PENCAPAIAN KOMPETENSI
MELALUI PEMBELAJARAN TEKS (GENRE)
OLEH :
BAMBANG PURNOMO
ABSTRAK
BAMBANG PURNOMO. Pencapaian
Kompetensi melalui Pembelajaran Jeni-jenis Teks. Penelitian, Kebumen, 2005.
Penelitian
ini merupakan penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk memperoleh informasi
faktual tentang kelas 7a Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Gombong Tahun
Pelajaran 2004/2005, mengetahui faktor-faktor yang menghambat keberhasilan
siswa dalam pencapaian kompetensi siswa maka penelitian ini diharapkan dapat
memberi manfaat bagi guru bahasa Inggris khususnya dan guru lain pada umumnya
dalam melaksanakan proses pembelajaran. Penelitian ini juga memberikan
informasi bahwa fungsi guru sebagai pengajar sekaligus pendidik dapat
dilaksanakan dalam bahan ajar yang terintegrasi.
Penelitian
ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Gombong, Kabupaten
Kebumen. Jumlah siswa kelas 7a yang diteliti sebanyak 40 orang siswa.
Penelitian dilaksanakan selama tahun pelajaran 2004/2005 dengan 3 tahapan
pembelajaran yakni: Tahap Pembelajaran I (Pembelajaran Teks Deskriptif), Tahap
Pembelajaran II (Pembelajaran Teks Recount),
dan Tahap Pembelajaran III (Pembelajaran Teks Naratif). Penelitian dilaksanakan
dengan 3 langkah yaitu: Planing, Acting
, dan Reporting Adapun
instrumen-instrumen yang digunakan antara lain: soal-soal, blangko penilaian
sikap, blangko penilaian komptensi dasar berupa rubrik-rubrik, blangko self student’s assessment, analisis
hasil belajar, program perbaikan dan tindak lanjut, dan blangko kuesioner.
Berdasarkan
hasil penelitian menyatakan bahwa Pembelajaran Jenis-jenis Teks telah dapat
mencapai kompetensi siswa proses pembelajaran dilaksanakan. Hal ini dapat
dilihat dari data-data hasil kegiatan pada Bab III.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menyatakan bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu
menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan
efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapai tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan local,
nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara
terencana, terarah, dan berkesinambungan.
Oleh karena itu
proses dan mutu pembelajaran perlu ditingkatkan agar pembelajaran dapat
dilaksanakan secara aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan sehingga anak
didik dapat menggembangkan potensi diri dan dapat memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Kurikulum 2004 mengamanatkan bahwa
setiap lulusan harus telah memiliki kompetensi yang diprasaratkan dalam standar
kompetensi maupun kompetensi dasar yang sudah ditetapkan dalam kurikulum
tersebut. Model kompetensi ini dirumuskan sebagai Kompetensi Berkomunikasi yang
mempunyai tujuan akhir pada pencapaian kompetensi Wacana(discourse competence) Kompetensi wacana memprasaratkan bahwa
peserta didik dalam menggunakan bahasa dalam komonikasi harus selalu secara
tepat mempertimbangkang konteks budaya dan konteks situasi. Kompetensi wacana
tidak mungkin tercapai tanpa adanya kompetensi kebahasaan yang lain yang
meliputi kompetensi tindak bahasa dan retorika (yang tercakup dalam actional competence), kompetensi
linguistic (linguistic competence),
kompetensi sosiokultural (sociocultural
competence) dan kompetensi strategis (strategic
competence) Selain kelima kompetensi tersebut, kurikulum 2004 juga melihat
sikap sebagai hasil belajar. Oleh karena itu untuk mencapai hal tersebut perlu
proses pembelajaran yang berkwalitas. Misalnya kreatifitas dan inovatif
pembelajaran guru perlu ditingkatkan, hasil pembelajaran bahasa Inggris masih perlu
ditingkatkan baik secara kwantitas
maupun
kwalitasnya, keaktifan dan kreatifitas siswa perlu ditingkatkan, degradasi
moral dalam masyarakat khususnya
siswa-siswa usia Sekolah Menengah Pertama kususnya dan usia remaja pada
umumnya perlu dicegah dan ditangani dengan arif dan bijaksana, pemilihan dan
atau pembuatan bahan ajar yang sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai dan
sekaligus dapat mengembangkan budaya nasional dan mengangkat potensi yang dimiliki
oleh daerah-daerah di Indonesia.
Keberhasilan atau kegagalan suatu
pendidikan pada dasarnya dapat dilihat dari perubahan sikap dan tingkah laku
atau dari prestasi hasil pembelajaran yang dicapai oleh orang yang telah
mendapat proses pembelajaran . Tetapi tidak semua kegiatan pendidikan selalu mendapatkan
hasil yang optimal, kadang-kala juga menemui kegagalan.
Mata pelajaran Bahasa Inggris
mempunyai karakteristik yang berbeda dengan mata pelajaran lain untuk itu agar
dapat mengajar dengan baik, guru memerlukan informasi tentang karakteristik
mata pelajaran Bahasa Inngris. Perbedaan ini terletak pada fungsi bahasa sebagi
alat komunikasi. Hal ini mengidikasikan bahwa belajar bahasa Inggris bukan
hanya belajar kosakata dan tatabahasa dalam arti pengetahuannya, tetapi harus
berupaya menggunakan atau mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam kegiatan
komunikasi. Seorang siswa belum dapat dikatakan menguasai Bahasa Inggris jika
dia belum dapat menggunakan Bahasa Inggris
untuk keperluan komunikasi.
Kenyataan siswa belajar Bahasa
Inggris selama empat jam pelajaran setiap minggu di Sekolah Menengah Pertama,
tetapi kemampuan berbahasa Inggris masih rendah. Ada tiga masalah yang mengemuka dalam
pembelajaran bahasa Inggris di Indonesia pada umumnya dan di Kabupaten Kebumen
pada khususnya . Persoalan pertama adalah masih rendahnya pencapaian hasil
belajar Bahasa Inggris siswa (real
scholastic achievement). Indikator kasarnya dapat dlihat dari hasil ujian
nasional yang hanya memprasaratkan kelulusan hanya 3,01 pada tahun pelajaran
2003/2004 dan 4,26 pada tahun 2004/2005 dan masih banyak anak-anak yang tidak
lulus.
Permasalahan kedua adalah perolehan
dari hasil pembelajaran belum sampai pada tingkat kompetensi berbahasa Inggris.
Hal tersebut berdasarkan pengamatan dan informasi gugu-guru Bahasa Inggris di
Kabupaten Kebumen. Keadaan tersebut pada umumnya disebabkan pembelajaran Bahasa
Inggris hanya mengacu pada soal-soal Ujian Nasional dalam hal ini hanya
mencakup terutama ketrampilan Membaca pemahaman (reading comphrehension), sedangkan ketrampilan berbicara(speaking), mendengar(listening) dan menulis(writing) terabaikan..
Kenyataan lain yang terjadi di
lapangan adalah tidak optimalnya guru dalam mengemas dan melaksanakan proses
pembelajaran untuk mencapai kompetensi sesuai apa yang diharapkan, selain itu
dengan perubahan kurikulum 2004 belum semua guru mengetahui dam memahami isi
dari apa yang dimaksud dalam kurikulum tersebut, maka dari itu profesioanalisme
guru harus selalu ditingkatkan.
B. Ruang Lingkup Masalah
Mengajar dan mendidik adalah
merupakan dua hal yang harus dilakukan oleh seorang pendidik dalam hal ini guru
dan belajar bukan hal yang sederhana tetapi merupakan proses yang sangat
komplek, sehingga banyak factor yang mempengaruhi terhadap proses maupun hasil
dari pemebelajharan tersebut. “Learning a second language is long and complex
undertaking. … Many variable are involved in the acquisition process” (Brown,
2000: 1).
Diagram dibawah ini dapat dilihat
bahwa faktor yang mempengaruhi belajar dapat berasal dari luar maupun dari
dalam individu. Faktor dari luar meliputi faktor faktor lingkungan baik
lingkungan alami maupun lingkungan sosial serta faktor instrumental yang
mencakup kurikulum, program, sarana/prasarana dan guru. Sedangkan faktor dari
dalam masih dibedakan lagi menjadi dua, yaitu faktor fisiologis dan psikologis.
Faktor fisiologis misalnya kondisi fisik umum dan pancaindera, sedangkan faktor
psikologis meliputi minat, bakat, kecerdasan motivasi dan kemampuan kognitif
(Sukirin,1993:65) dan (Suryabrata, 1984: 249).
Pengelompokan faktor-faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar tersebut sebagai berikut:
lingkungan alami
sosial
luar
kurikulum
instrumental program
sarana
prasarana
guru
faktor
kondisi
fisik umum
fisiologis pancaindera
dalam minat
kecerdasan
psikologis bakat
motivasi
kemampuan
kognitif
Dalam pembicaraan yang lebih rinci, pembelajaran
bahasa kedua baik dalam proses maupun hasil dipengaruhi beberapa faktor.
Menurut Jokobovits, ada tiga faktor utama dalam pembelajaran bahasa asing yang
perlu diperhatikan guru untuk menjadi guru efktif. Tiga faktor tersebut adalah faktor
siswa, instruksional dan sosiokultural yang masing-masing dibagi menjadi
beberapa sub. Faktor siswa mencakup kemampuan memahami instruksi, bakat,
ketekunan, strategi belajar dan konsekuensinya. Faktor instruksional meliputi
faktor kualitas instruksi, kesempatan belajar, efek transfer dan criteria
evaluasi. Sosiokultural dibedakan menjadi keajekan bahasa, komposisi linguistic,
bikulturalisme dan konsekuensinya (Jakobovits, 1970: 104).
Menurut Squires dkk, prestasi
belajar siswa dipengaruhi oleh dua hal yaitu pertama sikap siswa yang meliputi
peran serta, cakupan dan kesuksesan. Kedua yaitu sikap guru yang meliputi perencanaan(planning), pengelolaan (management), dan
pembelajaran(instruction) (Squires dkk, 1981 : 4).
Untuk meningkatkan prestasi,
kualitas pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting karena proses
pembelajaran merupakan proses pendidikan yang mempengaruhi dan mensyaratkan
input pendidikan ke dalam proses pendidikan yang pada akhirnya menghasilkan
output yang baik. Hal yang sama diungkapkan oleh slamet PH, bahwa proses
pembelajaran adalah proses pemberdayaan siswa yang mencakup perilaku gugu dan
siswa dalam mengelola input pembelajaran yang meliputi tujuan, alat evaluasi, mater,
pengajar, siswa, metode, media, waktu dan lingkungan yang pada akhirnya
menghasilkan output berupa hasil belajar (peningkatan daya pikir,daya kalbu dan
daya fisik) (Slamet, 2000: 326).
Masalah-masalah yang dihadapi oleh
guru-guru bahasa Inggris di SMP Negeri 2 Gombong diantaranya: kurang optimalnya
motivasi, peran orang tua yang perlu digalakkan, lingkungan sekolah yang masih
perlu dibenahi, fasilitas pembelajaran yang perlu dilengkapi, materi
pembelajaran yang masih perlu disesuaikan dengan kebutuhan siswa dan kehidupan sehari-hari
siswa, variasi guru dalam mengajar perlu ditingkatkan dan alat serta media
pembelajaran yang perlu dikembangkan dan dioptimalkan dalam penggunaannya.
Hal lain adalah kurang optimalnya
dalam menangani hasil kerja siswa, kurang diperhatikan pentingnya hadiah dan
hukuman di kelas, penanganan tingkah laku
dan budi pekerti yang masih perlu ditingkatkan, perlu ditingkatkanya
mutu pembelajaran, perlu ditingkatkanya kompetensi guru.
C. Pembatasan masalah
Dengan berbagai permasalahan yang
muncul diatas saya akan mengangkat Pembelajaran Teks (Genre) untuk pencapaian
kompetensi siswa kelas 7a SMP Negeri 2 Gombong tahun pelajaran 20004/2005. Dan
pembelajaran jenis teksnyya saya batasi pada 3 macam yaitu : Pembelajaran Teks
Deskriptif, Pembelajaran Teks Recount,
dan Pembelajaran Teks Naratif.
D. Perumusan Masalah
Mengacu pada Latar belakang masalah, Ruang
Lingkup Masalah dan Pembatasan masalah dapat dirumuskan masalah penelitiaan tindakan kelas tersebut adalah
sebagai berikut:
Apakah
Pembelajaran Jenis-Jenis Teks(Genres) dapat mencapai kompetensi siswa setelah
siklus-siklus dan tahapan-tahapan proses pembelajaran itu dilaksanakan?
E. Tujuan
penelitian
Sejalan
dengan rumusan diatas tujuan karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
a. untuk
meningkatkan mutu proses pembelajaran.
b. untuk
meningkatkan profesionalisme
2. Tujuan Khusus
a. Untuk
mendapatkan informasi faktual tentang proses dan hasil suatu proses pembelajaran jenis-jenis teks di kelas 7a SMP Negeri 2 Gombong tahun pelajaran 2004/2005.
b. Untuk
mengetahui sejauhmana kompetensi dapat dicapai oleh siswa kelas 7a SMP Negeri
2 Gombong tahun pelajaran 2004/2005 setelah proses pembelajaran teks dilaksanakan.
F. Manfaat
Penelitian
1. Bagi siswa
Hasil karya ilmiah ini sebagai bahan
masukan agar siswa dapat meningkatkan hasil belajar bahasa Inggris sekaligus memperoleh
kompetensi bahasa Inggris.
2. Bagi Guru
Hasil karya ilmiah ini sebagai bahan
masukan bagi guru lain dalam meningkatkan profesionalisme.
3. Bagi lembaga
Hasil karya ilmiah ini sebagai bahan
masukan dalam menyiapkan program-program pembelajaran di awal tahun pelajaran.
G. Kajian Teori
Bahasa memiliki peranan sentral
dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional siswa dan merupakan kunci
penentu menuju keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Mengingat
fungsi bahasa yang bukan hanya sebagai suatu bidang kajian, sebuah kurikulum
bahasa untuk sekolah menengah sewajarnya mempersiapkan siswa untuk mencapai
kompetensi yang membuat siswa mampu merefleksi pengalamannya sendiri dan
pengalaman orang lain, mengungkapkan gagasan dan perasaan, dan memahami beragam
nuansa makna. Bahasa diharapkan membantu siswa mengenal dirinya, budayanya, dan
budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam
masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, membuat keputusan yang bertanggung
jawab pada tingkat pribadi dan sosial, menemukan serta menggunakan
kemampuan-kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya.
Untuk mencapai kompetensi berbahasa
tersebut di atas, kurikulum ini berangkat dari seperangkat rasional teoritis
dan praktis yang mendasari semua keputusan perumusan standar kompetensi,
kompetensi dasar dan indikator dalam kurikulum ini.
Terdapat beberapa landasan teoritis
yang berimplikasi praktis dan mendukung penyusunan kurikulum ini. Teori
tersebut diadopsi sebagai kerangka berpikir sistematis dalam mengambil
keputusan dalam berbagai perumusan. Landasan kerangka berpikir tersebut
meliputi model kompetensi bahasa, model bahasa, tingkat literasi yang
diharapkan dicapai oleh lulusan, dan perbedaan hakikat bahasa lisan dan tulis.
1. Model
Kompetensi
Sejauh ini terdapat
sejumlah model kompetensi yang berhubungan dengan bidang bahasa yang melihat
kompetensi berbahasa dari berbagai perspektif. Dalam kurikulum ini model
kompetensi berbahasa yang digunakan adalah model yang dimotivasi oleh
pertimbangan-pertimbangan pedagogi bahasa yang telah berkembang atau berevolusi
sejak model Canale dan Swain kurang lebih sejak tiga puluh tahun yang lalu.
Salah satu model terkini yang
ada di dalam literatur pendidikan bahasa adalah yang dikemukakan oleh
Celce-Murcia, Dornyei dan Thurrell (1995) yang kompatibel dengan pandangan
teoritis bahwa bahasa adalah komunikasi, bukan sekedar seperangkat aturan.
Implikasinya adalah bahwa model kompetensi erbahasa yang dirumuskan adalah
model yang menyiapkan siswa untuk berkomunikasi dengan bahasa untuk berpartisipasi
dalam masyarakat pengguna bahasa. Model ini dirumuskan sebagai Communicative
Competence atau Kompetensi Komunikatif (KK) yang direpresentasikan dalam
Celce-Murcia et al. (1995:10) sebagai berikut :
Sociocultural
Competence
Discourse Competence
Linguistic
Actional
Competence
Competence
Strategic
Competence
Gambar 1: Model
Kompetensi Komunikatif (dari Celce-Murcia et al.
Representasi
skematik di Gambar 1 menunjukkan bahwa kompetensi utama yang dituju oleh pendidikan bahasa adalah Discourse
Competence atau omunikasi Wacana (KW). Artinya, jika seseorang
berkomunikasi baik secara isan
maupun tertulis orang tersebut terlibat dalam suatu wacana. Yang dimaksud
dengan wacana ialah sebuah peristiwa komunikasi yang dipengaruhi oleh topik
yang dikomunikasikan, hubungan interpersonal pihak yang terlibat dalam
komunikasi dan jalur komunikasi yang digunakan dalam satu konteks budaya. Makna
apapun yang ia peroleh dan ia ciptakan dalam komunikasi selalu terkait dengan
konteks budaya dan konteks situasi yang melingkupinya. Berpartisipasi dalam
percakapan, membaca dan menulis secara otomatis mengaktifkan kompetensi wacana
yang berarti menggunakan seperangkat atrategi atau prosedur untuk merealisasi
nilai-nilai yang terdapat dalam unsur-unsur bahasa, isyarat-isyarat
pragmatiknya dalam menafsirkan dan mengungkapkan makna (McCarthy dan Carter
2001:88).
Kompetensi
wacana hanya dapat diperoleh jika siswa memperoleh kompetensi pendukungnya
seperti Kompetensi Linguistik (Linguistic Competence), Kompetensi Tindak
Tutur untuk bahasa lisan atau Kompetensi Retorika untuk bahasa tulis (keduanya
tercakup dalam Actional Competence), Kompetensi Sosiokultural (Sociocultural
Competence), dan Kompetensi Strategis (Strategic Competence).
Implikasi
pedagogisnya adalah bahwa perumusan kompetensi dan indikator-indikator bahasa
Inggris perlu didasarkan kepada komponen-komponen tersebut di atas untuk
menjamin bahwa kegiatan pendidikan yang dilakukan mengarah kepada tercapainya
satu kompetensi utama, yakni kompetensi wacana. Oleh karenanya,
indikator-indikator dalam kurikulum ini dirumuskan berdasarkan kelima komponen
dalam model kompetensi ini. Selanjutnya dalam mengembangkan kegiatan
pembelajaran setiap indikator dijabarkan berdasarkan daftar sub-kompetensi dan
pertimbangan-pertimbangan lain yang relevan.
Penting
untuk dicatat bahwa seperangkat komponen kompetensi yang berupa daftar tersebut
bukan representasi kompetensi wacana karena kompetensi wacana lebih mengacu
kepada strategi atau prosedur untuk ‘memobilisasi’ seluruh declarative
knowledge dalam konteks komunikasi nyata untuk menciptakan makna yang
sesuai konteks komunikasinya. Kemampuan ini lazim disebut procedural
knowledge. Ini berarti bahwa pengajaran bahasa tidak dapat dipecah-pecah
per kelompok kompetensi (linguistic, actional, sociocultural, strategic,
discourse) melainkan diarahkan kepada pemerolehan kompetensi wacana dengan
melihat kepada kelompok kompetensi sebagai alat monitor yang membantu
penyadaran akan adanya komponen tersebut yang dapat dijabarkan dalam
seperangkat indikator.
Selain
kelima komponen tersebut, aspek sikap juga dirumuskan sebagai hasil belajar
yang dapat diamati berdasarkan apa yang dilakukan siswa selama menjalani proses
pembelajaran. Perumusan ini diharapkan dapat menjadi pendorong bagi pengguna
kurikulum ini untuk dapat mengeksplisitkan harapan-harapannya terhadap siswa
yang pada gilirannya akan membuat pelajaran bahasa Inggris menyenangkan.
2. Model
Bahasa
Selain model
kompetensi, sebuah model bahasa yang memandang bahasa sebagai komunikasi atau
sebagai sistem semiotik sosial (Halliday 1978) juga digunakan dalam kurikulum
ini. Menurut pandangan ini, ketika seseorang berpikir tentang bahasa, minimal
ada tiga aspek penting yang harus diperhitungkan, yakni konteks, teks, dan
sistem bahasa.
Hubungan
konteks, teks dapat digambarkan sebagai berikut :
CULTURE
Genre
(Purpose)
SITUATION
Who is involved?
(Tenor)
Subject matter Channel
(Field) (Mode)
REGISTER
|
Gambar 2 : The Model of language (Derewianka, 1990)
a. Konteks
Bahasa terjadi dan hidup
dalam konteks yang dapat berupa apa saja yang mempengaruhi, menentukan dan
terkait dengan pilihan-pilihan bahasa yang dibuat seseorang ketika menciptakan
dan menafsirkan teks.
Dalam konteks apapun, orang
menggunakan bahasa untuk melakukan tiga fungsi utama:
1) Fungsi gagasan (ideational function), yakni fungsi bahasa untuk mengemukakan atau mengkonstruksi gagasan atau informasi.
2) Fungsi interpersonal (interpersonal function), yakni fungsi bahasa untuk berinteraksi dengan sesama manusia yang mengungkapkan tindak tutur yang dilakukan, sikap, perasaan, ds
3) Fungsi tekstual (textual function), yakni fungsi yang mengatur bagaimana teks atau bahasa yang diciptakan ditata sehingga tercapai kohesi dan koherensinya, sehingga mudah dipahami orang yang mendengar atau membaca
Implikasi pedagogisnya adalah bahwa sebuah pengembangan program bahasa sewajarnya mengarahkan siswa untuk mampu mengungkapkan nuansa-nuansa makna ideasional, makna interpersonal, dan makna tekstual. Dalam kurikulum ini, nuansa makna tercermin dalam rumusan kompetensi dasar tiap ketrampilan berbahasa dan indikator-indikatornya. Makna gagasan, misalnya, akan dominan mewarnai bahasa tulis, makna interpersonal akan dominan mewarnai bahasa lisan, dan makna tekstual mewarnai kedua ‘modes’ bahasa tersebut dalam hal penataan informasi yang terkandung di dalamnya.
Dalam
model ini terdapat dua macam konteks: konteks budaya (context of culture)
dan konteks situasi (context of situation). Sebuah konteks budaya
‘melahirkan’ banyak macam teks yang dikenal dan diterima oleh anggota
masyarakatnya sebab susunan dan bahasa yang digunakan menunjang tujuan
komunikatif teks tersebut. Misalnya, orang mengenal dan menggunakan teks ‘resep
masakan’ sebagaimana yang ditemukan di buku-buku resep. Maka ketika orang
mendengar kata ‘resep’ ia akan membayangkan susunan teks dan bahasa yang lazim
digunakan dalam budayanya. Begitu juga jika ia mendengar kata ‘cerita pendek’
yang berbeda dari resep. Jenis teks ini disebut genre. Singkatnya,
sebuah konteks budaya melahirkan banyak genre.
Ketika
seseorang mempelajari bahasa asing, ia terlibat dalam penciptaan dan penafsiran
berbagai jenis teks yang lahir dari budaya bahasa asing tersebut yang tidak
selalu sama dengan jenis teks yang lahir dalam budaya yang dimilikinya. Oleh
karenanya, jenis-jenis teks yang diwarnai oleh berbagai tujuan komunikatif,
penataan bagian-bagian teks, dan fitur-fitur linguistik tertentu selayaknya
menjadi perhatian setiap program pendidikan bahasa. Ini dimaksudkan agar siswa
bukan hanya menggunakan kalimat bahasa Inggris, melainkan juga menata teksnya
dengan cara yang lazim digunakan oleh penutur aslinya. Konsep genre ini
mewarnai jenis teks yang disarankan oleh kurikulum ini.
Konteks
situasi juga mendapatkan perhatian dalam kurikulum ini. Terdapat tiga faktor
konteks situasi yang mempengaruhi pilihan bahasa seseorang: topik yang
dibicarakan (field), hubungan interpersonal antara pengguna bahasa (tenor)
dan jalur komunikasi (lisan atau tulis) yang digunakan (mode). Ketiga
faktor ini menentukan apakah seseorang memilih berbahasa formal/informal,
akrab/tidak akrab dsb. Kurikulum ini juga diwarnai oleh konsep tersebut agar
siswa mampu berkomunikasi sesuai dengan konteks yang dihadapinya.
b. Teks
Pada dasarnya, kegiatan komunikasi
verbal adalah proses penciptaan teks, baik lisan maupun tertulis, yang terjadi
karena orang menafsirkan dan menanggapi teks dalam sebuah wacana. Maka teks
adalah produk dari konteks situasi dan konteks budaya. Misalnya, ketika
seseorang berbahasa Inggris, ia tidak hanya harus menggunakan kosa kata bahasa
Inggris melainkan juga menggunakan tata bahasanya agar ia dipahami oleh penutur
aslinya. Sering ada anggapan bahwa berbahasa secara komunikatif tidak perlu
terlalu memperhatikan tata bahasa. Akan tetapi, sering kurang disadari bahwa
kalalaian bertata bahasa menimbulkan banyak miskomunikasi yang barangkali tidak
berdampak serius dalam percakapan santai, tetapi bias berdampak sangat serius
bahkan berakibat fatal dalam konteks formal atau akademis.
3. Pembelajaran Jenis-Jenis Teks( Genres)
Guru adalah profesi yang memerlukan para
pelaku yang profesional. Profesional dalam hal ini guru dituntut untuk mampu
merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, menganalisa dan menindaklanjuti apa
yang sudah diperoleh dari proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Kurikulum 2004 merupakan kurikulum yang menekankan pada
ketercapaian kompetensi yang harus dicapai pada setiap tahapan pembelajaran itu
dilaksanakan. Kompetensi yang termuat di dalamnya tidak hanya pencapaian ranah
kognitif saja tetapi juga ranah afektif maupun psikomotor. Untuk itu dalam
setiap pembelajaran guru harus mampu untuk mengakses ketiga ranah tersebut.
Untuk dapat mengakses hal itu maka seorang guru harus mempersiapkan suatu paket
pembelajaran yang akan dilaksanakan pada suatu jenjang, kelas, siswa, satuan
waktu, kompetensi yang akan dicapai pada suatu mata pelajaran, materi
pembelajaran tertentu yang semua itu harus dapat menilai ketiga ranah penilaian
tersebut.
Pembelajaran Jenis Teks
Genre merupakan pembelajaran yang
diharapkan dapat untuk mencapai Kompetensi seperti apa yang dituangkan dalam
Kurikulum 2004. Pembelajaran jenis-jenis teks
dapat memperoleh pencapaian ranah kognitif, sekaligus terintegrasi untuk
mendapatkan ketrampilan berbahasa (ranah psikomotor) dan termuat pula pesan
sikap, moral dan tingkah laku (ranah afektif) dari isi bacaan yang disajikan
selama proses pembelajaran.
Yang dimaksud dengan Genre’yaitu jenis-jenis teks. Kita mengenal istilah ini dari Kurikulum
2004. Ada 12
jenis teks yang dijelaskan dalam kurikulum 2004 tersebut antara lain adalah
sebagai berikut :
- Recount -
Report - Discussion
- Explanation - Analytical
Exposition -Hortatory
- Exposition - New Item - Anecdote - Narrative -
Procedure -Description - Review
Namun
untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP)
kelas VII, VIII dan IX kompetensi yang harus dicapai hanya 6 jenis teks
yaitu :
Kelas VII (SMP kelas 1) :
Descriptive, Recount dan Narrative
Kelas VIII (SMP kelas 2) : Deskriptive, Recount, Narrative, dan Anecdote
Kelas IX (SMP kelas 3) :
Descriptive, Recount, Narrative, Procedur dan Report
4. Model Pembelajaran
The Figure 3 shows that the classroom programming is based four stages in
a Teaching-Learning Cycle (adapted
from Callaghan and Rothery, 1998) Which are aimed at providing support for
learners as they move from spoken to written texts. These stages are identified
involving the selection and sequencing of classroom tasks and activities and
are related the starting points of topic or type of text. The four steps in the
Teaching –Learning Cycle are:
Step
One : Building the context or
field of the topic or text-type
Step
Two : Modeling the genre under
focus
Step
Three : Joint Construction of the
genre
Step
Four : Independent Construction of
the genre
Gambar 3 : The Teaching Learning Cycle. Source: Burns and Joyce: 1991 (Adapted from Collaghan and Rothery
1988)
Model pembelajarannya menggunakan siklus lisan dan/atau siklus
tulis dan/atau kedua siklus yang dintegrasikan pada setiap pembelajaran teks.
Sedangkan masing-masing siklus secara umum dapat dikatakan melalui 4 tahapan
pembelajaran yaitu :
1. Aktivitas I kita kenal dengan Building
Knowledge of the Field ( BKoF).
2. Aktivitas II kita kenal dengan Modeling of theText ( MoT ).
3. Aktivitas III kita kenal
dengan Joint Construction of theText ( JCoT ).
4. Aktivitas IV kita kenal dengan Independent Construction of theText (ICoT).
Adapun
penjelasannya adalah sebagai berikut :
1. Building Knowledge of the Field ( BKoF).
Langkah
ini merupakan langkah awal pada suatu pembelajaran teks. Hal-hal yang dilakukan
dalam tahap ini antara lain adalah sebagai berikut:
a)
Menciptakan suatu konteks untuk menuju
pada jenis teks yang akan diberikan pada
pembelajaran yang direncanakan.
b)
Membiasakan siswa berbagi pengalaman.
c)
Mengenalkan kosa kata yang akan
digunakan pada pembelajaran teks yang direncanakan. Untuk membatasinya disini
guru untuk menentukan tema apa yang akan digunakan. Fungsi tema disini bukanlah
merupakan materi pokok melainkan hanya sebagai pembatas bahasan agar tidak
terlalu meluas. Dan jenis teks tertentulah yang harus dikuasai oleh siswa. Jadi
tema hanyalah merupakan alat sebagai pendukung pada jenis teks tertentu.
d)
Tata bahasa yang akan muncul dalam teks
tersebut perlu untuk dibahas dalam tahapan ini.
e)
Mengenalkan juga wacana interpersonal
maupun transaksional sehari hari sehingga siklus lisan pada setiap tahapan akan
lebih mengena pada sasaran.
f)
Mengenalkan fitur-fitur bahasa yang akan
digunakan dalam pembelajaran jenis teks tertentu.
g)
Guru dapat dengan membawa benda asli
maupun realia, menonton video (video untuk pembelajaran), dan media
pembelajaran lain.
2. Modeling
of the Text. (MoT)
Tahapan
ini adalah pemodelan sehingga langkah ini
digunakan untuk mengenalkan, memahami, menganalisa jenis-jenis teks yang sedang
atau akan diberikan dalam proses pembelajaran. Untuk itu perlu beberapa jenis
teks yang memiliki fungsi sosial, stuktur generic, dan fitur-fitur kebahasaan
yang sama atau sepadan. Dengan beberapa jenis teks yang disediakan guru dapat
memberikan gambaran yang lebih jelas dan kongkrit sehingga setelah tahapan
Modeling of the Text tersebut dilalui siswa diharapkan sudah mempunyai bekal
antara lain; siswa dapat menyebutkan fungsi sosial dari teks yang sedang
dipelajarai; siswa dapat mengetahui stuktur generic dari suatu genis teks yang
sedang dibahas; siswa dapat memahami informasi yang ada dalam teks baik
informasi yang tersirat maupun informasi yang tersurat tentang isi bacaan
maupun tentang seputar pengetahuan tentang jenis teks yang sedang dipelajari.
Dari beberapa jenis teks yang disediakan guru perlu memberikan teks tersebut
misalnya; teks untuk mengembangkan kemampuan reading comphehension; teks
untuk mengenalkan karakteristik dari suatu jenis tertentu; teks untuk
mengenalkan fungsi sosial dan fitur-fitur kebahasaan yang terkait; dan hal-hal
lain yang perlu untuk dikembangkan dalam rangka untuk mencapai kompetensi siswa
dalam pembelajaran teks tersebut. Modeling juga dilakukan dalam bentuk lisan
pada siklus lisan dan diberikan dalam bentuk tulis pada siklus tulis.
3. Joint Constructions of the Text
(JCoT)
Tahapan
ketiga ini merupakan tahapan dimana anak difasilitasi untuk kerja kelompok.
Dengan instruksi yang jelas dan bisa dimengerti oleh siswa . Guru membantu
proses diskusi; pemecahan masalah dan mengatur agar proses dalam tahapan
tersebut merupakan langkah untuk mengetahui apakah siswa sudah tahu tentang
pembelajaran teks yang sudah dilalui pada tahp pertama dan kedua. Keberhasilan
tahap ini bisa diamati melalui presentasi, demontrasi, atau produk teks yang
mereka hasilkan secara berkelompok dan itu merupakan hasil bersama siswa dan
hasil ini bisa dalam bentuk lisan untuk siklus lisan dan tertulis untuk siklus
tulis. Seandainya dalam tahapan ini guru
belum berhasil memberikan pembelajaran teks ini dan guru belum yakin
kalau siswa sudah memiliki kompetensi secara mandiri sebaiknya guru jangan
terburu-buru untuk melanjutkan pada tahap berikutnya. Dan guru diperkenankan
untuk mengulang, kembali pada tahap sebelumnya dengan penekanan pada hal-hal
yang belum dikuasai siswa. Sehingga dalam tahap yang keempat ini diharapkan
siswa benar-benar sudah memperoleh kompetensi dari pembelajaran teks tersebut.
4. Independent Constructions of
the Text (ICoT)
Tahap
ke empat adalah merupakan tahap untuk mengetahui siswa kita sudah mendapatkan
kompetensi atau belum. Dan penilaian yang sesungguhnya adalah pada tahap ini
karena target kita adalah terkuasainya kompetensi pada setiap individu dalam
pembelajaran yang diberikan. Penilaian proses merupakan retorika untuk
mengetahui dalam tahapan-tahapan untuk mencapai kompetensi individual pada
hasil pembelajaran secara mandiri ini. Jadi kompetensi 75 % dalam pembelajaran
teks, jika siswa mampu berkomunikasi secara lisan dan tertulis dengan
menggunakan ragam bahasa yang sesuai dengan lancar dan akurat dalam wacana
interaksional dan/atau monolog pendek pada pembelajaran teks tertentu. Siswa
dikatakan memiliki kompetensi minimal jika dalam pembelajaran teks siswa tahu,
memahami, dan menghasilkan teks baik secara lisan maupun tertulis dengan
memenuhi aturan-aturan karakteristik pada suatu jenis teks tertentu secara
minimal. Jadi bagi siswa yang sudah memenuhi kompetensi minimal mereka sudah
berhak untuk mendapatkan nilai 75 sebagai nilai bahwa mereka telah mendapatkan
kompetensi minimalnya dari pembelajaran teks. Dan selebihnya nilai akan
bertambah ke atas sampai dengan 100 dan sebaliknya akan berkurang sampai dengan
nilai 0 (nol). Jadi siswa yang lulus
kompetensi adalah siswa yang memperoleh nilai 75 ke atas pada setiap
Kompetensi Dasar (KD). Bukan banyaknya materi yang menjadikan target tetapi
seberapa mampu kompetensi yang harus dikuasai siswa. Karena bagi anak yang sudah
benar-benar mendapatkan kompetensi siswa itu akan mengembangkan diri sebanyak
dan semampu ilmu yang mereka sudah kuasai. Guru dapat berperan sebagai
motivator dalam tindak lanjut dari kompetensi yang sudah dimiliki siswa.
Sebagai contoh: Seorang siswa yang sudah memiliki kompetensi baik lisan maupun
tertulis dia akan dapat mengembangkan kemampuan dirinya untuk yang lebih luas
bahkan tak terbatas. Siswa A sudah memiliki kompetensi dalam pembelajaran
deskriptif tentu siswa tersebut akan mampu untuk mendeskripsikan dia sendiri,
ayah, ibu, adik, kakak, tetangga, teman sekolahnya dan lain-lain karena dia
sudah memiliki kompetensi bagaimanana mendeskripsikan orang. Siswa B dapat mengembangkan kompetensinya
dengan mendeskripsikan tempat yang dia tahu dan pernah ia kunjungi misalnya:
sekolahnya, laboratorium sekolahnya, perpustakaan sekolahnya, rumahnya,
bangunan-bangunan yang dia ketahui dan bahkan tempat wisata yang pernah dia
kunjungi. Siswa C dapat mengembangkan kompetensinya dengan mendiskripsikan
benda-benda yang ia miliki, benda yang ia senangi dan tidak senangi, bahkan dia
mampu untuk mendiskripsikan benda baru yang dilihatnya dan lain-lain. Para siswa yang kreatif kita dorong untuk dapat
mengembangkan diri untuk mengembangkan kompetensi yang mereka miliki. Dengan
harapan bahwa hasil pembelajaran dapat membekali siswa untuk memiliki
ketrampilan hidup dalam kehidupan mereka (life
skill).
BAB II
LAPORAN KEGIATAN
A. Penyusunan Program
Laporan Penelitian Tindakan Kelas
ini saya susun berdasarkan hasil pelaksanaan program pembelajaran tahun
pelajaran 2004/2005 dalam rangka implementasi pelaksanaan kurikulum 2004.
Program pembelajaran yang saya susun
adalah program pembelajaran teks untuk kelas 7a SMP Negeri 2 Gombong tahun
pelajaran 2004/2005. SMP Negeri 2 Gombong beralamatkan jalan Kartini no. 2
Gombong, Kebumen, Jawa Tengah. Kelas 7a adalah kelas dimana saya mencoba untuk
mengimplementasikan pelaksanaan kurikulum 2004. Kelas ini memiliki 40 siswa
yang terdiri 24 siswa putrid dan 16 siswa putra. SMP Negeri 2 Gombong adalah
salah satu sekolah yang ditunjuk sebagai Sekolah Standar Nasional (SSN). Untuk
itu segala program yang disusun disesuaikan dengan situasi dan kondisi sekolah
tersebut. Untuk itu saya sampaikan table kegiatan sebagai berikut:
NO
|
TAHAP
|
KEGIATAN
|
WAKTU
|
1.
|
PERENCANAAN
(Planning)
|
- Mempelajari
Kurikulum 2004
- Mengembangkan
Silabus
- Menganalisis
Kalender Pendidikan
- Menyusun
Program Tahunan
- Menyusun
Program Semester
- Menyusun
Rencana Pembelajaran
- Menyiapkan
bahan ajar.
- Menyiapkan
alat evaluasi.
- Menyiapkan
Blangko-blangko penilaian proses maupun hasil.
- Menyiapkan
blangko-blangko lain yang mendukung.
- Penyiapan
media pembelajaran yang akan digunakan.
|
Juni-Juli 2004
|
2.
|
PELAKSANAAN
(Acting)
|
-Menyajikan
Program Pembelajaran
-Melakukan
penilaian baik proses maupun hasil.
-Menganalisis
hasil penilaian
-Mengadakan
tindak lanjut (baik dalam bentuk pengayaan bagi yang sudah mencapai KD
minimal maupun program remedial proses dan atau penilaian bagi siswa yang
belum lulus KD minimal.
|
Semester 1
(Juli 2004-Januari 2005)
Semester 2
(Januari –
Juni 2005)
|
3.
|
LAPORAN
(Reporting)
|
-Penulisan Karya Tulis
-Diskusi
-Verifikasi
-Pembendelan
-Pengesahan
-Pengiriman
|
Juli-
September 2005
|
Laporan saya
sampaikan untuk tiga jenis pembelajaran teks yaitu:
1. Pembelajaran
I
Pembelajaran yang dimaksud adalah
pembelajaran teks deskriptif. Waktu yang diperlukan untuk proses pembelajaran16
jam pelajaran, untuk penilaian 4 jam pelajaran, untuk tindak lanjut 4 jam
pelajaran dan untuk cadangan 2 jam pelajaran. Pelaksanaannya pada bulan
November –Desember 2004 pada semester 1 tahun pelajaran 2004/2005.
2. Pembelajaran
II
Pembelajaran II yang dimaksud adalah
pembelajaran teks recount. Waktu yang
diperlukan untuk proses pembelajaran16 jam pelajaran, untuk penilaian 4 jam
pelajaran, untuk tindak lanjut 2 jam pelajaran dan untuk cadangan 2 jam
pelajaran. Pembelajaran ini dilaksanakan pada awal semester 2 sampai dengan tengah
semester (Februari- April 2005).
3. Pembelajaran
III
Pembelajaran III yang dimaksud
adalah pembelajaran teks naratif. Waktu yang diperlukan untuk proses
pembelajaran16 jam pelajaran, untuk penilaian 4 jam pelajaran, untuk tindak
lanjut 2 jam pelajaran dan untuk cadangan 2 jam pelajaran.
Pembelajaran
teks tersebut adalah pembelajaran yang paling sulit untuk disampaiakan karena
itu guru harus pandai untuk memnciptakan model pembelajaran yang efektif
sehingga proses pembelajaran dapat berhasil mencapai kompetensi yang
dikehendaki.
Pembelajaran
teks tersebut dilaksanakan bulan April-Juni 2005.
B. Penyajian
Adapaun penjajianya saya sesuaikan
dengan jenis teks yang akan disampaikan.
1. Pembelajaran
I
a. Jenis Teks : Deskriptif
b. Metode pembelajaran
Menggunakan
2 siklus dan masing-masing siklus mengalami 4 tahapan. Yang dimaksud dengan 2
siklus yaitu siklus lisan yang meliputi kegiatan listening dan speaking
dan siklus tulis yang meliputi kegiatan listening,
speaking, reading dan writing. Sedangkan
yang dimaksud 4 tahapan adalah BKoF, MoT, JCoT dan ICoT. Tentang keterangan
langkah-langkah ini sudah dijelaskan di Bab I.
c. Kegiatan
yang dilakukan.
1)
Siklus lisan ( 4 jam pelajaran)
Dalam
silkus lisan pembelajaran teks deskriptif kegiatan pembelajaran akan dilihat
pada masing-masing tahapan pembelajaran.
BKoF
: - Pemberian model teks-teks deskriptif yang diberikan oleh saya dengan mengunakan konteks
situasi dan kondisi yang paling dekat
dengan diri siswa misalnya: deskripsi kelas 7a, deskripsi salah satu siswa kelas 7a,
deskripsi SMP Negeri 2 Gombong, deskripsi
tas siswa dan deskripsi benda, orang, atau tempat yang siswa sudah kenal.
- Penyampaian wacana-wacana
interpersonal maupun transaksional
yang sesuai.
- Pembahasan kosa-kata- kosa-kata yang
digunakan dalam teks deskriptif.
- Penjelasan lisan tentang fitur-fitur
kebahasaan muncul (present tense, adjective, noun group dan sebagainya).
-
Kegiatan yang muncul misalnya: Tanya jawab, inquiri, memorizing, listen and do, listen and repeat, dan
kegiatan lain dengan
sangat meminimalkan kegiatan tulis menulis.
MoT : - Pemberian model kembali dengan tujuan
siswa agar lebih kenal melalui
apa yang mereka dengar. Kegiatan ini dilakukan berulang-ulang
sampai siswa kita amati sudah memiliki tentang
teks deskriptif.
JCoT : - Pembentukan kelompok
- diskusi kelompok
- membuat teks secara kelompok
-
mempresentasikan secara kelompok atau bisa juga perwakilan.
ICoT : - Penyampaian deskripsi orang, benda
dan atau tempat secara sederhana.
2)
Siklus Tulis ( 12 jam pelajaran)
BKoF : - Diberikan gambar situasi kelas ,
perpustakaan, laboratorium dan sebagainya
- Identifikasi gambar.
- Penjelasan
retorika membuat teks deskriptif
MoT : - Diberikan teks deskriptif.
- Menjawab pertanyaan-pertanyaan sehubungan
dengan informasi dari teks.
- Menganalisa retirika teks deskriptif dan
bertanya jawab sekitar retorika pembuatan teks
deskriptif.
JCoT : - Membuat grup
- Membuat teks bersama-sama( misalnya: salah
satu siswa memunculkan ide untuk mediskripsikan salah
satu temannya dengan diawali kalimat identifikasi dan dilanjutkan oleh teman lainya. “My new
fiend is Mariana. She is twelve years old. She …, etc.
- Mediskusikan hasil teks bersama dengan teman
satu kelompok, antar kelompok atau dengan saya.
-
Guru sebagai fasilitator senantiasa berjalan mendekati setiap kelompok untuk
mengetahui sejauh mana kerja kelompok itu. Dan dalam hal ini saya langsung memberi koreksi pembetulan jika ada
kesalahan dan selanjutnya setiap anggota kelompok untuk membuat pessis aeperti
yang sudah dikoreksi. Dan hasil kelompok dipresentasikan serta dipajangkan pada
papan display.
ICoT :
- Dari pengamatan dan beberapakali revisi saya lanjutkan pada tahapan kerja mandiri karena siswa
saya anggap sudah mampu untuk memproduk teks deskriptif
sendiri..
- Hasil mandiri siswa merupakan end product yang menunjukan suatu pencapaian kompetensi
siswa baik lisan maupun tulis.
- Penilaian kompetensi yang sesungguhnya
adalah pada end- product tersebut.
- Penilaian hasil paling tepat dilakukan
setelah siswa melalui siklus lisan maupun tulis dan mereka sudah
mampu untuk memproduct teks tersebut baik lisan maupun
tulis.
- Hasil siswa dikumpulkan dalam
portofoliosiswa atau bisa juga untuk di pajangkan.
2. Pembelajaran II
a. Jenis Teks : Recount
b. Metode pembelajaran
Menggunakan
2 siklus dan masing-masing siklus mengalami 4 tahapan. Yang dimaksud dengan 2
siklus yaitu siklus lisan yang meliputi kegiatan listening dan speaking
dan siklus tulis yang meliputi kegiatan listening,
speaking, reading dan writing. Sedangkan
yang dimaksud 4 tahapan adalah BKoF, MoT, JCoT dan ICoT. Tentang keterangan
langkah-langkah ini sudah dijelaskan di Bab I.
c. Kegiatan
yang dilakukan.
1)
Siklus lisan ( 4 jam pelajaran)
Dalam
silkus lisan pembelajaran teks deskriptif kegiatan pembelajaran akan dilihat
pada masing-masing tahapan pembelajaran.
BKoF : - Pemberian model teks-teks recount yang diberikan oleh saya dengan mengunakan
konteks situasi dan kondisi yang paling dekat
dengan diri siswa dengan menceriterakan pengalaman saya diwaktu lampau atau juga pengalaman siswa
yang saya etahui.
- Penyampaian wacana-wacana
interpersonal maupun transaksional
yang sesuai.
- Pembahasan kosa-kata- kosa-kata yang
digunakan dalam teks recount
- Penjelasan lisan tentang fitur-fitur
kebahasaan muncul (past tense, verb II, adverb of place, adverb of
time,etc)
- Penjelasan retorika pembuatan teks recount
-
Kegiatan yang muncul misalnya: Tanya jawab, inquiri, memorizing, listen and do, listen and repeat, dan kegiatan lain dengan sangat meminimalkan kegiatan
tulis menulis.
MoT : - Pemberian model kembali dengan tujuan
siswa agar lebih kenal melalui
apa yang mereka dengar. Kegiatan ini dilakukan berulang-ulang
sampai siswa kita amati sudah memiliki tentang
teks recount.
JCoT : - Pembentukan kelompok
- diskusi kelompok
- membuat teks secara kelompok
- mempresentasikan secara kelompok
atau bisa juga perwakilan.
ICoT : -
Penyampaian cerita pengalaman siswa diwaktu lampau.
2)
Siklus Tulis ( 12 jam pelajaran)
BKoF : - Diberikan gambar yang beralur
cerita.
- Identifikasi gambar dan prediksi
vocabulary yang mungkin muncul
- Bertanya jawab tentang pola kalimat past tense.
- Pemberian penjelasan dalam bentuk tulis
termasuk perubahan kata kerja I ke bentuk II , adverb of time dan sbagainya
- Penjelasan retorika membuat teks recount
MoT : - Diberikan teks recount
dalam bentuk tulis.
- Menjawab pertanyaan-pertanyaan sehubungan
dengan informasi dari teks.
- Menganalisa retirika teks recount dan bertanya jawab sekitar retorika pembuatan teks recount.
JCoT : - Membuat grup
- Membuat teks bersama-sama( misalnya: salah
satu siswa memunculkan ide pengalaman bersama yang
dialamai diwaktu yang lampau dalam bentuk kalimat
orientasi” Last week we went to Benteng Van Der Wijck
together. We went there by bicycle. We …,etc}.
- Mediskusikan hasil teks bersama dengan teman
satu kelompok, antar kelompok atau dengan saya.
-
Guru sebagai fasilitator senantiasa berjalan mendekati setiap kelompok untuk
mengetahui sejauh mana kerja kelompok itu. Dan dalam hal ini saya langsung memberi koreksi pembetulan jika ada
kesalahan dan selanjutnya setiap anggota kelompok untuk membuat pessis aeperti
yang sudah dikoreksi. Dan hasil kelompok dipresentasikan serta dipajangkan pada
papan display.
ICoT :
- Dari pengamatan dan beberapakali revisi saya lanjutkan pada tahapan kerja mandiri karena siswa
saya anggap sudah mampu untuk memproduk teks recount sendiri..
- Hasil mandiri siswa merupakan end product yang menunjukan suatu pencapaian kompetensi
siswa baik lisan maupun tulis.
- Penilaian kompetensi yang sesungguhnya
adalah pada end- product tersebut.
- Penilaian hasil paling tepat dilakukan
setelah siswa melalui siklus lisan maupun tulis dan mereka sudah
mampu untuk memproduct teks tersebut baik lisan maupun
tulis.
- Hasil siswa dikumpulkan dalam
portofoliosiswa atau bisa juga untuk di pajangkan.
3. Pembelajaran III
a. Jenis Teks : Naratif
b. Metode pembelajaran
Menggunakan
2 siklus dan masing-masing siklus mengalami 4 tahapan. Yang dimaksud dengan 2
siklus yaitu siklus lisan yang meliputi kegiatan listening dan speaking
dan siklus tulis yang meliputi kegiatan listening,
speaking, reading dan writing. Sedangkan
yang dimaksud 4 tahapan adalah BKoF, MoT, JCoT dan ICoT. Khusus untuk
pembelajaran III saya menggunakan Integrated
genre learning untuk efektifitas proses
c. Kegiatan
yang dilakukan.
1)
Siklus lisan ( 4 jam pelajaran)
Dalam
silkus lisan pembelajaran teks naratif kegiatan pembelajaran akan dilihat pada
masing-masing tahapan pembelajaran. Namun karena pembelajaran teks naratif
merupakan pembelajaran yang paling sulit untuk disampaikan maka pembelajaran
III merupakan pembelajaran yang memerlukan persiapan dan optimalisasi
kemampuan, baik kemampuan saya untuk memberikan model (bercerita secara lisan)
maupun sarana multimedia untuk membantu proses pembelajaran agar dapat berjalan
dengan aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan untuk pencapaian kompetensi
dari proses pembelajaran teks naratif. Karena keterbatasan saya, dalam
pemberian model naratif saya putarkan suatu film ceritera melalui (VCD player +
TV out) atau menggunakan (Komputer multimedia + LCD). Dalam pembelajaran ini
saya kemas dalam pembelajaran Integrated
Narrative Genre Learning. Integrated
yang dimaksud disini adalah siklus lisan saya laksanakan sampai dengan tahap
modeling. Dan siklus lisan ini saya anggap merupakan bagian dari siklus lisan
yang dilaksanakan pada tahap berikutnya. Disini efektifitas pembelajaran dapat
dicapai. Keaktifan dan kreatifits siswa bisa digali dan kesenangan dapat siswa
dapatkan.
BKoF : - Pemberian model teks-teks narratif yang berupa dongeng- dongeng yang siswa sudah
kenal baik langsung oleh saya maupun
dengan film-film cerita. - Penyampaian wacana-wacana
interpersonal maupun transaksional yang sesuai.
- Pembahasan kosa-kata- kosa-kata yang
digunakan dalam teks naratif
- Penggalian pesan moral dan nilai-nilai
baik dan buruk dalam suatu
cerita dan dilanjutkan pada pembimbingan untuk berpihak
pada kebaikan.
-
Penjelasan lisan tentang fitur-fitur kebahasaan muncul (past tense,past
continuous tense, ungkapan langsung, verb II, adverb
of place, adverb of time, etc ).
- Penjelasan retorika pembuatan teks recount
-
Kegiatan yang muncul misalnya: Tanya jawab, inquiri, memorizing, listen and do, listen and repeat, dan kegiatan lain dengan sangat meminimalkan kegiatan
tulis menulis.
MoT : - Pemberian model kembali dengan tujuan
siswa agar lebih kenal melalui
apa yang mereka dengar. Kegiatan ini dilakukan berulang-ulang
sampai siswa kita amati sudah memiliki pemahaman
teks naratif.
2)
Siklus Tulis ( 12 jam pelajaran)
BKoF : - Diberikan gambar cerita.
- Identifikasi gambar dan prediksi
vocabulary yang mungkin muncul.
- Bertanya jawab tentang pola kalimat Past Tense, Past Continuous Tense, ungkapan langsung, dan
fitur-fitur kebahasaan lainya.
- Pemberian penjelasan retorika pembuatan teks
naratif.
MoT :
- Diberikan teks naratif dalam bentuk tulis.
- Menjawab pertanyaan-pertanyaan sehubungan
dengan informasi dari teks.
- Menganalisa retorika teks naratif dan
bertanya jawab sekitar retorika pembuatan teks naratif.
JCoT : - Pembentukan
grup
- Membuat teks bersama-sama( misalnya: salah
satu siswa memunculkan ide cerita dalam bentuk kalimat
orientasi” Once
upon time there was a beautiful girl who lived happily in tiny village. She ....”
- Kalimat selanjutnya diselesaikan
bergilir sampai menjadi teks naratif dengan minimal ada bagian
orientasi, komplikasi dan resolusi.
- Mediskusikan hasil teks bersama dengan teman
satu kelompok, antar kelompok atau dengan Fasilitator.
-
Guru sebagai fasilitator berjalan mendekati setiap kelompok untuk mengetahui
sejauh mana kerja kelompok itu. Dan dalam hal ini saya langsung memberi koreksi pembetulan jika ada
kesalahan dan selanjutnya setiap anggota kelompok untuk membuat teks persis seperti
yang sudah dikoreksi. Dan hasil kelompok dipresentasikan serta dipajangkan pada
papan display.
ICoT :
- Dari pengamatan dan beberapakali revisi saya lanjutkan pada tahapan kerja mandiri karena siswa
saya anggap sudah mampu untuk memproduk teks naratif
sendiri..
- Hasil mandiri siswa merupakan end product yang menunjukan suatu pencapaian kompetensi
siswa baik lisan maupun tulis.
- Penilaian kompetensi yang sesungguhnya
adalah pada end- product tersebut.
- Penilaian hasil paling tepat dilakukan
setelah siswa melalui siklus lisan maupun tulis dan mereka sudah
mampu untuk memproduct teks tersebut baik lisan maupun
tulis.
- Hasil siswa dikumpulkan dalam
portofoliosiswa atau bisa juga untuk di pajangkan.
C. Penilaian Hasil Proses Pembelajaran.
Penilaian
yang dapat saya laporkan antara lain:
- Penilaian Tindak Bahasa ( Actional Competence) yang meliputi: mendengar, berbicara, membaca dan menulis. Yang didalamnya sudah mencakup Kompetensi Sosiokultural, Kompetensi Sikap dan Kompetensi Strategy.
Laporan berupa nilai-nilai pencapaian
Kompetensi Dasar.
- Penilaian Sikap ( keberpihakan pada sifat baik atau buruk maupun sikap siswa terhadap mata pelajaran Bahasa Inggris. Penilaian berupa pengamatan yang dituangkan dalam tabel hasil pengamatan dan lembar penilaian siswa sendiri dalam proses pembelajaran.
BAB III
LAPORAN HASIL
A. Hasil Kegiatan
Data yang dilaporkan adalah data
nilai rekapitulasi dari suatu tahap pembelajaran di kelas 7a SMP Negeri 2
Gombong tahun pelajaran 2004/2005 sebagai berikut:
1. Pembelajaran
I ( Pembelajaran Teks Deskriptif)
Data Penilaian Tindak Bahasa ( Actional Competence)
NO
|
KOMPETENSI
DASAR
|
N. RATA-RATA
KELAS
|
%PENCAPAIAN
KOMP. DASAR
|
1.
2.
3.
4.
|
Mendengar
Berbicara
Membaca
Menulis
|
82
80
85
77
|
82
80
85
77
|
2. Pembelajaran
II ( Pembelajaran Teks Recount)
Data Penilaian
Tindak Bahasa ( Actional Competence)
NO
|
KOMPETENSI
DASAR
|
N. RATA-RATA
KELAS
|
%PENCAPAIAN
KOMP. DASAR
|
1.
2.
3.
4.
|
Mendengar
Berbicara
Membaca
Menulis
|
82,08
80,43
79,35
78,20
|
82,08
80,43
79,35
78,20
|
3. Pembelajaran
III ( Pembelaran Teks Naratif)
a. Data
Penilaian Tindak Bahasa ( Actional
Competence)
NO
|
KOMPETENSI
DASAR
|
N. RATA-RATA
KELAS
|
%PENCAPAIAN
KOMP. DASAR
|
1.
2.
3.
4.
|
Mendengar
Berbicara
Membaca
Menulis
|
83
83
82
79
|
83
83
82
79
|
b. Data
Penilaian Sikap 1 ( Nilai Moral)
No
|
Siklus
|
Jumlah
Siswa
|
Pemilihan
nilai moral
|
Total%
|
|
bad
|
good
|
||||
1.
2.
|
Lisan
Tulis
|
40
40
|
0
0
|
40
40
|
100%
100%
|
c. Data
Penilaian Sikap Terhadap Bahasa Inggris (Keaktifan Siswa)
No
|
Jumlah
siswa
|
Waktu
|
Jenis
Kegiatan
|
Jumlah
talli
|
Jumlah
talli
|
||
Siklus
1
|
Siklus
2
|
Siklus
1
|
Siklus
2
|
||||
1.
2.
3.
4.
|
40
40
40
40
|
4 jam
pel.
|
12
Jam
pel.
|
Questioning
Answering
Expressing
Practicing
|
72
64
26
20
|
102
96
58
56
|
174
160
84
76
|
TOTAL
|
182
|
312
|
494
|
d. Data Rasa
Senang Siswa
No
|
Media
|
Total
|
Tingkat
Kesenangan
|
Total %
|
|||
Kurang/
tidak
|
Agak
senang
|
Senang
|
Senang
sekali
|
||||
1.
2.
3.
4.
|
Tanpa
media
OHP
VCD
player+TV out
Multi-media
Computer
|
40
40
40
40
|
13
(32,5%
|
27
(67,5%)
9
(22,5%)
|
31
(77,5%)
34
(85%)
|
6
(15%)
40
(100%)
|
100%
100%
100%
100%
|
B. Pembahasan
Bardasarkan data-data yang ada
menunjukkan bahwa:
- Pencapaian kompetennsi secara klasikal dapat dicapai karena setiap Kompetensi Dasar (KD) pada setiap pembelajaran mencapai rata-rata kelas > 75 (Data A. 1, 2, dan 3).
- Namun demikian secara individual guru harus melakukan program perbaikan proses maupun perbaikan nilai. ( Data lampiran nilai dan program tindak lanjut)
- Data A.3b. menunjukkan bahwa melalui pengamatan tak seorangpun menunjukkan jari memilih karakter/sifat yang jelek seperti yang dicontohkan dalam peran-peran dalam suatu teks naratif tetapi sebaliknya 100% siswa memilih sifat-sifat baik.
- Data A.3c. menunjukkan bahwa keaktifan siswa dapat saya bangkitkan dengan menggunakan blangko penilaian siswa sendiri dalam proses pembelajaran. Dan hasilnya semua siswa dapat menunjukkan peran aktifnya baik dalam bentuk bertanya, menjawab, presentasi maupun demontrasi.
- Data A.3d. menunjukkan bahwa pembelajaran yang saya lakukan benar-benar dapat menyenangkan siswa. Dengan menggunakan berbagai media pembelajaran proses pembelajaran yang menyenangkan dapat diciptakan. Dengan rasa senang akan berdampak positif terhadap keberhasilan dalam pencapaian kompetensi. Setelah saya menggunakan Komputer multi media +LCD dalam pembelajaran semua siswa merasa senang dalam mengikuti proses pembelajaran.
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan langkah-langkah
penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan dan pembahasan pada bagian
sebelumnya maka dapatlah disimpulkan penelitian tindakan ini. Ada beberapa tindakan yang berhasil dan ada pula yang kurang berhasil. Berikut ini
disampaikan beberapa tindakan yang berhasil.
- Pembelajaran Teks adalah salah satu proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi siswa sesuai dengan apa yang diharapkan dalam kurikulum 2004.
- Bahan ajar yang sesuai dengan kondisi dan situasi anak adalah merupakan bahan ajar yang paling baik dan tugas guru adalah memilih bahan ajar yang cocok atau membuatnya sendiri sesuai dengan silabus yang guru kembangkan.
- Pengorganisasian kelas yang sangat bervariatif sangat diperlukan untuk berhasilnya suatu pembelajaran.
- Pengulangan-pengulanan dan kesabaran guru perlu ditingkatkan agar pelayanan dalam proses pembelajaran dapat dilakukan secara optimal.
- Pemimbingan pada siswa dalam proses pembelajaran harus selalu dilakukan baik secara individual maupun klasikal sehingga hasil yang diharapkan dalam proses pembelajaran dapat dicapai secara optimal.
- Penggunaan Blangko Penilaian Siswa Sendiri dalam proses pembelajaran siswa sangat dapat membantu mengaktifkan siswa tanpa guru meminta-minta atau menyuruh-menyuruh siswa aktif. Hal ini dapat membangkitkan keberanian siswa, percaya diri siswa dan meningkatkan kompetisi siswa dengan teman-temannya.
- Penjelasan yang lebih jelas, lebih fokus dan rinci akan mengurangi kesalahan siswa dalam memproduk suatu teks. Hal ini sangat menguntungkan bagi guru karena semakin kecil kesalahan semakin mudah untuk mengoreksi dan menunjukkan bahwa kompetensi sudah dimilki oleh siswa dalam akhir dari proses pembelajaran.
- Pemotivasian kepada siswa sangat dibutuhkan siswa. Lebih-lebih siswa SMP sebelum masuk sekolah dijenjang SMP siswa sudah memiliki motivasi untuk belajar bahasa Inggris dengan sungguh-sungguh sehingga pemupukan sangat dibutuhkan.
Tindakan yang kurang berhasil
adalah pejelasan tentang retorika terutama untuk sebagian kecil siswa. Dalam
hal ini fitur-fitur kabahasaan perlu ada langkah-langkah khusus untuk program
penelitian tindakan selanjutnya.
Ada beberapa perubahan positif dalam
pembelajaran sebagai akibat penelitian ini yaitu:
- Guru semakin meningkat profesionalismenya .
- Siswa lebih aktif dan senang dalam pembelajaran.
- Siswa lebih jelas dalam menerima materi pembelajaran.
- Keefektifitasan dapat dilaksanakan dalam pembelajaran.
- Keberanian , rasa percaya diri, dan sikap kompetisi meningkat.
- Guru peneliti meningkat rasa percaya diri dan termotivasi untuk melakukan penelitian tindakan dengan permasalahan yang berbeda.
- Guru peneliti merasa terpuaskan dengan perubahan sikap, tingkah laku ke arah yang positif.
Keberhasilan sejumlah upaya
tindakan dalam penelitian ini, menunjukkan bahwa Pembelajaran jenis-jenis teks
telah mampu mencapai kompetensi siswa kelas 7a SMP Negeri 2 Gombong tahun
pelajaran 2004/2005.
B. Saran-Saran
Berdasarkan simpulan dalam
penelitian ini, ada beberapa saran yang ditujukan kepada: Siswa, Guru Bahasa
Inggris, Guru-Guru lain, Kepala Sekolah dan Peneliti lain.
1. Kepada siswa
Siswa seharusnya meningkatkan
kompetensinya antara lain kompetensi tindak bahasa (actional competence) terdiri mendengar (listening), berbicara (speaking),
membaca (reading) dan menulis(writing) dan kompetensi-kompetensi yang
lain.
Siswa seharusnya selalu melatih diri
dengan kompetensi yang sudah mereka miliki dengan demikian akhirnya menjadi
suatu kebiasaan dan siap untuk digunakan kapanpun dan dimanapun.
2. Kepada Guru
Bahasa Inggris
Guru bahasa Inggris hendaknya selalu
meningkatkan pengetahuannya apalagi dengan adanya kurikulum 2004. Ada perubahan
konsep yang mendasar dari kurikulum 2004 dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya
untuk itu guru harus segera menyesuaikan dan harus meningkatkan kompetensi
dirinya terlebih dahulu karena tanpa guru yang tahu maksud dari standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa serta bagaimana
metode pembelajarannya, guru tidak akan mencapai tujuan pembelajaran secara optimal sesuai
dengan yang direncanakan.
Profesionalisme guru harus selalu
ditingkatkan agar para guru dapat mengimbangi kemajuan zaman, syukurlah kalau
guru dapat melakukan prediksi kebutuhan pembelajaran dimasa datang.
3. Kepada
Guru-guru lain
Guru-guru mata pelajaran yang lain
hendaknya dapat mengemas pembelajarannya sehingga fungsi sebagai pengajar
sekaligus mendidik dapat dilaksanakan tanpa meninggalkan pencapaian kompetensi.
4. Kepada Kepala
Sekolah
Kepala sekolah hendaknya memberi
kemudahan dan memfasilitasi apa apa yang dibutuhkan dalam proses penelitian
tindakan maupun sarana serta pengadaan media pembelajaran dalam proses
pembelajaran tersebut.
Kepala sekolah hendaknya membantu
guru untuk mengadakan inovasi dalam pembelajaran serta meningkatkan profesionalisme
guru yang menjadi bawahannya.
5. Kepada
Peneliti lain
Penelitian tindakan ini untuk
mengetahui upaya-upaya meningkatkan hasil belajar dan budi pekerti siswa
melalui pembelajaran teks (genre).
Masih banyak masalahmasalah yang berkaitan dengan upaya meningkatkan hasil
belajar dan budipekerti siswa yang belum terpecahkan. Oleh karena itu banyak
kesempatan bagi peneliti lain untuk memecahkan masalah-masalah tersebut demi
kemajuan pembelajaran bahasa Inggris khususnya dan dunia pendidikan pada umumnya
di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Alter, J.B. ,
Prof. , M.A., Curriculum English SMP for Indonesia Book 2. Hong Kong : Time Educational Co LTD, 1982.
Andreas
Priyono, Drs. , Dipl,Art,M.Sc.Ed. dan Drs. H. Djunaedi. Petunjuk Praktis
Classroom Based Action Reseach. Semarang
: Proyek Perluasan dan Peningkatan Mutu SLTP Jateng, 2001.
Mark Anderson
and Kathy Anderson, Text Types in English, Malaysia, 2003.
MGMP Bahasa Inggris
Kabupaten Kebumen, English Book 1 (English Competence Based through
Genre) for the Seventh Year, Kebumen
, 2004.
MGMP Bahasa Inggris
Kabupaten Kebumen, Pengembangan Silabus Bahasa Inggris, Depdikbud, Kebumen,
2005.
---------, Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia,
Jakarta, 2003.
Departemen
Pendidikan Nasional, Kurikulum 2004
Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa Inggris SMP dan MTs. Jakarta : Puskur Balitbang Depdiknas, 2003.
Departemen
Pendidikan Nasional,Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat
Pendidikan Lanjutan Pertama , Pendekatan Kontekstual, 2002.
Djawanto
PS,S.E.,Pokok-pokok Metode Riset dan Bimbingan Teknis Penulisan Skripsi.
Yogyakata : Liberty Yogyakarta
,2000.
Helena I.R. Agustin, Dra.,
M.A., PhD., Materi Pelatihan Terintegrasi Bahasa Inggris, Jakarta : Dirjendikdasmen, 2004.
Hornby, A.S.,
Oxford Advenced Learner’s Dictionary of Current English. Oxford : Oxford
University Press,1974.
Jenny
Hammond, et al.,English for Social Purposes. Sydney,Australia:Macquarie University,1992.
John M.
Echols and Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia dan Kamus Indonesia
Inggris. Jakarta
: Pt Gramedia Pustaka Utama, 1993.
Parnwell,
E.C. , Oxford
English Picture Dictionary. Jakarta
: PT Pustaka Ilmu, 1993.
Tim
Instruktur Propinsi Jawa Tengah . Pedoman Penyusunan Karya Tulis Ilmiah
di Bidang Pendidikan dan
Angka Kredit Pengembangan Profesi Guru. Semarang : Proyek Perluasan SLTP Propinsi
Jawa Tengah, 1995.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar