KEPROFESIONALAN GURU
DITINJAU DARI BESARNYA PEROLEHAN HASIL BELAJAR
Oleh: Bambang Purnomo
Abstract
Teacher is a profession The profession
must be need a person who has a profesional competency. Profesional
teacher must be able to plan a
lesson plan, to do the lesson plan, to evaluate the test, to analize the test
result and to follow up the analizing. Just a few of our teachers has known the
gain of the result of their learning procces,
so they don’t know that they have
been a profesional or haven’t.
One of way to know the profesional teacher
is through the discrepancy beetween the result of the learning proccess that it
has been done (N1) and the zero condition (N0) before the learning activity.
The total of the result of the learning
proccess that it has been done (N1) mines
the zero condition (N0) before the learning activity can be used to
know, how profesional they are.
To
know the degrees of the profesionalism of the teachers in their learning proccess can be categoried at bellow
table:
NO
|
Result of The Learning
(HP=N1-N0)
|
Criteria
|
1
|
HP the same or less than 0
|
not profesional
|
2
|
HP = 0,01 – 0,99
|
low
|
3
|
HP = 1,00 – 1, 99
|
enough
|
4
|
HP = 2,00 – 2,99
|
high
|
5
|
HP = 3,00 – 4,00
|
Very high
|
From the tabel there are five categories of the
profesionalsm. They are not profesional, low, enough, high, and very high.
Key words: keprofesionalan,
guru, perolehan, hasil pembelajaran
I
PENDAHULUAN
Guru merupakan suatu profesi yang memerlukan para pelaku yang profesional.
Profesional dalam hal ini guru dituntut untuk mampu merencanakan, melaksanakan,
mengevaluasi, menganalisa, dan menindak lanjuti apa yang sudah diperoleh dari
proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Mengetahui perolehan hasil
pembelajaran (HP) sangat diperlukan
dalam meningkatkan profesionalisme guru. Usaha yang mendatangkan hasil umumnya
bisa menimbulkan motivasi dalam bekerja. Dan tak akan ada motivasi yang tanpa
harapan. Usaha yang penuh harapan akan meningkatkan kinerja yang berdampak
positif terhadap peningkatan mutu dan hasil.
Semakin guru tahu berapa besar
perolehan proses pembelajarannya akan menimbulkan motivasi khusus bagi
peningkatan profesionalisme guru tersebut.
Belum banyak guru yang
mengetahui berapa besar tingkat profesionalisme mereka. Dan bahkan untuk
mengetahui dari sisi mana guru sudah dianggap profesional atau belum
profesional. Memang sekarang sudah ada sertifikasi guru profesional tetapi
sangatlah perlu untuk tetap dikembangkan profesionalisme guru-guru tersebut
secara terus menerus sehingga dampat sertifikasi guru benar-benar dapat
menunjukkan adanya perubahan ke hal yang lebih baik yang pada akhirnya dapat
meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah pada khususnya dan kualitas
pendidikan nasional cecara umum.
II
PROFESIONALISME GURU
Dari beberapa diskusi dengan
guru-guru teman sejawat baik yang bermasa kerja kurang dari 5 tahun, 5 tahun,
atau lebih dari 5 tahun bahkan ada yang lebih dari 10 tahun, 20 tahun bahkan 30
tahun. Dari guru tidak tetap (GTT), guru kontrak dan guru-guru yang sudah tetap
( pegawai negeri) ternyata bisa diambil kesimpulan bahwa sebagian besar
guru-guru itu tidak mengetahui berapa besar nila awal (nilai pre-test activity/
N0) dan perolehan setelah mendapat pembelajaran (nilai post-test activity N1,
N2, N3, dan seterusnya. Dengan kata lain berapa besar perolehan hasil
pembelajaran yang sudah guru capai selama proses pembelajaran selama sampai
dengan tengah semester 1 , sampai dengan satu semester, sampai dengan tengah
semester 2, sampai dengan semester 2, sampai dengan 1 tahun , sampai dengan 2
tahun atau sampai dengan 3 tahun.
Sebelum melangkah hal-hal yang
lebih lanjut mari kita bandingkan dengan ilustrasi sebagai berikut :
Sebuah pabrik
yang melayani kebutuhan masyarakat. Pengelola pabrik itu pasti akan
merencanakan berapa banyak hasil yang akan diproduksi, ke mana produksi itu
akan didistribusikan, berapa hasil keuntungan yang akan diperoleh dalam satu
tahun, setengah tahun atau satu tahun, bagaimana untuk meningkatkan hasil
produksi baik kuantitas maupun kualitas, bagaimana untuk mengembangkan usahanya
agar lebih maju dan menambahkan jumlah keuntungan yang berdampak pada kebonafitan
perusahaan, sekaligus meningkatkan kesejahteraan semua karyawannya. Semua itu
tidak lepas dari pengelolaan yang professional, yang didalamnya terdapat unsur
merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, mengalisa dan menindak lanjuti
hal-hal demi kemajuan perusahaan.
Kembali kepada topik pokok
permasalahan kita sebagai guru dan atau kepala sekolah, sudahkan kita
melaksanakan seperti apa yang suatu pabrik laksanakan walaupun tidak dapat
disamakan secara keseluruhan. Kalau belum artinya kita belum melaksanakan
profesi guru dengan professional. Sebenarnya kita sudah melaksanakan banyak hal
dalam melaksanakan profesi keguruan seperti yang sudah kita lakukan diatas
anatara lain : merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, menganalisa dan bahkan
menindak lanjuti proses pembelajaran kita, hanya saja selama ini banyak yang
belum mengetahui berapa besar perolrhan yang kita peroleh dalam proses
pembelajaran itu. Keprofesionalan kita terkurangi karena perolehan kita tidak
bisa kita ketahui sehingga prediksi perolehan kita tidak bisa diperkirakan.
Untuk itu masih banyak hal yang perlu kita kerjakan untuk melengkapi tingkat
profesionalisme kita sebagai guru.
Guru yang
profesional merupakan dambaan bagi dunia pendidikan karena guru merupakan
profesi yang memerlukan orang-orang yang
ahli dalam bidangnya. Sudahkah guru-guru kita profesional? Tidak mudah seorang
guru untuk menjawab pertanyaan diatas. Mengapa? Karena guru-guru kita tidak
tahu apakah dirinya sudah profesional apa belum. Hal ini terjadi karena belum
ada ukuran yang menujukkan seorang guru
sudah profesional ataum belum profesional. Berapa besar tingkat
profesionalitasnya. Dengan dasar apa seorang guru menyatakan profesional.
Mungkin saat ini sudah ada guru-guru yang mendapatkan sertifikat profesional
dengan adanya program sertifikasi guru dan dosen. Apakah hal itu menjamin bahwa
yang sudah lolos itu sudah profesional. Mari kita merenung, merefleksi diri
kita masing-masing agar sertifikat guru profesional bisa kita pelihara dan
ditingkatkan terus menerus agar berdampak pada peningkatan kualitas pendidikan
di Indonesia.
Penulis
berikan tabel tingkat profesionalisme
dilihat dari besarnya perolehan hasil pembelajaran yang dilakukan oleh seorang
guru.
NO
|
HASIL PEMBELAJARAN (HP=N1-N0)
|
KRITERIA
|
1
|
HP sama atau lebih kecil dari 0
|
Tidak profesional
|
2
|
HP = 0,01 – 0,99
|
Profesionalisme rendah
|
3
|
HP = 1,00 – 1, 99
|
Profesionalisme cukup
|
4
|
HP = 2,00 – 2,99
|
Profesionalisme baik
|
5
|
HP = 3,00 – 4,00
|
Profesionalisme sangat baik
|
Dengan
tabel tingkat profesionalisme tersebut diatas dapat dikatakan semakin besar
perolehan hasil pembelajaran semakin tinggi tingkat profesionalisme.
III
PEROLEHAN HASIL PEMBELAJARAN
Danem SD pernah ada, pernah
tidak ada dan sekarang ada daftar nilai UASBN, artinya nilau input bagi peserta
didik di tingkat SMP bisa kita dapatkan dari nilai SD tetapi tidak semua mapel
di SMP dapat mengambil data dari nilai UASBN. Hal ini merupakan hal yang perlu
diupayakan agar mata pelajaraan yang belum ada di UASBN data nilai awal siswa
dapat diketahui. Untuk mencari bagaimana mendapatkan nilai pre-test activity (N0) bagi peserta didik yang nantinya bisa
dijadikan sebagai nilai awal bagi peserta didik sebelum memperoleh
pembelajaran. Dan selanjutnya digunakan untuk mengetahui perolehan hasil pembelajaran selama kurun
waktu setengah semester, satu semester atau satu tahun bahkan tiga tahun
pembelajaran caranya sebagai berikut :
- mengetahui data pre-test activity (N0)
- mengetahui data perolahan hasil pembelajaran/ post-test activity (N1)
- memilih alat test
- menentukan kapan test dilaksanakan
- mengalisa hasil test
1. Mengetahui Data Pre-Test
Activity (N0)
Data pre-test
activity (N0) dapat diperoleh dari pre-test
pada awal sebelum suatu proses pembelajaran dilaksanakan dengan berapa banyak
pembelajaran yang diinginkan. Tentang berapa jumlah yang di pre-test kan terganutng komponen apa saja
yang akan atau ingin diketahui, kurun waktu, input individual, klasikal atau
sekolah. Kalau kita akan mengetahui input individual dan klasikal cukup
mengadakan pre-test untuk
masing-masing kelas atau kelas paralel, tetapi jika kita ingin memperoleh data
input sekolah kita perlu waktu minimal 3 tahun untuk siswa SMP yaitu proses peserta
didik awal duduk di kelas 7 sebelum ada proses pembelajaran.
2. Mengetahui Data Post-Test
Activity (N1)
Data post-test activity (N1) diperoleh dari post-test setelah dilakukan
pembelajaran. Soal tes yang digunakan sebaiknya sama atau sejenis dengan soal waktu pre-test untuk orang yang sama, hanya
saja waktunya yang berbeda, tergantung pada kurun waktu yang ingin diketahui
dan berapa banyak cakupan materi yang akan diberikan selama kurun waktu ini.
Misalnya :
a. Materi untuk satu KD atau beberapa KD untuk
mengetahui perolehan berupa hasil ulangan harian.
b. Materi selama setengah semester untuk memperoleh
hasil pembelajaran dalam waktu setengah semester.
c. Kurun waktu satu semester dan materi satu semester
akan diperoleh hasil pembelajaran selama satu semester bagi mata pelajaran dan
guru tersebut.
d. Kurun waktu satu tahun dan materi satu tahun akan
diperolah hasil pembelajaran selama satu tahun bagi mata pelajaran dan guru
tersebut.
e. Kurun waktu tiga tahun dari materi tiga tahun akan
diperoleh hasil pembelajaran selama tiga tahun bagi mata pelajaran dari satu
orang guru atau beberapa guru yang mengajar di sekolah tersebut.
Untuk memperoleh hasil pembelajaran dalam satu semester atau satu tahun
untuk mata pelaran tertentu bisa diperoleh oleh seorang guru secara individu
tetapi untuk memperoleh hasil pembelajaran sekolah untuk mata pembelajaran
tertentu perlu kerjasama dengan guru lain yang sama mata pelajarannya, misalnya
pre-test activity dilakukan oleh guru kelas 7 dengan materi yang mencangkup
bahan kelas 7, 8 dan 9 dan akan di-post-test
activity-kan pada akhir tahun ke tiga
pada saat siswa tersebut sudah duduk di kelas 9 semester 2.
3. Memilih Alat Test
Pembuatan atau pemilihan alan tes sebaiknya memperhatikan antara lain: cakupan materi harus diketahui dengan
pasti. Materi untuk 1 semester, 1 tahun, atau 3 tahun, penyusunan alat tes
perlu menggunakan prosedur yang benar sehingga cakupan materi, waktu dan tujuan
pembelajaran bisa terukur dan memenuhi kriteria alat tes yang baik. Alat tes
yang baik alat tes yang valid dan reliabel.
a. Reliabilitas
Pengertian reliabilitas adalah
suatu alat ukur untuk mengukur yang seharusnya diukur. Suatu alat dikatakan
realibel jika alat tersebut menghasilakan suatu gambaran atau hasil pengukuran
yang benar-benar dapat dipercaya. Dengan demikian alat pengukur itu dapat
diandalkan untuk membuat hasil pengukuran atau alat tes reliabel, maka
pengukuran yang dilakukan berulang-ulang dengan melalui alat yang sama tentang
obyek dan subyek yang sama hasilnya akan tetap atau relatif sama jika subyek
tersebut belum mendapat proses pembelajaran.
Ada tiga
cara untuk menghitung reliabilitas suatu test yaitu: pengulangan pengukuran
dengan alat yang sama, pengujian dengan alat ukur atau alat tes yang sama.dan dengan
membagi suatu alat ukur menjadi dua bagian yang seimbang.
1). Reliabilitas Pengukuran Ulang
Dari hasil langkah ini akan didapat
hasil pengukuran yang dapat diandalkan karena mengulangi pengukuran tersebut
dengan tes yang sama sehingga hasil korelasi pengukuran yang pertama dan kedua
hasilnya akan menunjukkan reliabel. Jenis ini hanya saja proses pengukuran
kedua harus benar-benar tetap sama.
2). Reliabilitas Pengukuran Setara
Jika tes alat ukur yang setara dimiliki,
maka kedua tes tersebut dapat diberikan terhadap subyek yang sama. Pengukuran
ini dapat diberikan pada waktu yang berurutan atau pada waktu pengukuran
tersebut subyek harus dalam keadaan dan kesiapan yang relatif sama, selanjutnya
korelasi antara hasil kedua tes itu akan memberikan keadaan reliabilitas jenis
ini.
3). Reliabilitas Belah Dua
Prosedur perhitungan yang paling sering
digunakan adalah dengan penyelenggaraan sekali tes yang hasilnya untuk memperkirakan
reliabilitas tes Caranya adalah dengan membagi tes yang digunakan menjadi dua
dan hasil pada masing-masing bagian dikorelasikan satu sama lain.
Pemecahan tes itu dapat dilaksanakan
dengan mengumpulkan nomor ganjil pada bagian pertama dan nomor genap pada
bagian yang kedua. Pemecahan soal-soal seperti ini hanya dilaksanakan pada
waktu pemeriksaan dan tidak pada waktu penyajian pada peserta test. Melaui cara
ini dengan sekali test diperoleh hasil test ini akan menunjukkan reliabilitas
test tersebut. (Ditjen Pendidikan Tinggi Departemen P dan K, 1983, Evaluasi
Belajar, 34-35).
b. Validitas
Pengertian validitas adalah suatu alat
tes dapat dikatakan valid jika alat tersebut benar-benar mengukur apa yang
seharusnya diukur. Misalnya untuk mengukur suhu tubuh manusia dipakai
termometer badan, untuk mengukur panjang suatu benda kita menggunakan meteran,
untuk mengukur kecepatan kendaraan kita gunakan speedometer dan untuk mengukur
kemampuan berbahasa Inggris baik teori maupun praktek digunakan tes bahasa
Inggris yang setingkat dengan kemampuan subyek yang hendak diukur. Secara umum dapat
dikatakan bahwa suatu tes untuk mata pelajaran tertentu dikatakan valid jika
tes tersebut benar-benar sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan
untuk dicapai dengan pengujian mata pelajaran tersebut.
Ada dua hal timbul sewaktu kita akan mengetahui
ke-validitas-an suatu tes, yaitu (1) Apakah yang secara tepat diukur oleh tes
tersebut? Dan (2) Bagaimana baiknya tes tersebut mengukur hal itu?. Jika tes
tersebut berdasarkan analisis yang tepat mengenai skill yang hendak diukur, dan
jika ada bukti yang cukup bahwa skor tes berkorelasi cukup tinggi dengan
kemampuan yang sebenarnya dalam bidang skill yang hendak diukur, maka dengan
lega dapatlah dinyatakan bahwa tes tersebut valid. Ada 3 Jenis Validitas yang umum,
1). Validitas
isi
Jika suatu tes dirancang untuk mengukur
penguasaan suatu skill khusus atau isi suatu mata pelajaran, maka tes tersebut
seharusnya didasarkan pada analisis yang cermat mengenai skill tersebut atau
pada ringkasan mata pelajaran yang dimaksud, dari butir-butir tes itu harus
mewakili dengan baik masing-masing bagian analisis atau ringkasan tersebut.
Misalnya, jika suatu tes dimaksudkan untuk mengukur penguasaan siswa mengenai
tes tertulis bahasa Inggris khususnya kemampuan membaca (reading comprehension) bukan membaca keras (reading loudly), maka mula-mula harus diadakan analisis mengenai
berbagai macam kemampuan membaca, penyebaran jenis teks, thema dengan kosakata
yang berkesesuaian dengan kelompok belajar peserta didik, ranah kognitif dan
tingkat kesukaran yang berimbang, serta jumlah soal yang bersesuaian denagn
waktu yang tersedia. Bila tes yang disusun telah mencerminkan analisis dalam
ketentuan-ketentuan tersebut, maka tes itu telah memiliki validitas isi. Janganlah
memilih tes hanya memperhatikan judul yang disajikan oleh pembuat tes, sebab
seringlah judul tersebut tidak sesuai dengan isinya.
2). Validitas
Konsep atau Kontruksi
Validitas konsep atau kontruksi bisa
dijelaskan dengan suatu contoh : misalnya untuk kelas 9 SMP disusun tes tentang
reading
comprehensions. Dalam hal ini pembuat tes harus memahami benar
pengertian mengenai Reading Comprehension
yang dimaksud. Selanjutnya pembuat tes itu harus mengetahui perilaku-perilaku
siswa yang diharapkan dalam hubungannya dengan kemampuan dalam Reading Comprehension.
Bila tes tersebut dapat mengukur dengan
baik perilaku siswa yang menunjukkan bahwa siswa itu mempunyai kemampuan yang
mantap dalam Reading Comprehension,
maka dapatlah dinyatakan bahwa tes tersebut memiliki validitas konsep atau
kontruksi. Perilaku siswa menunjukkan bahwa dia mempunyai kemampuan dalam Reading Comprehension itu, antara lain,
adalah memahami dan mengetahui semua fakta yang tersurat dan memahami dan
mengetahui segala fakta baik yang tersurat maupun yang tersirat.
3). Validitas
Muka
Disamping memiliki isi dan konsep, tes
harus memiliki validas muka. Misalnya jika tes tersebut mempunyai bentuk dan
muka atau penampilan yang meyakinkan bagi orang lain yang berkepentingan dengan penggunaan ter tersebut.
Validitas ini merupakan ciri suatu tes yang cukup penting, namun kedua
validitas tersebut tidak boleh diabaikan karena ketiganya sering dipentingkan.
c. Kepraktisan
tes
Kepraktisan tes adalah hal penting lain
yang harus dimiliki oleh suatu tes yang baik. Apalah artinya suatu tes yang
mungkin sekali sangat andal dan sangat sahih, tetapi tes itu diluar jangkauan
dari kemampuan siswa. Oleh sebab itu dalam menyiapkan suatu tes baru atau
pemilihan dari tes yang tersedia, kita perlu memperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
1). Penghematan
Kita ketahui bersama bahwa pengetesan
kemampuan berbahasa umumnya memerlukan biaya yang tidak sedikit. Sebagai
contoh, ketika suatu tes standar digunakan tentu biayanya tidak murah, sehingga
hal itu sangat memberatkan lembaga pendidikan yang bersangkutan juga penentuan
orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan tes sangat mempengaruhi biaya tes.
2). Kemudahan
dalam Pengadministrasian
Ada
beberapa faktor untuk mempermudah dalam pengadministrasian suatu tes adalah :
a) Petunjuk-petunjuk yang mudah dan
lengkap
b) Alokasi waktu yang tepat
c) Penyusunan dan penulisan tes
3). Kemudahan
dalam Penginterprestasian
Angka yang diperoleh suatu tes dapat
digunakan untuk berbagai macam keperluan. Untuk itu angka itu harus diinterprestasikan
sehingga memiliki makna. Tes buatan guru, guru yang membuat tes itu diharapakan
telah mampu menyediakan perhitungan-perhitungan statistik yang diperlukan untuk
mengolah angka-angka yang didapat dengan tes baku, biasanya penyusun tes telah menyediakan
berbagai keterangan dan bahan-bahan yang dapat digunakan untuk
menginterprestasikan angka-angka yang diperoleh dari tes tersebut.
4. Menentukan Kapan Pelaksanaan Tes
dilaksanakan
Karena dalam hak ini ingin
memperoleh data input dan output maka, pre-test
activity dilaksanakan pada awal kapan pembelajaran akan dilaksanakan. Hasil
tes tersebut kita jadikan nilai input bagi kita sedangkan output / nilai post-test activity dilaksanakan kapan
suatu pembelajaran itu telah selesai dilaksanakan. Hal ini tergantung keperluan
keperluan, tergantung berapa banyak dan berapa lama pembelajaran itu terjadi
misalnya : pada tengah semester 1 dan 2, akhir semester 1, akhir semester 2
(masing-masing kelas paralel) atau akhir semester 2 kelas 9 untuk keperluan
hasil proses pembelajaran selama tiga tahun. Untuk jelasnya disampaikan dalam
tabel di bawah ini:
No
|
Pre-test
act
|
Post-test
act
|
Keterangan
|
1
|
Awal semester 1
|
Tengah
Semster 1
|
Untuk mengetahui proses pembelajaran
selama setengah semester
|
2
|
Awal semester 1
|
Akhir sem. 1
|
Untuk mengetahui proses pembelajaran
semester 1
|
3
|
Awal semester
1
|
Akhir sem. 2
|
Untuk
mengetahui proses pembelajaran semester 2
|
4
|
Awal semester
1
|
Akhir sem.2
|
Untuk
mengetahui proses pembelajaran selama 1 tahun
|
5
|
Awal
semester 1 kelas 1
|
Akhir
sem. 2 kelas 3
|
Untuk
mengetahui proses pembelajaran selama 3 tahun
|
Hasil pre-test activity (N0)
digunakan sebagai angka input bagi peserta didik, sedangkan angka post-test
activity (TT) digunakan untuk mengetahui perolehan proses pembelajaran yang
akan dicapai. Hasil (T1-T1) merupakan volume besarnya proses pembelajaran yang
didapat dalam kurun waktu tertentu. Sedangkan perolehan pembelajaran yang
sesungguhnya adalah hasil tes sesungguhnya (N1) dikurangi dengan pre-test activity
(N0) perolehan proses pembelajaran yang sesungguhnya adalah (N1-N0) = Hasil
perolehan proses pembelajaran. Dari proses pembelajaran yang dimaksud menurut
keperluan proses pembelajaran yang mana yang akan kita ukur
IV. CONTOH PEROLEHAN HASIL PEMBELAJARAN
A. Analisa Perolehan Hasil Pembelajaran
Analisa tersebut
berdasarkan data pencapain hasil pembelajaran yang pernah dilakukan pada siswa
yang penulis ajar. Tindakan itu dilakukan karena penulis sebagai guru ingin
mengetahui seberapa besar hasil perolehan selama melakukan pembelajaran
sekaligus untuk mengetahui tingkat profesionalismenya. Adapun laporan
pendidikan berdasarkan pengalaman pembelajaran ini penulis laporkan sebagai
berikut.
Data awal (N0) didapatkan berdasarkan
hasil tes pada akhir semester 1 yang dijadikan
hasil pre-test activity (N0) yang merupakan nilai awal pada semester 2. Alat tes
yang digunakan adalah soal-soal tes Ujian Nasional/Ebtanas. Berikut
tabel pelaksanaan tes seperti tabel pada tabel 1 romawi IV di bawah ini:
Tabel 1
NO
|
KODE
SOAL
|
THN
|
KLS
|
WAKTU
|
KET
|
|
Tes
(N0)
|
Tes
(N1)
|
|||||
1
|
P1
|
2001/2002
|
3 A
|
11/11/ 2002
|
23/4/ 2003
|
Analisa
data untuk mengetahui hasil perolehan pembelajaran selama semester 2
|
2
|
P2
|
2000/ 2001
|
3 B
|
12/11/ 2002
|
02/05/ 2003
|
|
3
|
P2
|
2000/ 2001
|
3 C
|
12/11/ 2002
|
07/05/ 2003
|
|
4
|
P4
|
2001/ 2002
|
3 D
|
11/12/ 2002
|
05/05/ 2003
|
|
5
|
P5
|
1999/ 2000
|
3 E
|
13/11/ 2002
|
22/04/ 2003
|
Tabel 2: Contoh tabel nilai perolehan
nilai individual dan analisanya
NILAI PRE-TEST ACTIVITY
(N0) DAN POST-TEST ACTIVITY (N1)
|
|||||
MATA PELAJARAN BAHASA
INGGRIS / KODE SOAL : P1 (2001-2002)
|
|||||
NO
|
NAMA SISWA
|
Nilai Awal (N0)
|
Nilai Postes (N1)
|
(N1 - N0)
|
Ket.
|
Tgl. 11/11/2002
|
Tgl. 23/04/2003
|
||||
1
|
5,00
|
7,00
|
2,00
|
||
2
|
6,80
|
8,50
|
1,70
|
||
3
|
5,30
|
8,10
|
2,80
|
||
4
|
6,80
|
7,30
|
0,50
|
||
5
|
7,10
|
8,50
|
1,40
|
||
6
|
6,10
|
7,60
|
1,50
|
||
7
|
4,50
|
8,90
|
4,40
|
||
dst
|
7,80
|
6,80
|
-1,00
|
||
JUMLAH
|
236,10
|
291,80
|
55,70
|
||
RATA-RATA
|
5,90
|
7,30
|
1,39
|
B. Analisa Perolehan Individual
Adapun perolehan hasil
pembelajaran didapatkan dari nilai post-test activity (N1) nilai setelah
dilakukan pembelajaran dikurangi dengan nilai pre-test activity (N0) nilai
sebelum dilakukan pembelajaran.
Hasil perolehan
pembelajaran = N1 – N0
C. Analisa Secara Klasikal dan Paralel
Jumlah perolehan yang dicapai siswa

Jumlah
siswa
Berikut contoh hasil
analisa sepert pada tabel 3 romawi IV dibawah ini:
Tabel 3
REKAPITULASI PEROLEHAN
HASIL PEMBELAJARAN
|
|||||
NO
|
KELAS
|
NO
|
N1
|
N1-N0
|
KET
|
1
|
3A
|
5,90
|
7,30
|
1,40
|
berhasil
|
2
|
3B
|
5,71
|
6,08
|
0,37
|
berhasil
|
3
|
3C
|
6,18
|
8,01
|
1,83
|
berhasil
|
4
|
3D
|
6,45
|
7,79
|
1,34
|
berhasil
|
5
|
3E
|
6,10
|
6,58
|
0,48
|
berhasil
|
JUMLAH
|
30,34
|
35,76
|
5,42
|
||
RATA2
|
6,07
|
7,15
|
1,08
|
Dari data dalam tabel 3 tersebut
diperlihatkan bahwa perolehan secara klasikal kelas 3A sebesar 1,40, kela 3B sebesar 0,37, kelas 3C
sebesar 1,83, kelas 3D sebesar 1,34 dan kelas 3E sebesar 0,48. Dari kelima
kelas menujukkan bahwa perolehan secara klasikal semua kelas > 0 , dengan
kata lain hasilnya positif tidak minus, artinya pembelajaran yang dilaksanakan
berhasil.
Dari gambar 1 pada romawi IV ini adalah komparasi Nilai awal (N0) nilai
pada akhir semester 1 yang dibandingkan dengan Nilai setelah mendapatkan
pembelajaran (N1) nilai pada akhir semester 2 menunjukkan bahwa adanya
peningkatan perolehan.

Gambar 1: Grafik
komparasi N0 dan N1 secara klasikal
Adapun peningkatanya adalah
sebagai berikut: kelas 3A meningkat dari nilai rata-rata dari 5,90 menjadi
7,30, kelas 3B meningkat dari nilai rata-rata dari 5,71 menjadi 6,08, kelas 3C
meningkat dari nilai rata-rata dari 6,18 menjadi 8,01, kelas 3D meningkat dari
nilai rata-rata dari 6,45 menjadi 7,79 dan kelas 3E meningkat dari nilai
rata-rata dari 6,10 menjadi 6,58.

Gambar 2: Grafik
Perolahan Hasil Pembelajaran
Gambar 2 pada romawi IV ini
menunjukan adanya peningkatan hasil perolehan nilai secara kelas paralel yang
terdiri dari lima kelas. Dari rata-rata nilai awal (N0) kelas paralel sebesar
6,07 menjadi rata-rata kelas paralenya sebesar 7,15. sehingga ada selisih
positif sebesar 1,08. Angka 1,08
itulah merupakan besarnya perolehan hasil pembelajaran selama semester 2.
Besarnya perolehan hasil pembelajaran inilah yang menunjukkan tingkat
profesionalitas seorang guru dalam melaksanakan pembelajaran. Jika hasilnya
positif dapat memacu motivasi untuk meningkatkan agar perolahan hasil
pembelajaran dapat lebih dioptimalkan sebaliknya jika perolehan hasil
pembelajaran itu kecil bahkan mungkin negatif dapat dijadikan cambuk untuk
merefleksi diri mengapa hasilnya seperti tersebut. Apa sebabnya? Bagaimana hal
ini bisa terjadi? Apa masalhnya? Bagaimana untuk memecahkan masalah tersebut?
Diharapkan apapun hasil analisa dapat digunakan untuk mengukur tingkat
profesionalitas dan meningkatkan profesionalisme.
V
PENUTUP
Keprofesionalan guru dapat
dilihat dari seberapa besar perolehan dari hasil pembelajaran yang telah mereka
lakukan. Dari perolehan hasil pembelajaran yang dicapai dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk
mengetahui tingkat profesionalime seorang guru. Dan hal ini dapat juga untuk
memotivasi bagi guru itu sendiri, baik keberhasilan maupun kegagalan, karena
perolehan dari pembelajaran yang mereka peroleh dari pembelajaran yang mereka
lakukan bisa diketahui dengan jelas sehingga apapun hasilnya itulah hasil yang
diperoleh.
Sebaiknya kita sebagai guru lebih baik menerima kegagalan itu dan tidak
mencari kegagalan karena pihak lain. Misalnya unsur siswa, unsur keadaan,
ekonomi, unsur lokasi dan lain sebagainya yang kadang dijadikan kambing hitam
atas kegagalan kita. Kegagalan tersebut dijadikan motivasi untuk melangkah ke
proses pembelajaran yang lebih baik. Pada akhirnya dapat berhasil dan selalu
meningkatkan angka keberhasilannya. Semakin besar angka perolehan dalam
pembelajaran semakin besar tingkat keberhasilan kita.
Dengan mengetahui perolehan hasil pembelajaran guru dapat mengetahui
kualitas profesionalismenya. Semakin besar perolehan hasil pembelajaran semakin
tinggi profesionalismenya.
DAFTAR PUSTAKA
Ary Ginanjar Agustian, 2005. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi
dan Spiritual (ESQ). Jakarta: Penerbit Arga.
Bambang Purnomo, 2009. Improving The Teacher’s
Profesionalism by Analizing The Gaining of The Learning Result. Kebumen:
Perpustakaan Citra SMP N 4 Gombong
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1999. Kurikulum 1994 dan Suplemennya. Jakarta : Depdikbud.
Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Kurikulum
2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa Inggris SMP dan MTs. Jakarta : Puskur Balitbang Depdiknas.
Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Pendekatan Kontekstual.
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pendidikan
Lanjutan Pertama.
DePorter,Bobbi,&Hernacki,Mike. 2005. Quantum Learning.
Bandung: Mizan
Djawanto PS,S.E. 2000. Pokok-pokok Metode Riset dan Bimbingan Teknis
Penulisan Skripsi. Yogyakata : Liberty Yogyakarta.
Peraturan Menteri Pedidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2007
tentang Standar Penilaian Pendidikan.
Priyono, Andreas, Drs. , Dipl,Art,M.Sc.Ed. dan Drs. H. Djunaedi. 2001. Petunjuk
Praktis Classroom Based Action Reseach. Semarang : Proyek Perluasan dan
Peningkatan Mutu SLTP Jateng.
Suharsimi Arikunto, dkk. 2006. Penulisan Tindakan Kelas. Jakarta:
PT Bumi Aksara.
Soekemi, 1999. Kedudukan Evaluasi Dalam Pengajaran Bahasa Inggris dan Sifat-Sifat tes
yang digunakan, Jakarta:Universitas Terbuka,
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Dikmenum, Depdikbud.
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomnor
025/O/1995 tentang Petunjuk Teknis Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional
Guru dan Angka Kreditnya.
Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 84/1993
tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Kepala Badan
Administrasi Kepegawaian Negara Nomor: 0443/P/1993 Nomor: 25 Tahun 1993 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
Kesputusan Badan Standar Nasional Pendidikan Nomor: 984/BSNP/XI/2007
tentang Prosedur Operasi Standar (POS) Ujian Nasional Sekolah tahunh pelajaran
2007/2008.
Saifuddin Anwar, 2010. Tes Prestasi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar