas, bagaimana untuk mengembangkan
usahanya agar lebih maju dan menambahkan jumlah keuntungan yang berdampak pada
kebonafitan perusahaan, sekaligus meningkatkan kesejahteraan semua karyawannya.
Semua itu tidak lepas dari pengelolaan yang professional, yang didalamnya
terdapat unsur merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, mengalisa dan menindak
lanjuti hal-hal demi kemajuan perusahaan.
Kembali kepada
topik pokok permasalahan kita sebagai guru dan atau kepala sekolah, sudahkan
kita melaksanakan seperti apa yang suatu pabrik laksanakan walaupun tidak dapat
disamakan secara keseluruhan. Kalau belum artinya kita belum melaksanakan
profesi guru dengan professional. Sebenarnya kita sudah melaksanakan banyak hal
dalam melaksanakan profesi keguruan seperti yang sudah kita lakukan diatas
anatara lain : merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, menganalisa dan bahkan
menindak lanjuti proses pembelajaran kita, hanya saja selama ini banyak yang
belum mengetahui berapa besar perolrhan yang kita peroleh dalam proses
pembelajaran itu. Keprofesionalan kita terkurangi karena perolehan kita tidak
bisa kita ketahui sehingga prediksi perolehan kita tidak bisa diperkirakan.
Untuk itu masih banyak hal yang perlu kita kerjakan untuk melengkapi tingkat
profesionalisme kita sebagai guru.
Memang sudah banyak
yang meneliti tentang data input-output 5 mata pelajaran yaitu PPKn,
Matematika, Bahasa Indonesia, IPA dan IPS. Mareka mengambil input dari Danem SD yang pada waktu itu masih ada Ebtanas
bagi SD dan nilai UASBN yang baru tahun 2007 dilaksanakan oleh pemerintah
dengan melibatkan BSNP, tetapi hasil penelitian itu sangat kecil pengaruhnya
bagi peningkatan motivasi guru dalam proses pembelajaran dalam menuju guru yang
professional. Hal ini disebabkan karena hampir semua penelitian tentang hal ini
sedikit sekali peneliti yang menyatakan bahwa output SLTP lebih tinggi dari
input SD bahkan hasilnya cenderung negatif. Dan juga ada beberapa mapel yang di Sekolah Menengah Pertama ada tetapi
di Sekolah Dasar belum ada. Proses pembelajaran yang hasilnya negatif bisa
dikatakan gagal, padahal proses pembelajaran yang sudah dilaksanakan selama
kurun waktu kurang lebih 3 tahun nyatanya paserta didik sudah mengalami proses
pembelajaran antara lain :peserta didik yang belum bisa menjadi bias, peserta
didik yang belum tahu menjadi tahu, peserta didik yang belum terampil menjadi
terampil, peserta didik yang belum dewasa menjadi dewasa. Dan pada dasarnya
mereka selama pembelajaran sudah mengalami perubahan-perubahan dibandingkan
dengan sebelum adanya pembelajaran. Dengan hasil yang selalu negatif dan
prediksinya hanya prediksi untuk memperkecil nilai minus. Dari hasil ini sedikit sekali guru yang berani
menyatakan bahwa proses belajar-mengajar yang dilakukan mereka sudah berhasil.
Dengan tidak berani menyatakan bahwa proses pembelajaran itu berhasil apalagi
untuk menyatakan dirinya itu sudah profesional ini perlu dipertanyakan, karena
menurut ketentuan keberhasilan atau
kegagalan dinyatakan sebagai sebagai berikut :
- jika hasil perolehan proses pembelajaran < 0, berarti proses pembelajaran dianggap gagal.
- jika hasil perolehan proses pembelajaran = 0, berarti proses pembelajaran dianggap belum memberikan adanya perubahan.
- jika hasil perolehan proses pembelajaran > 0, berarti proses pembelajaran dianggap berhasil.
Jika
proses pembelajaran selalu hasilnya minus bahkan prediksipun hasilnya tidak
pernah > dari pada 0, maka akan dan sudah menimbulkan beban psikologis yang
berdampak pada keputusasaan dan tidak dapat membangkitkan motivasi dalam meningkatan guru yang
profesional. Guru yang profesional itu guru yang mampu merencanakan,
melaksanakan, mengevaluasi, mengalisa, menindak lanjuti hasil analisa, evaluasi
dan mengetahui berapa besar perolehan
pembelajaran yang telah dilaksanakan minimalnya dalam 1 semester atau 1 tahun pembelajaran. Dengan mengetahui
berapa besar hasil pembelajaran itu baik negatif, 0 atau positif akan
meningkatkan motivasi khususnya bagi guru untuk meningktakan profesionalisme ,
yang berdampak pada meningkanya keprofesionalan dari guru tersebut, karena
proses pembelajaran mereka ternyata berhasil. Walaupun, tingkat keberhasilannya
sangat bervariasi, semakin nilai positifnya semakin besar berkorelasi positif
terhadap meningkatnya motivasi.
BAB III
PEROLEHAN HASIL PROSES PEMBELAJARAN
Danem
SD pernah ada, pernah tidak ada dan sekarang ada daftar nilai UASBN, artinya
nilau input bagi peserta didik di tingkat SLTP bisa kita dapatkan dari nilai SD
tetapi tidak semua mapel di SMP dapat mengambil data dari nilai UASBN. Hal ini
merupakan hal yang perlu diupayakan agar mata pelajaraan yang belum ada di
UASBN data nilai awal siswa dapat diketahui. Untuk mencari bagaimana mendapatkan
nilai pre-test activity (N0) bagi
peserta didik yang nantinya bisa dijadikan sebagai nilai awal bagi peserta didik
sebelum memperoleh pembelajaran. Dan selanjutnya digunakan untuk mengetahui perolehan hasil pembelajaran selama kurun
waktu setengah semester, satu semester atau satu tahun bahkan tiga tahun
pembelajaran caranya sebagai berikut :
- mengetahui data pre-test activity (N0)
- mengetahui data perolahan hasil pembelajaran/ post-test activity (N1)
- memilih alat test
- menentukan kapan test dilaksanakan
- mengalisa hasil test
1. Mengetahui Data Pre-Test Activity (N0)
Data pre-test activity (N0) dapat diperoleh
dari pre-test pada awal sebelum suatu
proses pembelajaran dilaksanakan dengan berapa banyak pembelajaran yang
diinginkan. Tentang berapa jumlah yang di pre-test
kan
terganutng komponen apa saja yang akan atau ingin diketahui, kurun waktu, input
individual, klasikal atau sekolah. Kalau kita akan mengetahui input individual
dan klasikal cukup mengadakan pre-test
untuk masing-masing kelas atau kelas paralel, tetapi jika kita ingin memperoleh
data input sekolah kita perlu waktu minimal 3 tahun untuk siswa SMP yaitu
proses peserta didik awal duduk di kelas 7 sebelum ada proses pembelajaran.
2. Mengetahui Data Post-Test Activity (N1)
Data post-test activity (N1) diperoleh dari post-test setelah dilakukan pembelajaran. Soal tes yang digunakan
sebaiknya sama atau sejenis dengan soal
waktu pre-test untuk orang yang sama,
hanya saja waktunya yang berbeda, tergantung pada kurun waktu yang ingin
diketahui dan berapa banyak cakupan materi yang akan diberikan selama kurun
waktu ini. Misalnya :
a. Materi untuk satu KD atau beberapa KD untuk mengetahui perolehan berupa
hasil ulangan harian.
b. Materi selama setengah semester untuk memperoleh hasil pembelajaran
dalam waktu setengah semester.
c. Kurun waktu satu semester dan materi satu semester akan diperoleh hasil
pembelajaran selama satu semester bagi mata pelajaran dan guru tersebut.
d. Kurun waktu satu tahun dan materi satu tahun akan diperolah hasil pembelajaran
selama satu tahun bagi mata pelajaran dan guru tersebut.
e. Kurun waktu tiga tahun dari materi tiga tahun akan diperoleh hasil
pembelajaran selama tiga tahun bagi mata pelajaran dari satu orang guru atau
beberapa guru yang mengajar di sekolah tersebut.
Untuk memperoleh
hasil pembelajaran dalam satu semester atau satu tahun untuk mata pelaran
tertentu bisa diperoleh oleh seorang guru secara individu tetapi untuk
memperoleh hasil pembelajaran sekolah untuk mata pembelajaran tertentu perlu
kerjasama dengan guru lain yang sama mata pelajarannya, misalnya pre-test activity dilakukan oleh guru kelas 7 dengan materi yang mencangkup
bahan kelas 7, 8 dan 9 dan akan di-post-test
activity-kan pada akhir tahun ke tiga
pada saat siswa tersebut sudah duduk di kelas 9 semester 2.
3. Memilih Alat Test
Pembuatan
atau pemilihan alan tes sebaiknya
memperhatikan antara lain: cakupan
materi harus diketahui dengan pasti. Materi untuk 1 semester, 1 tahun, atau 3
tahun, penyusunan alat tes perlu menggunakan prosedur yang benar sehingga
cakupan materi, waktu dan tujuan pembelajaran bisa terukur dan memenuhi
kriteria alat tes yang baik. Alat tes yang baik alat tes yang valid dan
reliabel.
a. Reliabilitas
Pengertian
reliabilitas adalah suatu alat ukur untuk mengukur yang seharusnya diukur.
Suatu alat dikatakan realibel jika alat tersebut menghasilakan suatu gambaran atau hasil pengukuran yang
benar-benar dapat dipercaya. Dengan demikian alat pengukur itu dapat diandalkan
untuk membuat hasil pengukuran atau alat tes reliabel, maka pengukuran yang
dilakukan berulang-ulang dengan melalui alat yang sama tentang obyek dan subyek
yang sama hasilnya akan tetap atau relatif sama jika subyek tersebut belum
mendapat proses pembelajaran.
Ada tiga cara untuk menghitung
reliabilitas suatu test yaitu: pengulangan pengukuran dengan alat yang sama, pengujian
dengan alat ukur atau alat tes yang sama.dan dengan membagi suatu alat ukur
menjadi dua bagian yang seimbang.
1.
Reliabilitas Pengukuran Ulang
Dari
hasil langkah ini akan didapat hasil pengukuran yang dapat diandalkan karena
mengulangi pengukuran tersebut dengan tes yang sama sehingga hasil korelasi
pengukuran yang pertama dan kedua hasilnya akan menunjukkan reliabel. Jenis ini
hanya saja proses pengukuran kedua harus benar-benar tetap sama.
2.
Reliabilitas Pengukuran Setara
Jika
tes alat ukur yang setara dimiliki, maka kedua tes tersebut dapat diberikan
terhadap subyek yang sama. Pengukuran ini dapat diberikan pada waktu yang
berurutan atau pada waktu pengukuran tersebut subyek harus dalam keadaan dan
kesiapan yang relatif sama, selanjutnya korelasi antara hasil kedua tes itu
akan memberikan keadaan reliabilitas jenis ini.
3.
Reliabilitas Belah Dua
Prosedur
perhitungan yang paling sering digunakan adalah dengan penyelenggaraan sekali
tes yang hasilnya untuk memperkirakan reliabilitas tes Caranya adalah dengan
membagi tes yang digunakan menjadi dua dan hasil pada masing-masing bagian
dikorelasikan satu sama lain.
Pemecahan
tes itu dapat dilaksanakan dengan mengumpulkan nomor ganjil pada bagian pertama
dan nomor genap pada bagian yang kedua. Pemecahan soal-soal seperti ini hanya
dilaksanakan pada waktu pemeriksaan dan tidak pada waktu penyajian pada peserta
test. Melaui cara ini dengan sekali test diperoleh hasil test ini akan menunjukkan
reliabilitas test tersebut. (Ditjen Pendidikan Tinggi Departemen P dan K, 1983,
Evaluasi Belajar, 34-35).
b. Validitas
Pengertian
validitas adalah suatu alat tes dapat dikatakan valid jika alat tersebut
benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur. Misalnya untuk mengukur suhu
tubuh manusia dipakai termometer badan, untuk mengukur panjang suatu benda kita
menggunakan meteran, untuk mengukur kecepatan kendaraan kita gunakan
speedometer dan untuk mengukur kemampuan berbahasa Inggris baik teori maupun
praktek digunakan tes bahasa Inggris yang setingkat dengan kemampuan subyek
yang hendak diukur. Secara umum dapat dikatakan bahwa suatu tes untuk mata
pelajaran tertentu dikatakan valid jika tes tersebut benar-benar sesuai dengan
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan untuk dicapai dengan pengujian mata
pelajaran tersebut.
Ada
dua hal timbul sewaktu kita akan
mengetahui ke-validitas-an suatu tes, yaitu (1) Apakah yang secara tepat diukur
oleh tes tersebut? Dan (2) Bagaimana baiknya tes tersebut mengukur hal itu?.
Jika tes tersebut berdasarkan analisis yang tepat mengenai skill yang hendak
diukur, dan jika ada bukti yang cukup bahwa skor tes berkorelasi cukup tinggi
dengan kemampuan yang sebenarnya dalam bidang skill yang hendak diukur, maka
dengan lega dapatlah dinyatakan bahwa tes tersebut valid.
Ada 3 Jenis Validitas yang umum :
1. Validitas isi
Jika
suatu tes dirancang untuk mengukur penguasaan suatu skill khusus atau isi suatu
mata pelajaran, maka tes tersebut seharusnya didasarkan pada analisis yang
cermat mengenai skill tersebut atau pada ringkasan mata pelajaran yang
dimaksud, dari butir-butir tes itu harus mewakili dengan baik masing-masing
bagian analisis atau ringkasan tersebut. Misalnya, jika suatu tes dimaksudkan
untuk mengukur penguasaan siswa mengenai tes tertulis bahasa Inggris khususnya kemampuan
membaca (reading comprehension) bukan
membaca keras (reading loudly), maka
mula-mula harus diadakan analisis mengenai berbagai macam kemampuan membaca,
penyebaran jenis teks, thema dengan kosakata yang berkesesuaian dengan kelompok
belajar peserta didik, ranah kognitif dan tingkat kesukaran yang berimbang,
serta jumlah soal yang bersesuaian denagn waktu yang tersedia. Bila tes yang
disusun telah mencerminkan analisis dalam ketentuan-ketentuan tersebut, maka
tes itu telah memiliki validitas isi. Janganlah memilih tes hanya memperhatikan
judul yang disajikan oleh pembuat tes, sebab seringlah judul tersebut tidak
sesuai dengan isinya.
2. Validitas Konsep atau Kontruksi
Validitas
konsep atau kontruksi bisa dijelaskan dengan suatu contoh : misalnya untuk
kelas 9 SMP disusun tes tentang reading comprehensions. Dalam hal ini pembuat tes
harus memahami benar pengertian mengenai Reading
Comprehension yang dimaksud. Selanjutnya pembuat tes itu harus mengetahui
perilaku-perilaku siswa yang diharapkan dalam hubungannya dengan kemampuan
dalam Reading Comprehension.
Bila
tes tersebut dapat mengukur dengan baik perilaku siswa yang menunjukkan bahwa
siswa itu mempunyai kemampuan yang mantap dalam Reading Comprehension, maka dapatlah dinyatakan bahwa tes tersebut
memiliki validitas konsep atau kontruksi. Perilaku siswa menunjukkan bahwa dia
mempunyai kemampuan dalam Reading
Comprehension itu, antara lain, adalah memahami dan mengetahui semua fakta
yang tersurat dan memahami dan mengetahui segala fakta baik yang tersurat
maupun yang tersirat.
3. Validitas Muka
Disamping
memiliki isi dan konsep, tes harus memiliki validas muka. Misalnya jika tes tersebut
mempunyai bentuk dan muka atau penampilan yang meyakinkan bagi orang lain yang berkepentingan dengan penggunaan ter tersebut.
Validitas ini merupakan ciri suatu tes yang cukup penting, namun kedua
validitas tersebut tidak boleh diabaikan karena ketiganya sering dipentingkan.
c. Kepraktisan tes
Kepraktisan
tes adalah hal penting lain yang harus dimiliki oleh suatu tes yang baik.
Apalah artinya suatu tes yang mungkin sekali sangat andal dan sangat sahih,
tetapi tes itu diluar jangkauan dari kemampuan siswa. Oleh sebab itu dalam
menyiapkan suatu tes baru atau pemilihan dari tes yang tersedia, kita perlu
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1.) Penghematan
Kita ketahui bersama bahwa
pengetesan kemampuan berbahasa umumnya memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Sebagai contoh, ketika suatu tes standar digunakan tentu biayanya tidak murah,
sehingga hal itu sangat memberatkan lembaga pendidikan yang bersangkutan juga
penentuan orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan tes sangat mempengaruhi
biaya tes.
Misalnya semua ketrampilan
berbahasa Inggris baik tertulis maupun lisan (praktek) dilaksanakan seluruhnya
kita menghadpai banyak hal yang perlu disiapkan dengan tes untuk masing-masing
ketrampilan bebahasa anatara lain :
a.) Reading Skill (Ketrampilan
Membaca)
Mencakup tes tertulis dan tes lisan (Praktek). Tes tertulis sudah dilaksanakan seperti,
ujian semester, ujian nasional (tertulis). Tes lisan atu praktek perlu adanya
alat tes mengukur misalnya membaca keras, sekaligus mengetes yang memiliki
kompetensi dalam bidang tersebut. Berapa lama, berapa waktu dan berapa biaya. Berdasarkan
kurikulum berbasis Kompetensi mau tidak mau, mampu tidak mampu semua komponen
pembelajaran berbahasa Inggris harus mengarah ke sana.
b.) Speaking Skill (Kemampuan
berbicara)
Dalam hal ini kita memerlukan alat atau pengetes yang memilki
kemampuan dalam hal tersebut. Kegiatan ini melibatkan berapa banyak pengetes,
berapa banyak waktu yang diperlukan, dan juga tentu berapa besar biayanya.
c.) Listening Skill( Kemampuan
mendengar)
Belum banyak tes listening di teskan di SMP. Hal ini
dikarenakan belum banyak dan tersedianya alat tes listening yang sesuai dengan jenjang tersebut. Dalam pembuatannya
memerlukan proses yang panjang dan melibatkan banyak orang serta sarana
prasarana yang harus dipersiapkan. Misalnya, untuk pembuatan alat tes listening kita memerlukan materi isi
soal yang hampir sama dengan soal reading
tertulis. Hanya saja teks listening disajikan
dalam bentuk audio sedangkan tes reading
tertulis dalam bentuk tulisan yang menjadi satu kesatuan yang tak terpisah
antara soal, pertanyaan dan jawaban. Misal : soal listening dalam bnetuk pilihan ganda, pembuat tes harus memisahkan
antara teks dan pertanyaan dengan jawaban yang disediakan. Untuk membuat option
jawaban mungkin tidak terlalu menyiapkan soal dalam menyimak melibatkan banyak
unsur antara lain : pembaca teks, pemeran dialogue, pembaca pertanyaan yang
dikemas dalam suatu pita tape recorder atau keping CD dalam bentuk lisan. Itu
baru dalam pembuatannya, untuk pelaksanaannya kita memerlukan sarana-prasarana
anatara lain, tape recorder beserta kaset sebanyak kelas paralel yang ada. Agar
pelaksanaan tes bisa bersamaan dan menghindari kebocoran, memerlukan tenaga
listrik pengawas yang sekaligus dapat mengoperasikan alat tersebut, dan juga
mempersiapkan tegangan untuk mengoperasikan alat tersebut.
d.
Writing Skill (Kemampuan Menulis)
Agaknya
kemampuan menulis ini memiliki peringkat ke-2 setelah keterampilan membaca
(tertulis) dalam segi kemudahan, efisien serta efektivitas dalam pelaksanaan
pengetesannya. Karena kegiatan ini bisa dilaksanakan secara klasial, alat
tesnya cenderung lebih pendek dibanding alat tes membaca di atas. Hanya saja
memang harus jelas kriteria kompetensi yang diharapkan dari keterampilan
menulis harus jelas sehingga tingkat obyektivitasnya bisa dipertanggung jawabkan
walaupun tes menulis itu merupakan tes yang bersifat subyektif.
2. Kemudahan dalam Pengadministrasian
Ada beberapa faktor untuk
mempermudah dalam pengadministrasian suatu tes adalah :
a) Petunjuk-petunjuk yang mudah dan lengkap
b) Alokasi waktu yang tepat
c) Penyusunan dan penulisan tes
3. Kemudahan dalam Penginterprestasian
Angka
yang diperoleh suatu tes dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan. Untuk
itu angka itu harus diinterprestasikan sehingga memiliki makna. Tes buatan
guru, guru yang membuat tes itu diharapakan telah mampu menyediakan
perhitungan-perhitungan statistik yang diperlukan untuk mengolah angka-angka
yang didapat dengan tes baku, biasanya penyusun tes telah menyediakan berbagai
keterangan dan bahan-bahan yang dapat digunakan untuk menginterprestasikan
angka-angka yang diperoleh dari tes tersebut.
4. Menentukan Kapan Pelaksanaan Tes
dilaksanakan
Karena dalam hak ini ingin memperoleh data
input dan output maka, pre-test activity
dilaksanakan pada awal kapan pembelajaran akan dilaksanakan. Hasil tes tersebut
kita jadikan nilai input bagi kita sedangkan output / nilai post-test activity dilaksanakan kapan
suatu pembelajaran itu telah selesai dilaksanakan. Hal ini tergantung keperluan
keperluan, tergantung berapa banyak dan berapa lama pembelajaran itu terjadi
misalnya : pada tengah semester 1 dan 2, akhir semester 1, akhir semester 2
(masing-masing kelas paralel) atau akhir semester 2 kelas 9 untuk keperluan
hasil proses pembelajaran selama tiga tahun. Untuk jelasnya disampaikan dalam
tabel di bawah ini:
No
|
Pre-test act
|
Post-test act
|
Keterangan
|
1
|
Awal
semester 1
|
Tengah
Semster 1
|
Untuk
mengetahui proses pembelajaran selama setengah semester
|
2
|
Awal
semester 1
|
Akhir sem. 1
|
Untuk
mengetahui proses pembelajaran semester 1
|
3
|
Awal semester 1
|
Akhir sem. 2
|
Untuk mengetahui proses pembelajaran semester 2
|
4
|
Awal semester 1
|
Akhir sem.2
|
Untuk mengetahui proses pembelajaran selama 1 tahun
|
5
|
Awal semester 1 kelas 1
|
Akhir sem. 2 kelas 3
|
Untuk mengetahui proses pembelajaran
selama 3 tahun
|
Hasil pre-test activity (N0) digunakan
sebagai angka input bagi peserta didik, sedangkan angka post-test activity (TT)
digunakan untuk mengetahui perolehan proses pembelajaran yang akan dicapai.
Hasil (T1-T1) merupakan volume besarnya proses pembelajaran yang didapat dalam
kurun waktu tertentu. Sedangkan perolehan pembelajaran yang sesungguhnya adalah
hasil tes sesungguhnya (N1) dikurangi dengan pre-test activity (N0) perolehan
proses pembelajaran yang sesungguhnya adalah (N1-N0) = Hasil perolehan proses
pembelajaran. Dari proses pembelajaran yang dimaksud menurut keperluan proses
pembelajaran yang mana yang akan kita ukur.
- Menganalisa hasil test
Langkah
ini sangat diperlukan untuk memperoleh data yang akurat dan riil sehingga hasilnya
diharapkan akan menunjukkan besarnya hasil perolehan proses pembelajaran.
Disini diberikan beberapa data input serta output (prediksi) nilai bahasa
Inggris tertulis dari 3 macam alat test. Pada 5 kelas paralel dari kelas IIIA,
IIIB, IIIC, IIID dan IIIE semester 2 sebuah Sekolah Menengah Pertama di
Kabupaten kebumen tahun pelajaran 2002/2003. Alat tes ini diambil dari
soal-soal EBTANAS DAN UANNAS Bahasa Inggris tertulis sebagai berikut :
No
|
Kode soal
|
Tahun
|
Kls
|
Waktu
|
Ket.
|
|
Pretest
|
Postest
|
|||||
1
2
3
4
5
|
P1
P2
P3
P4
P5
|
2001/2002
2000/2001
2000/2001
2001/2002
1999/2000
|
IIIA
IIIB
IIIC
IIID
IIIE
|
11/11/2002
12/11/2002
12/11/2002
11/12/2002
13/11/2002
|
23/04/2003
02/05/2003
07/05/2003
05/05/2003
22/04/2003
|
Untuk
mengetahui pembelajaran selama semester 2 tahun 2002/2003
Sda
Sda
Sda
|
Prediksi Hasil Pembelajaran
Selama Semester 2 Kelas III SLTPN 2 Gombong Tahun Pelajaran 2002/2003.
a.) Individual :Lihat hasil
T2-T1 pada lampiaran ka a tulis ini.
b.) Klasial :
III A :
1,39
III B :
0,37
III C :1,84
III D :1,35
III E :0,49
c.) Sekolah
BAB IV
PENUTUP
Hasil analisa data yang ada merupakan
sumber / pedoman untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Dan hasil tersebut
merupakan umpan balik bagi guru untuk melaksanakan kegiatan ke arah yang lebih.
Dari hasil yang ada dapat juga untuk memotivasi bagi guru itu sendiri baik
keberhasilan maupun kegagalan, karena perolehan dari pembelajaran yang mereka
peroleh dari pembelajaran yang mereka lakukan bisa diketahui dengan jelas
sehingga apapun hasilnya itulah hasil yang kita peroleh. Sebaiknya kita sebagai
guru lebih baik menerima kegagalan itu dan tidak mencari kegagalan karena pihak
lain. Misalnya unsur siswa, unsur keadaan, ekonomi, unsur lokasi dan lain
sebagainya yang kadang dijadikan kambing hitam atas kegagalan kita. Dari
kegagalan ini dijadikan motivasi untuk melangkah ke proses pembelajaran yang
lebih baik. Dan pada akhirnya dapat berhasil dan selalu meningkatkan angka
keberhasilannya. Semakin besar angka perolehan dalam pembelajaran semakin besar
tingkat keberhasilan kita. Dengan kata lain kita menjadi guru yang profesional.
Karena kita sudah memenuhi langkah-langkah profesional yaitu merencanakan,
program, melaksanakan program, mengevaluasi program, menganalisa program dan
menindak lanjuti analisis dengan tahu persis berapa angka perolehan atau hasil
pembelajaran yang telah kita kerjakan.
DAFTAR
PUSTAKA
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Depdikbud, Jakarta:Balai Pustaka, 1995.
Djarwanto PS,
S.E. Pokok-Pokok
Metode Riset dan Bimbingan Teknis Penulisan Skripsi. Yogyakarta:Liberti
Yogyakarta, 2000.
Drs. Andreas
Priyono, Dipl, Arts,M.Sc.Ed. dan Dras. H. Djunaedi. Petunjuk Praktis!Classroom Based
Action Reseach. Semarang:Proyek
Perluasan dan Peningkatan Mutu SLTP Jateng, 2001.
DR. Soekemi,
M.A. Kedudukan
Evaluasi Dalam Pengajaran Bahasa Inggris dan Sifat-Sifat tes yang digunakan,
Jakarta:Universitas
Terbuka, 1999.
Tim
Instruktur Propinsi Jawa Tengah. Pedoman Penyusunan Karya Tulis ilmiah di
Bidang Pendidikan dan Angka Kredit Pengembangan Profesi Guru,
Semarang:Proyek Perluasan SLTP, Propinsi Jawa Tengah, 1995.
Apakah karya tulus tsb di sajikan atau bagaimana..?
BalasHapus